Minggu, 07 Agustus 2016

Oneshoot Imoutou (ChinParu)

Title : Oneshoot Imoutou (ChinParu)
Author : Cheri Yuira a.k.a Rena Anisa Azahra
Genre : Family, Sad, Angst 
Main cast :
  • Shimazaki Haruka
  • Itano Tomomi (Shimazaki Tomomi)

Ok.... kemarin ada yang req ChinParu, jadi aku udah kabulin besok aku bakalan ngabulin permintaan yang satunya. Req OS Wmatsui, SaeYuki sama MaYuki dan satunya JuriMayu. Mungkin, itu dulu kali, ya.... yang lain nyusul, ok? Sori kalau endingnya gaje atau ngecewain. Soalnya, ini cuma di selesaikan dalam waktu 3 jam doang. Soalnya, kebanyakan OS aku itu, paling cepet 3 atau 4 jam doang. Jadi, awal ketik dan langsung end di hari itu juga. Thanks udah mau vote selama ini. Dan aku makasih banget buat kalian, karena kalian udah mau nyempetin waktu kalian buat baca ff aku. 
RCL, ya, guys? 

Happy Reading........


~---0---~



Suara piano itu mengalun indah, menciptakan alunan lagu yang terdengar merdu. Seorang gadis cantik memainkannya dengan lihai, sementara gadis yang satu bernyanyi di sebelahnya. Suaranya terdengar dari luar ruangan itu. Ruangan yang tidak terlalu luas, hanya ada piano dan satu buah kursi dan tidak lupa dengan keberadaan kedua gadis berambut panjang itu. kedua terlihat kompak. Wajahnya terpancar senyum yang merekah. Dan membuat hari ini, sebagai hari yang sangat indah.
Tak lama mereka menyudahinya. Terlihat dari jendela yang berada di dekat mereka, jika hari sudah sore. Mengingatkan mereka untuk waktunya membersihkan diri dan setelah itu harus mengerjakan PR.

Salah satu gadis tadi masuk ke dalam kamarnya. Di sana, ia menyentuh kepalanya. Ada rasa pusing yang menyerang tiba-tiba, namun ketika ia menarik tangannya, rambut hitamnya rontok. Ia melihat rambutnya. Ia menatap sedih rambutnya sendiri yang rontok. Apa mungkin, sebentar lagi? Kemoterapi yang ia jalani, perlahan membuat rambutnya rontok. Ia menangis tanpa mengeluarkan suara. Kenapa ia harus mempunyai penyakit seperti itu? Sebentar lagi pun, rambutnya perlahan akan habis semua. Dia hanya perlu menunggu waktu, untuk rambutnya habis semua. Ia selalu menyusahkan kakaknya, dan selalu seperti itu. Kapan dia bisa sembuh? Apa mungkin, dia tidak akan sembuh sama sekali?

“Paru, cepat mandi dan kita harus makan” kakaknya memanggilnya.
Hai

Paruru. Wajah gadis itu sangat sedih dan semakin pucat. Dia terkena penyakit kanker dari kecil, dan dia harus menjalani kemoterapi yang mambuat rambutnya harus rontok. Berhari-hari dia harus melihat rontoknya rambutnya sendiri. Mungkin, jika kepalanya terus menerus seperti itu, kepalanya akan polos tanpa rambut. Padahal, ia selalu meminum obat secara rutin, tapi tetap saja rasa sakit datang lagi dan selalu seperti itu. Menyiksanya setiap hari. Dan yang merawatnya selama ini adalah kakaknya sendiri. Kedua orang tuanya ada di luar negeri. Mungkin, mencari uang untuknya dan sama sekali belum pernah pulang. Padahal, Paruru ingin sekali bertemu dengan mereka, apalagi sebelum ia benar-benar pergi dari dunia ini. Keyakinan itu sudah melekat di hatinya. Dia yakin, suatu saat nanti dia akan pergi dari dunia ini. Hanya menunggu waktu.
Tomomi. Sebenarnya, dia adalah kakak kedua. Tapi, kakak pertamanya juga meninggal karena penyakit yang sama seperti dirinya. Mungkin, hanya Tomomi yang tidak terkena penyakit itu. Ia sangat takut, jika dia akan benar-benar mati. Jika itu terjadi, siapa yang akan menemani Tomomi? Dia sangat menyayangi kakaknya. Apa dia harus pergi juga meninggalkan kakaknya? Seperti kaka pertamanya yang meninggalkan mereka berdua? Dia kembali menangis.

“Kakak, apa aku akan meninggalkan Tomomi nee-chan?” dia menatap sebuah foto yang dia pajang di dinding kamarnya. Foto kedua kakaknya dan dia. Tersenyum bahagia tanpa ada beban sedikit pun.

***

“Paru, makan yang banyak, ya? Kakak membuatkan makanan special untukmu hari ini”
“Iya, kak” kata Paruru pada Tomomi.

Paruru memakannya walau hatinya masih bimbang. Dia sangat ingin sekali lebih lama bersama dengan kakaknya, tapi ia takut jika waktunya akan tiba. Kau tahu? Dia, berhari-hari hanya memikirkan hal buruk itu. Mungkin, dokter sudah mengatakan, jika dia di vonis hidup 7 bulan lagi. Dari waktu itu, sudah berjalan 5 bulan. Apa mungkin, 2 bulan lagi dia akan benar-benar pergi? Itu menjadi salah satu yang ia takuti. Dan jika itu benar-benar terjadi, dia tidak bisa lagi bersama Tomomi dan menikmati indahnya dunia ini lagi.

“Kakak, aku…”
“Apa? Kau ingin bicara? Bicaralah, aku akan mendengarnya. Jangan ragu seperti itu”

Paruru menggigit bibirnya, ia tidak ingin merusak acara makan mala mini. Tapi, jika dia sedang sakit atau pun masalah yang lain, dia pasti akan menceritakan keluhannya pada Tomomi. Tapi, ia takut, jika kakaknya mengetahui rambutnya yang lagi-lagi rontok, pasti akan sangat khawatir.

Iie” akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk bercerita.
“Apa kau mengeluhkan penyakitmu? Kau tidak perlu khawatir, Paru. Kau akan sembuh”
Iie. Kakak, maafkan aku karena selalu menyusahkanmu” kata Paruru.
“Kau tidak salah. Sudahlah, jangan sedih seperti itu” kata Tomomi tersenyum.

Paruru hanya bisa diam, ia menerukan kembali makanannya. Ia tidak ingin membahas soal penyakit, ia ingin bahagia. Menciptkan hari yang begitu indah di saat-saat hari terakhirnya, mungkin. Tapi, walau begitu, umur manusia hanya Tuhan yang tahu. Dokter juga manusia, bisa saja diagnose dokter salah, ketika memeriksanya. Tapi, hanya Tuhanlah yang tahu, kapan dia akan pergi dari dunia ini.

***

Paruru pernah mendapatkan pertanyaan dari teman kecilnya. Apa yang ingin kalukan ketika hari minggu tiba? Sebuah pertanyaan yang sederhana, namun membuatnya tersenyum senang. Ia menjawab, jika dia ingin sekali bersama kedua orang tuanya dan kakaknya. Waktu itu, dia sangat ingin berkumpul dengan keluarganya. Tapi, impian itu hanya datang satu kali. Tapi, Paruru bisa mengenang semua itu. Ia bisa tersenyum bersama dengan kedua kakaknya dan kedua orang tuanya. Namun, ketika kakak pertamanya meninggal, kehidupannya berubah begitu saja. Dia hanya tinggal bersama Tomomi, sedangkan orang tuanya sibuk di luar negeri. Dan sekarang, penyakit yang menyebabkan kakak pertamanya meninggal, kini dia juga memilikinya.
Dulu, umur kakaknya tidak sampai 17 tahun. Dan Paruru, sudah beranjak 19 tahun. Apa mungkin, dia akan bisa bertahan sampai dia dewasa, walau pun kata dokter dia akan meninggalkan dunia ini dalam kurung waktu dua bulan lagi? Ia harap, ia bisa menciptakan kenangan indah bersama kakaknya. Ia ingin sekali bermain dengan kakaknya, dan menghabiskan waktunya bersama kakaknya. Jika dia harus mati, hal yang ia inginkan hanyalah bisa bertemu dengan kakak pertamanya. Tapi, jika dia masih bertahan, dia ingin bisa selalu ada di dekat Tomomi. Karena sejujurnya, dia hanya mempunyai Tomomi. Kedua orang tuanya sangat sibuk dan tidak pernah memikirkan dirinya dan Tomomi. Hanya pekerjaan yang mereka pikirkan.

Dalam hidupnya, ia memang pernah jatuh cinta. Tapi, dia tidak pernah mengungkapkan rasa cinta itu kepada orang yang dia suka. Toh, percuma saja, dia akan meninggalkan dunia ini. Hanya kakak yang ia miliki sekarang. Dia ingin Tomomi selalu ada di dekatnya. Bahkan, semua rahasianya ada di Tomomi. Dia benar-benar sangat beruntung bisa mempunyai kakak seperti dirinya. Andai dia tidak mempunyai penyakit itu, mungkin dia akan selalu bahagia bersama Tomomi. Tapi, hidup adalah suatu hal yang mempunyai banyak rintangan. Ia hanya bisa pasrah dengan penyakitnya.

***

“Kakak, aku rindu dengan masa-masa kecil kita” kata Paruru.
“Aku juga”

Mereka berada di dekat sungai. Sungai itu sangat jernih, dan di sana juga sangat tenang. Paruru terbaring di pangkuan Tomomi, sambil melihat sungai yang jernih itu. Lagi-lagi, dia harus mengingat kenangan masa kecilnya, ketika berada di sana. Tapi, sekarang dia masih bisa tersenyum, karena menikmati sentuhan yang lembut dari Tomomi. Ketika dia kecil, dua tangan selalu menyentuhnya. Sementara dua tangan yang lain menyentuh tangan Paruru. Kedua kakak yang selalu ada untuknya. Tapi, sekarang hanya Tomomi yang membelainya. Bahkan, sentuhan itu sangat lembut di kepalanya.
Dari kecil, dia memang sangat suka datang kemari. Bermain air dan bersenang-senang sampai ia lupa waktu. Dan yang pasti, ketika pulang mendapatkan teguran dari kedua orang tuanya. Tapi, jika sekarang ia tidak mempedulikan lagi. Tidak akan ada teguran dari kedua orang tuanya. Ia hanya ingin melihat matahari terbenam bersama Tomomi. Sekarang pun, dia ingin bersama gadis itu selalu. Tuhan, andai kau bisa menyabut penyakit yang ada di tubuh Paruru, mungkin dia akan selalu bahagia.

“Andai, kita bisa mengulangnya” kata Paruru lagi. Tomomi melihatnya, dia tersenyum sambil terus membelai rambut hitam yang sudah semakin tipis itu.
“Sudahlah. Masih ada kebahagiaan yang menunggu kita, Paru” Paruru melihat kakaknya. Kini, mata kakaknya itu tertuju pada sungai yang tenang itu.
“Kakak, 48 hari lagi. Aku tidak menyangka, waktu berjalan dengan cepat” kata Paruru.
“Paru, jangan bilang seperti itu. Aku yakin kau bisa bertahan. Jangan berfikir yang macam-macam”

Sulit untuk Paruru berfikir tenang, pasti dia akan memikirkan hidupnya yang mungkin akan berakhir dalam waktu 48 hari lagi. Toh… rambutnya pun semakin lama semakin tipis. Percuma saja dia melakukan pengobatan, jika hasilnya tetap sama. Dia masih saja terus kesakitan. Bahkan, sekarang tidak ada niatan lagi baginya untuk berobat, jika hasilnya masih seperti itu. Dia tidak akan sembuh, justruh akan meninggalkan dunia ini. Apa dia akan meninggalkan dunia dan membawa rasa itu? Rasa cintanya pada seorang laki-laki. Dia belum mengatakannya sama sekali. Walau Tomomi memaksanya pun, tapi ia tidak mengatakannya. Dan akhirnya, Tomomi hanya bisa membiarkannya. Toh, itu sudah menjadi keputusan Paruru. Yang Paruru inginkan sekarang, hanyalah dirinya.

***

“Kakak! Kakak!” teriak Paruru dari dalam kamarnya.
Nani?”

Dia masuk dan menemukan adik bungsunya yang sudah dalam posisi terbaring, ia langsung menghampiri Paruru dan membawa Paruru keluar dari kamar. Penyakit Paruru kembali menyerangnya. Ini sudah seminggu dari waktu mereka di sungai itu. Sebenarnya, Tomomi tidak akan mengira semua ini akan terjadi. Tapi, Paruru sudah dalam keadaan seperti ini. Apa dia akan berpisah dari adik kecilnya itu? Tidak. Ia meyakinkan dirinya sendiri. Ia tahu, Paruru gadis yang kuat, walau akhir-akhir ini dia terlihat sangat pasrah.
Akhirnya, dia tiba di rumah sakit. Kemudian, para perawat berdatangan membantunya dan membawa Paruru ke ruangan. Ia hanya bisa menangis di luar ruangan itu. Berdoa, agar adiknya tidak terjadi sesuatu yang tidak-tidak. Ia masih ingin bersama Paruru. Jika dia meninggal, mungkin hidupnya juga hancur.

***

Satu hari, dua hari, tiga hari sampai hari ke depalapan. Paruru sama sekali tidak ada perubahan. Yang ada, Paruru bertambah parah. Kepalanya sudah polos tanpa rambut sedikit pun. Paruru hanya bisa menutupi kepalanya. Di tubuhnya juga di tempeli alat medis. Sebentar lagi, dia mungkin akan benar-benar pergi. Tomomi hanya bisa menatapnya dengan sedih, kedua air matanya keluar dari matanya. Dia tidak ingin kehilangan Paruru, seperti dia kehilangan kakak pertamanya dulu. Kenapa harus Paruru? Kenapa bukan orang lain saja? Apa ini cobaan untuknya?

Dia berjalan ke luar rumah sakit. Di sana, ia bertemu dengan seorang pemuda. Pemuda tampan yang selama ini Paruru sukai. Tomomi tahu siapa pemuda itu, bahkan dia sangat kenal dengan pemuda itu. Mereka pernah bersahabat dulu. Tapi, karena Tomomi selalu mementingkan Paruru, dia tidak pernah lagi berkumpul dengan temannya, apalagi pemuda itu. Mungkin, Tomomi harus menceritakannya pada pemuda itu. Lagipula, membuat sang adik bahagia itu adalah suatu keingan terbesarnya. Setidaknya, di masa-masa terakhir adiknya, dia bisa melihat Paruru yang tersenyum. Walau senyuman itu, bukan karena dirinya.

***

“Apa?!”
“Iya. Aku mohon, tolong bahagiakan adikku, Yui. Sebenarnya, aku tidak ingin kehilangan dirinya”

Mungkin, ini adalah hal yang terbaik untuk Paruru. Paruru masih berada di rumah sakit dan tubuhnya lemah. Mungkin, dengan kedatangan Yui, bisa membuat Paruru semangat. Tidak apalah, jika Tomomi akan menderita, tapi ia bisa melihat adiknya bahagia di akhir sisa waktu hidupnya. Hanya ada dua minggu lagi, untuk Paruru bersamanya. Walau sebenarnya ia yakin Paruru akan sembuh, tapi mungkin penyakit Paruru akan menggerogoti Paruru secara perlahan. Ini salah satu bukti, jika dia sangat menyayangi Paruru. Apa pun demi Paruru, pasti akan selalu dia lakukan. Termasuk sesuatu itu membuatnya menderita. Tapi, ia rela demi Paruru.

“Lalu, di mana dia?”
“Rumah sakit. Kata sensei, dua minggu lagi dia akan meninggal, Yui. Aku tidak bisa kehilangan dirinya. Tapi, kenapa ini semua harus terjadi”
“Sudahlah. Kematian manusia itu ada di tangan Tuhan, bukan di tangan dokter”
“Tapi, Yui. Jika dia akan benar-benar meninggalkanku, bagaimana?”
“Ssttt……. Sudahlah. Kau hanya perlu memberinya kebahagiaan” kata Yui.
“Tolong aku” Yui mengangguk sambil tersenyum.

***

Tomomi menatap tubuh Paruru yang lemah. Secara perlahan, kedua mata gadis itu terbuka dan melihatnya. Paruru tersenyum melihatnya. Dia mencoba mengangkat tanganny, dengan segera Tomomi meraihnya. Ia mengelus tangan itu dengan lembut, melihat Paruru yang masih tersenyum kepadanya.

“Aku membawa seseorang untukmu”
“Siapa?” tanya Paruru lemah.

Tomomi tersenyum. Ia melihat ke arah pintu dan menyuruh orang itu untuk masuk. Tak lama, pintu terbuka dan terlihatlah seorang pemuda yang selama ini Paruru sukai. Paruru menatapnya. Ia sedikit terkejut dengan kedatangan pemuda itu. Tapi, bagaimana dia bisa tahu, jika dia ada di sini. Di rumah sakit ini.

“Paru, berbahagialah. Karena itu adalah hal yang sangat ingin aku lihat. Apa pun demi kau, aku akan siap melakukannya. Termasuk membawa Yui kemari”
“Kakak” Paruru tersenyum. Kedua matanya berkaca-kaca.
“Kau bisa bersama dengannya sekarang. Kakak pergi dulu, ya? Yui, tolong jaga dia” Yui mengangguk.

Ketika Tomomi sudah keluar, Yui mendekat dan duduk di sebelah Paruru. Dia melihat tubuh Paruru yang lemah dan di tubuhnya terpasang alat medis. Dia sama sekali tidak pernah mengetahui kondisi Paruru. Tapi, dia juga merasa bersalah, karena tidak pernah melihat cinta yang ada di dalam diri Paruru.

“Yui”
Hai?”
“Aku b-bahagia melihatmu di sini” kata Paruru tersenyum.
“Tersenyumlah. Aku ingin melihatmu tersenyum seperti itu. Kau sangat manis sekali” Paruru kembali tersenyum mendengarnya.

Di luar, Tomomi hanya menangis melihat mereka. Dia menangis, karena dia tidak ingin kehilangan Paruru. Mungkin, hanya ini yang bisa dia lakukan untuk Paruru. Kenapa, semuanya harus seperti ini? Kenapa, adik kecilnya juga harus mempunyai penyakit seperti itu? Penyakit yang perlahan akan membuat adiknya menemui ajalnya sendiri. Hari ini adalah hari-hari terkahirnya bersama Paruru, mungkin. Tapi, walau begitu ia tetap berdoa pada Tuhan, agar Tuha memberikan keajaibannya pada adik kecilnya. Jika dia bisa, dia ingin sekali menggantikan Paruru. Agar dia bisa melihat Paruru terus bahagia.

“Tuhan, jangan ambil dia dariku. Aku sangat menyayanginya” ucapnya di sela-sela tangisannya.

***

Sejak saat itu, Tomomi memang melihat Paruru yang tersenyum bahagia. Sesekali, dia pasti akan menemui Paruru dan menceritakan hal-hal yang membuat paruru tersenyum. Tapi, sekarang dia harus merelakan kepergian Paruru. Air matanya sudah keluar banyak dan membasahi pipinya, bahkan ada yang jatuh di tanah. Dia hanya bisa menangis. Kenapa, semua ini harus terjadi? Tapi, Paruru pernah mengatakan sesuatu kepadanya.

Kakak, jangan pernah sedih, ya? Aku selalu sayang sama kakak. Di saat nanti aku sudah pergi, aku ingin kakak mendapatkan pasangan. Jangan pernah menjauh lagi dari temanmu. Carilah teman yang banyak. Karena itu adalah hal yang selalu aku harapkan. Jangan karena aku, kakak menjadi orang yang pendiam dan jauh dari teman. Itu sesuatu hal yang buruk. Aku menyayangimu.

Tomomi hanya bisa menangis di depan nisan gadis itu. Ia mencium nisan itu dan setelah itu kembali menangis. Rasa sakitnya benar-benar masih terasa di dadanya.

Aku selalu menyayangimu, Paru. Aku akan selalu terus mendoakanmu. Semoga, kau bahagia di sana.

Aku juga selalu mendoakanmu, kakak. Terima kasih atas semua yang kau lakukan. Aku benar-benar bahagia. Dan aku akan terus bersama denganmu.




The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar