Author : Rena-chan
Genre : Roman, gxg
Main cast :
- Matsui Jurina
- Matsui Rena
Happy Reading All....
~---0---~
~---0---~
Mungkin,
bukan hanya kau, aku dan dia saja yang merasakan apa itu cinta. Hanya saja,
dengan cinta ini aku akan selalu ada untukmu. Aku mencintaimu, melebihi dia.
Dan aku mencintai dirimu, karena dirimu yang berbeda dari orang lain. Bahkan,
aku sangat rela jika aku mengorbankan semua yang ku punya demi dirimu. Hanya
dirimu, yang ku cintai bukanlah orang lain.
***
Disinilah
aku selalu mengwasinya, melihatnya dari jauh. Walau begitu, aku sangat
mencintai dirinya. Pertama kali bertemu dengannya saja, hatiku sudah berdegup
kencang. Dan jika tuhan menghendaki, aku ingin dia menjadi kekasihku.
Untuk selamanya.
Ku lihat dari bangku belakang. Ya, karena aku memang duduk di
belakang. Melihatnya dari sini memang membuatku bisa leluasa. Walau aku hanya
bisa memandang wajah sampingnya. Seperti biasa, dia akrab dengan temannya yang
lain.
Setelah
itu, mereka keluar termasuk dia. Padahal, nama kami sama-sama Matsui ya?. Tapi,
entah kenapa aku malah tidak dekat dengannya. Aku merasa, aku sangat malu jika
aku yang memulai duluan. Payah? Memang. Miris? Apalagi.
Baiklah. Lagi pula, aku juga sudah sangat lapar. Benar-benar
lapar. Kau tahu? Tadi pagi aku tidak sarapan, karena ku kira aku telat. Sial,
memang.
Sampai di kantin, aku melihatnya lagi. Sial. Dia bersama
gadis lain. Dan itu mampu membuatku sangat cemburu. Kenapa, aku tidak bisa jika
aku mendekatinya. Mungkin, aku harus mencobanya. Iya, aku harus bisa
mendekatinya.
Caranya? Entahlah, mencoba saja. Siapa tahu aku
beruntung.
Setelah mendapat makanan, aku melangkah dan duduk di tempat
yang masih kosong. Sendiri? Iya, aku sendiri. Tidak ada yang menemaniku. Aku
memang penyendiri.
Ku santap makananku, sambil melihatnya yang berada tepat di
depan mejaku. Entah kenapa, aku memilih meja disini. Mungkin, karena meja ini
sangat dekat dengan meja yang di pilihnya.
Disaat, aku tengah asyik melahap makananku. Dia menolehkan
pandangannya ke arahku. Sial, apa dia menyadari jika aku memandangnya?. Aku
hanya bisa berpura-pura. Ku anggukan kepalaku, memberi isyarat menyapa
untuknya.
Apa yang terjadi?.
Dia tersenyum sangat manis sekali padaku. Senangnya, bisa
melihat senyuman itu. Padahal, sejak kemarin aku hanya bisa melihatnya, namun
sekarang aku bisa mendapatkan senyuman itu darinya. Sungguh, aku tidak pernah
menyangka dengan hal ini.
Terima kasih tuhan, karena kau telah mau mengabulkan
doaku.
***
Pagi
yang indah. Aku berjalan sambil memainkan bola basket. Yah... aku memang sangat
menyukai basket. Terkadang, aku juga bermain volly dan olahraga lainnya. Aku
sangat menyukai olahraga. Pelajaran yang paling ku sukai saja, olahraga.
"Ohayou Jurina-san" aku mendongak.
"Ohayou" balasku singkat.
"Kita bersama ke sekolah ne?" aku mengangguk.
Di perjalanan, aku dan dia hanya berbincang-bincang kecil.
Aku tidak lagi bermain bola basket yang ku bawa. Ku rasa itu tidak sopan untuk
di lakukan, ketika aku tengah berjalan dengan seseorang. Apalagi, orang itu adalah
teman satu sekolahku.
Sampai disana, kami berpisah. Aku dan dia tidak satu kelas.
Aku kelas 12 A sedangkan dia C.
Ku lihat dari jauh, ada gadis itu lagi. Yah... gadis yang ku
sukai. Tapi, entah kenapa raut wajahnya kesal. Aku tidak tahu, kenapa pagi-pagi
seperti ini dia menampakan wajah seperti itu. Biasanya, ia selalu ceria.
Tapi, mungkin ini kesempatan yang bagus untuk mendekatinya.
Yah... siapa tahu saja.
Ku langkahkan kakiku dengan cepat dan sekarang aku sudah
berada di belakangnya. Ku hembuskan nafasku dan kemudian, aku menyapanya.
Dia menoleh ke arahku. Sial, jantungku ini. Jika, aku melihat
kedua matanya, entah kenapa jantungku serasa ingin lepas dari tulang rusuk yang
menahannya.
"Matsui Jurina-san" katanya.
"Ohayou" aku berkata lagi.
"Ohayou" balasnya sambil memamerkan deretan
giginya.
"Wajahmu tampak bimbang, kau ada masalah?" sial,
kenapa aku bertanya seperti ini?. Nanti aku akan di anggap mencampuri urusan
orang lagi.
"Ah... tidak juga, Matsui-san" Matsui? Padahal, dia
juga Matsui.
"Kita mempunyai nama yang sama, kau panggil saja aku
Jurina. Itu tidak masalah untukku" dia mengangguk sambil tersenyum.
"Hai, Jurina-san?"
"Jurina, itu lebih terdengar akrab" ucapku lagi.
"Baiklah. Kau panggil aku Rena, bagaimana?" aku
mengangguk.
Dan kami melangkah masuk bersama ke dalam kelas. Ah...
senangnya, aku bisa berjalan bersama dengannya.
Aku duduk di bangku ku sendiri. Bangku paling pojok dan dekat
dengan jendela. Walau aku duduk di pojok kelas, jangan pernah meremehkan
otakku. Aku sudah sangat sering, di puji para guru dan aku juga selalu mendapat
peringkat satu di kelas.
Hanya saja aku memang suka duduk di belakang. Walau jauh dari
guru, namun penjelasannya tetap sangat jelas di kupingku.
Seperti sekarang. Aku mendengar sensei menjelaskan. Dengan
giat juga, aku menulis rumus yang di terangkan guru di kelas. Ini pelajaran
matematika. Mungkin, banyak yang tidak menyukai pelajaran ini, namun aku
sendiri malah bertolak belakang dengan mereka. Yah, aku menyukai pelajaran
ini.
"Ada
yang ingin menjawab soal nomer 4?" nomer 4.
Aku melihat soal yang berada di papan. Lebih tepatnya soal
nomer 4. Tidak salah lagi, aku sudah mengerjakannya lebih dulu daripada soal
yang lainnya.
Ku angkat tanganku dan kemudian, sensei menyuruhku untuk mau.
Langsung saja, aku maju ke depan dan menuliskan jawaban yang berada di bukuku.
Nah.. selesai.
"Sempurna, kau memang pintar Matsui-san" aku
tersenyum.
"Arigatou sensei" aku langsung kembali duduk di
tempat.
***
Pulang,
pulang, dan pulang. Waktu yang di tunggu oleh teman-temanku. Tapi, pada
kenyataannya ini menjadi mimpi buruk untukku.
Kenapa?
Karena, dengan aku pulang. Aku tidak bisa lagi melihat
wajahnya. Wajah Rena. Wajahnya selalu terbayang ketika malam hari, apalagi
ketika aku dalam posisi terbaring di kamar. Sungguh.
Ah... pulang? Kenapa, aku tidak mencoba untuk mengajaknya
pulang bersama?. Dengan itu, aku dan dia bisa saja saling dekat. Benar bukan?.
Jurina, Jurina otakmu kadang-kadang setengah ya?. Hanya di setiap pelajaran
saja, kau selalu encer. Payah.
Ku langkahkan kakiku dengan cepat. Sial, dimana dia?. Aku
terus melangkah dan nah.. itu dia. Ku lihat dia ada di depan gerbang. Aku
berteriak memanggil namanya dan dia menoleh ke arahku. Langsung saja aku
melangkah ke arahnya.
"Jurina, ada apa?" aku menunjukan senyumku.
"Mau pulang bersamaku?" tanyaku langsung.
"Ah... gomen ne? Aku sudah ada janji dengan Yuka"
katanya membalas.
Sial, aku di dahului ternyata. Padahal, aku sangat ingin jika
aku dan dia pulang bersama. Kenapa seperti ini terus, nasibku. Malangnya kau
Jurina.
"Ah... baiklah. Kalau begitu aku pulang dulu"
suaraku menjadi lemas seketika.
"Kau baik-baik saja?" aku mengangguk.
"Aku baik kok" balasku.
"Baiklah. Hati-hati pulangnya ya" aku hanya
mengangguk lemah.
Ku langkahkan kakiku menjauhi sekolah. Sial, kenapa disaat
aku ingin mengajaknya dia malah sudah janji dengan temannya. Terlambat.
***
Hari
demi hari jika berada di sekolah, aku pastinya selalu mencoba mendekatinya.
Tidak peduli juga, aku di tolak. Tapi, nyatanya dia malah senang-senang saja
jika ku ajak. Sungguh, beruntung memang.
Tapi, jika aku mengajaknya pulang bersama. Dia pasti selalu
menolak. Yah... karena dia selalu saja mendapat ajakan dari temannya yang lain.
Benar-benar kurang beruntung. Yah... tapi, aku memang tidak bisa apa-apa.
Dan sekarang, ketika aku pulang sekolah. Lagi-lagi aku merasa
deja vu. Aku melihatnya yang berdiri di depan gerbang sekolah. Tapi, kenapa
sekarang agak berbeda ya dari kemarin?. Dia bertengkar dengan Yuka?. Kenapa
mereka?.
Dan setelah itu, aku melihat Yuka yang mendorong Rena dengan
kasar dan gadis itu terjatuh di jalan. Sial, gadis berhargaku. Aku tidak bisa
melihatnya seperti itu. Kenapa kau lakukan itu, Yuka?. Benar-benar keterlaluan.
"Oi Yuka, kenapa kau mendorong Rena?" tanyaku
terdengar ketus.
"Dia gadis gatal, kau mengerti Jurina" aku
mengenyitkan dahi.
"Kau yang gatal Yuka" aku menoleh melihat Rena.
Ku bantu dia berdiri. Matanya menatap tajam ke arah gadis
itu. Sebenarnya mereka kenapa?. Setahuku hubungan mereka selama ini baik, tapi
kenapa entah kenapa hari ini mereka terlihat bertengkar. Aku tidak tahu, apa
yang terjadi pada mereka.
"Sudah-sudah jangan bertengkar, lebih baik kau pergi
saja Yuka" usirku.
"Baik, aku juga sudah muak melihat wajah gadis itu"
dia menunjuk gadis yang sekarang berdiri di sebelahku.
Aku melihatnya yang masuk ke dalam mobilnya. Mobil merah itu
berjalan dan menjauhi sekolahku. Aku menoleh melihat Rena. Wajahnya merah
padam.
"Rena,
kau sedang bertengkar dengannya?" dia menoleh ke arahku dan kemudian
mengangguk.
"Dia gadis yang terlalu suka mengatur kehidupan orang.
Dan kau tahu? Dia justruh yang memulai melakukan kesalahan, tapi dia malah
menyalahkanku" ceritanya dengan nada ketus.
"Sudahlah, ayo ku antar pulang" dia mengangguk.
"Ah... aku tidak ada teman hari ini, kau bisa menemaniku
di apartemenku?" aku mengangguk antusias.
***
Dirumahnya,
aku melihatnya semua barang-barangnya. Tertata sangat rapi. Dan begitu sangat
nyaman. Ku akui, aku baru pertama kali di ajaknya kemari. Dan aku benar-benar
sangat senang dengan semua ini.
Aku melihatnya yang baru saja keluar dari dapur, membawa
nampan berisi dua minuman. Dia menaruh minuman itu di meja dan menyuruhku untuk
duduk. Ku turuti saja kemauannya. Aku duduk bersebelahan dengannya.
"Kau tinggal sendiri di apartemenmu?" dia
mengangguk.
"Ibu dan ayahku berada di luar kota, mereka tinggal
disana. Dan aku sendiri disini" aku mengangguk mengerti.
"Nee... Rena-chan, kau tidak takut kah sendiri
disini?" aku bertanya.
"Tidak. Memang kenapa?"
"Hanya merasa aneh saja. Kau seorang gadis tapi, kau
malah tinggal sendiri" ku lihat dia tersenyum sebelum membalas ucapanku.
"Yah... mau bagaimana lagi. Ibu dan ayah ada di luar
kota, sementara aku tidak mempunyai saudara" aku kembali mengangguk
membalasnya.
Setelah itu kami terdiam. Aku asyik melihat suasana apartemen
Rena yang menurutku sangat tenang. Tidak di rumahku, sangat ramai. Yah...
karena aku harus tinggal bersama saudaraku yang berumur 6 tahun. Dan kerjanya
berteriak saja. Jika belajar, aku selalu terusik dengan suaranya.
"Nee... Jurina" ku tolehkan pandanganku ke arahnya.
"Hai?"
"Kau pasti sangat bangga dengan prestasimu ya?" aku
mengangguk.
Ku lihat wajahnya menjadi murung. Ada apa dengannya?. Apa dia
masih memikirkan masalahnya dengan Yuka?. Atau kata-kataku ada yang
salah?.
"Rena, kau kenapa?" dia menoleh kearahku.
"Iie" aku yakin dia berbohong.
Ku peluk dirinya dengan erat. Mungkin, dia membutuhkan sebuah
pelukan. Lagi pula, aku sangat ingin memeluk tubuhnya.
"Jika kau ada masalah, jangan di pendam sendiri. Cerita
saja denganku, aku akan membantumu Rena" kataku.
"Terima kasih, karena kau sudah baik denganku Ju"
aku mengangguk.
"Apapun akan aku lakukan untukmu, Rena" balasku
mengelus punggungnya.
"Karena kau adalah orang yang sangat berharga untukku"
sambungku kemudian.
"Kenapa kau berbicara seperti itu?" tanyanya
melepas pelukanku.
"Karena, aku sangat mencintaimu Rena" lirihku
menunduk.
"Apa? Aku tidak salah dengar?" aku menggeleng.
"Aku sudah lama menyukaimu, aku hanya takut jika aku
menyatakan cintaku, kau akan meninggalkanku. Maka dari itu, aku diam saja"
balasku kemudian.
Aku masih menunduk. Aku hanya takut, melihat wajahnya. Tak
lama, aku merasakan tangan seseorang yang menggerakan daguku. Tatapan mata kami
bertemu.
Ku lihat, dia mendekatkan wajahnya. Menatap mataku begitu
dalam. Aku tidak mengerti kenapa, dia menatapku. Tapi, yang jelas jantungku
berdetak sangat kencang sekarang ini. Matanya, seperti listrik saja bisa
membuatku tegang seperti ini.
"Apa kau tidak bohong?" tanyanya.
"Tidak. Aku jujur, aku sangat mencintaimu. Matsui
Rena" balasku.
Entah mendapat keberanian darimana, aku menariknya dan
mencium lembut bibirnya. Aku tidak merasa jika dia memberontak. Tapi, yang
jelas. Aku bisa merasakan bibir manis itu. Aku juga tidak tahu, kenapa aku bisa
seperti ini padanya.
"Itu tanda cintaku padamu" ku lihat matanya yang
terbuka lebar. Mungkin, terkejut.
"J-Ju..."
Aku berdiri, kemudian aku membantunya untuk berdiri. Ku cium
lembut bibir itu lagi. Manis dan enak. Seperti strobery.
"Aku mencintaimu, Rena. Sungguh" bisikku tepat di
telinganya.
"J-Ju..."
Ku tarik wajahku dan melihatnya. Kedua matanya terbuka lebar,
dan melihatku. Tak lama, dia mengangkat tangannya dan memukul kepalaku hingga
aku mengaduh.
"Itai" ringisku.
"Baka"
"Kau marah?" tanyaku.
"Iya. Dan kau tahu, kau mencuri ciuman pertamaku"
ketusnya lagi.
"Gomen" aku menunduk.
"Sudahlah, jangan menunduk seperti itu" aku
mendongak melihatnya.
"Lalu, apa kau akan mengatakan kepadaku, 'apa kau mau
menjadi pacarku, Rena?' hmm?" aku mengangguk perlahan.
"Hai, karena aku mencintaimu" balasku.
"Apa kau
mau?" tanyaku.
Ku lihat dia mengangkat kedua tangannya dan mengalungkan
tangannya di leherku. Dia juga tersenyum kepadaku. Dan mendekatkan wajahnya
lagi kearahku.
"I need You, Jurina"
"Aku juga menyukaimu" aku tersenyum mendengarnya.
"Jadi...." dia mengangguk.
"Iya, aku mau menjadi kekasihmu"
"Arigatou" ku peluk tubuhnya erat.
"Ayo ke kamarku" aku mengangguk.
Aku melangkah di sampingnya. Ia menggenggam tanganku erat.
Senangnya aku bisa seperti ini dengannya.
Di sana, aku menutup pintu itu. Aku hanya tidak ingin ada
orang yang menggangguku dengannya. Dan kami bersenang-senang di kamarnya.
Berungtung juga hari ini, aku bisa bersama dengannya dan menjadikan dia
milikku.
END
Terus berkarya yah rena :)))
BalasHapusiya kakak, makasih atas dukungannya. kakak juga terus berkarya :D
Hapus