Title : Story Of My Life Chapter 16
Author : Rena-chan
Genre : Gender-bender, Sad, Family, Love,
Main cast :
- Shimazaki Haruka
- Shimazaki Atsuko
- Shimazaki Mayu
- Shimazaki Sakura
Support Cast :
- Matsui Rena
- Takahashi Kai
- Yokoyama Yui
- And Others
~---0---~
Paruru
melangkah keluar rumah. Dia menemukan Haruki yang sekarang tengah bermain bola
baksetnya. Dia mendekati pemuda itu yang tengah asyik bermain sendiri. Di rumah
Yuki, memang hanya Haruki yang laki-laki.
Ketika bola terlempar, Paruru mendapatkan bola itu. Haruki
memandangnya dan kemudian mendekatinya.
"Paru, kenapa kau keluar?" tanya Haruki.
"Memang tidak boleh?" tanya Paru balik.
"Boleh sih." Kata Haruki sambil menggaruk kepala
bagian belakang yang tidak gatal.
Paruru hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat
kelakuan Haruki. Paruru mengambil sesuatu dari sakunya, dan kemudian memberikan
sesuatu itu kepada Haruki. Haruki hanya bisa memandangnya aneh dan mengambil
benda itu.
"Kunci apa ini?" tanya Haruki tidak mengerti.
"Motor" balas Paruru singkat.
"For What?"
tanya Haruki bingung.
"Sekarang pastinya Sakura sudah menunggumu" hanya
itu balasan Paruru kepada Haruki.
"Sakura?" Paruru mengangguk.
"Berangkat sekarang ke sekolahnya. Dia akan bekerja
sebentar lagi. Ah.. iya, itu kunci motor Yuki sensei, motornya ada di
garasi" kata Paruru tersenyum.
Haruki mengangguk mantap. Ia berbalik dan hendak pergi
meninggalkan Paruru, namun dia mengingat sesuatu dan kembali berbalik pada
Paruru.
"Sekolah
adikmu di mana?" tanya Haruki.
Paruru mendekat dan kemudian, ia memberi tahu arah sekolah
Sakura pada Haruki. Mudah-mudahan Haruki tidak salah jalan, nantinya.
"Aku harap kau tidak salah jalan, Haruki"
"Tenang. Aku tidak akan salah jalan, arigatou"
ucapnya.
"Semoga kau beruntung."
Setelah Haruki sudah benar-benar tidak terlihat. Paruru
menunjukan wajah masamnya, dia mengingat sesuatu. Entah kenapa, pikiran itu
terlintas begitu saja di pikirannya.
Kedua orang tuanya.
Apa mereka, masih membenci dirinya? Apa mereka, masih tidak
mau menerimanya? Paruru sangat ingin, di peluk oleh mamanya. Tapi, kenapa
mereka tidak pernah menyayangi dirinya sama sekali? Apa mungkin, kedua orang
tuanya masih tidak ingin mengakuinya?
Tapi, Paruru sudah sembuh sekarang. Bahkan, dia normal
seperti anak yang lain. Dia masih ingin merasakan di sayang oleh kedua orang
tuanya. Itu adalah keinginan seorang anak. Apa itu salah? Tidak, itu tidak
salah sama sekali. Semua anak pastinya, menginginkan kasih sayang dari kedua
orang tuanya.
"Apa
aku masih tidak diharapkan?" tanyanya sendiri.
Dia mengingat kejadian tadi malam. Atsuko, kakak pertamanya
itu sudah menjelaskan kepadanya, atas semua yang terjadi selama Paruru berada
di Fukuoka.
Atsuko menceritakan, jika kedua orang tuanya bangkrut.
Sebenarnya, itu hanyalah rencana Atsuko untuk membuat kedua orang tuanya sadar.
Tapi, sampai sekarang juga kedua orang tuanya tidak pernah menunjukan jika
mereka sudah berubah.
"Paru" dia menoleh.
"Nee-chan"
sapanya tersenyum.
"Kau kenapa? Kelihatannya, kau sedang memikirkan
sesuatu? Apa yang kau pikirkan sayang?" tanya Atsuko.
"Aku hanya sedang memikirkan nasib kedua orang tua kita, nee-chan"
jujurnya sambil menunduk.
Atsuko mendesah. Kemudian, ia mendekap Paruru dalam
pelukannya. Ia tahu, apa yang ada di pikiran adiknya sekarang ini. Pastinya,
Paruru membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya. Namun, kedua orang tua
mereka masih belum bisa menerima adik keduanya itu.
"Sabar ya, Paru? Mayu dan Sakura, masih berusaha membuat
kedua orang tua kita kembali menerimamu" Atsuko mengecup pucuk kepala
adiknya.
"Hai. Apa aku
memang tidak pantas untuk menjadi keluarga Shimazaki, nee-chan?"
"Sstt.... jangan bicara seperti itu! Kau adalah adikku
yang sangat aku sayangi, kau adalah adik yang sangat baik di dunia ini, Paru.
Aku, Mayu dan Sakura menyayangimu. Jangan berbicara seperti itu, lagi!"
kata Atsuko.
"Arigatou, onee-chan"
"Untukmu, apa pun akan aku lakukan Paru" Paruru
semakin mengeratkan pelukannya.
***
"Jadi,
ini rumah sakit tempatmu bekerja?"
"Hai. Apa kau
berniat untuk bekerja di sini, Natsumi?" tanya Yuki pada Natsumi.
"Hmm.... aku sangat suka dengan rumah sakit ini, dan
sepertinya aku akan betah bekerja di sini" kata Natsumi membalas.
"Kalau begitu, pindah saja di sini dan bekerjalah
denganku di rumah sakit ini" tawar Yuki.
"Bisa aku atur nanti" kata Natsumi membalas.
"Ayo!" Natsumi mengangguk.
Mereka berjalan ke arah ruangan Yuki, namun di perjalanan,
Natsumi berhenti. Ia teringat sesuatu, dan sesuatu itu sepertinya, tertinggal
di mobil.
"Ada apa?" tanya Yuki heran.
"Sepertinya, ponselku tertinggal di mobilmu" kata
Natsumi.
"Lalu?"
"Aku akan mengambilnya, kau pergi saja dulu!" kata
Natsumi.
"Aku akan menunggumu di sini"
"Hai. Hanya
sebentar" Yuki mengangguk.
Natsumi keluar dari rumah sakit itu. Ia mengambil ponselnya
yang tertinggal di mobil Yuki. Ia menemukan ponselnya yang tergeletak di kursi
mobil. Syukurlah, jadi ponselnya tidak hilang. Ia pikir, ponselnya hilang.
Ketika ia hendak masuk kembali ke dalam rumah sakit, langkah
kakinya tertahan. Ia menoleh, dan melihat seseorang yang tengah berlari. Entah
kenapa, Natsumi penasaran dengan wanita paruh baya itu.
"Nona, tolong saya!" kata wanita paruh baya itu.
"Memang ada apa, bibi?" tanyanya heran.
"Ada yang mengejar saya." Natsumi menoleh dan
menemukan orang-orang yang sekarang berlarian menghampiri mereka dan wanita
paruh baya itu.
"Hei... dasar maling" ketus salah satu orang itu.
"Ada apa ini?" tanya Natsumi.
"Ibu-ibu itu maling, makanya kita kejar dia!" kata
orang itu membalas.
"Saya bukan maling!" timpal perempuan paruh baya
itu tidak terima.
"Jelas-jelas sudah ada buktinya!"
"Mana buktinya?" tanya Natsumi.
Orang-orang itu melihat perempuan paruh baya itu. Mereka
seperti mencari sesuatu dari wanita itu, namun mereka tidak melihat barang yang
mereka lihat sebelumnya. Aneh.
"Aneh! Kenapa, barangnya tidak ada di tangannya
lagi?" tanya salah satu dari mereka.
"Tidak ada bukan? Sekarang, kalian bubar saja. Jangan lagi,
menganggap orang maling, sebelum kalian benar-benar tahu kebenarannya!"
kata Natsumi yang langsung membuat orang-orang itu pergi.
Perempuan paruh baya itu menghela nafas lega. Ia tersenyum,
karena akhirnya ia selamat juga dari kejaran orang-orang itu.
Natsumi menoleh melihat perempuan paruh baya itu, ia
tersenyum dan langsung di balas dengan senyuman oleh perempuan itu. Jika
dilihat dari wajah perempuan itu, perempuan itu seperti mengingatkannya pada
seseorang. Tapi, siapa?
"Terima kasih, nak" kata perempuan itu.
"Sama-sama bibi. Tapi, kenapa bibi bisa dikejar seperti
tadi?" tanya Natsumi sopan.
"Biasa, mereka salah paham" Natsumi hanya
mengangguk membalasnya.
Natsumi menoleh, ketika ada anak yang memanggil dirinya. Ia
melihat anak itu. Dari bajunya, ia yakin anak itu hanyalah anak orang miskin.
Tangan anak itu diangkat, seperti meminta sesuatu dari Natsumi.
"To-to-lo-long sa-sa-ya, nee-chan.
Su-su-da-dah be-be-be-ra-ra-pa ha-ha-ri i-i-ni, sa-sa-ya ti-ti-dak
ma-ma-kan" kata anak itu memelas.
"Kasihan sekali" kata Natsumi iba.
Natsumi mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Beberapa lembar
uang kertas, dan ia langsung memberikannya pada anak itu. Anak itu tersenyum,
dan langsung menerima uang yang di berikan Natsumi padanya.
"A-a-ri-ga-ga-tou, nee-chan"
"Sama-sama. Oh iya, kau gagap?" anak itu
mengangguk.
"I-i-ya, su-su-dah da-da-ri ke-ke-ci-cil" kata anak
itu membalas.
"Dimana kedua orang tuamu?" tanya Natsumi lagi.
"A-a-ku hi-hi-dup se-sen-di-ri"
"Ah... gomen. Aku benar-benar tidak tahu" anak
itu mengangguk sambil tersenyum membalasnya.
"Ti-ti-dak ma-ma-sa-sa-lah"
"Oh iya, bagaimana jika kau aku rawat?" tanya
Natsumi menawarkan.
"Eh?" anak itu terheran.
"Aku akan merawatmu sampai kau bisa berbicara
lancar" kata Natsumi tersenyum.
"Ho-hon-to?" tanya anak itu antusias.
"Tentu saja. Mau?" anak itu mengangguk membalasnya.
Perempuan paruh baya itu, hanya menatap Natsumi aneh.
Padahal, Natsumi kaya dan gadis itu juga sangat cantik. Tapi, kenapa gadis itu
mau saja merawat anak gagap seperti anak itu? Pertanyaan itu, terlintas begitu
saja di pikiran perempuan paruh baya itu.
"Apa kau tidak akan susah, untuk merawat anak gagap
ini?" Natsumi menoleh dan ia tersenyum.
"Tentu tidak bibi. Aku sangat senang, merawat
seseorang." Kata Natsumi.
"Anak gagap seperti dia, hanya bisanya menyusahkan
keluarga mereka" balas perempuan itu membuat Natsumi mengkerutkan
keningnya heran.
"Bibi, di dunia ini tidak ada kata mengeluh untuk kita
berbuat baik, kepada seseorang" kata Natsumi menjelaskan.
"Kau yakin sekali" perempuan itu heran.
"Tentu saja. Karena, aku selalu membantu mereka dengan
ikhlas dan tanpa mengeluh. Bahkan, aku pernah merawat temanku yang gagap sampai
sembuh." Kata Natsumi tersenyum.
"Aku bahkan mempunyai seorang anak gagap, tapi aku
membencinya" kata perempuan itu.
"Bibi, tidak baik jika bibi membenci anak bibi sendiri!
Anak yang lahir di dunia ini semuanya suci, dan anak itu pastinya membutuhkan
kasih sayang keluarganya" kata Natsumi menjelaskan.
"Apa bibi, tidak pernah memikirkan jika anak bibi itu
membutuhkan kasih sayang dari keluarganya?" kata Natsumi bertanya.
"Maksudmu?" tanya perempuan itu tidak mengerti.
"Semua anak yang ditelantarkan oleh kedua orang tuanya
itu, pastinya akan merasakan sakit. Mereka, tidak pernah merasakan kebahagiaan.
Mereka, hanya menginginkan kasih sayang dari kedua orang tuanya dan
keluarganya."
"I-i-tu
be-be-nar" kata anak yang berada di samping Natsumi, dan di balas senyum
oleh Natsumi.
"Bibi, pikirkankanlah baik-baik secara jernih. Jangan
dengarkan kata-kata orang yang membicarakan keluarga bibi, tapi lihatlah anak
bibi sendiri. Dia pastinya membutuhkan kasih sayang dari bibi"
Perempuan itu hanya diam, ketika mendengarkan ucapan Natsumi.
Ada setitik perasaan yang perempuan itu rasakan. Entah rasa apa itu? Hanya perempuan
paruh baya itu, yang merasakannya. Wajah perempuan itu, terbilang sangat sedih,
dan mungkin ada rasa sesal.
"Bibi, luka yang berada di lututmu perlu di obati"
kata Natsumi melihat luka yang berada di lutut perempuan itu.
"Ini..."
"Tunggu, aku akan kembali. Kau tunggu di sini ya?"
anak itu mengangguk membalasnya.
Natsumi kembali ke dalam dan ia menemukan Yuki yang masih
berdiri di tempat tadi. Natsumi segera menghampiri gadis itu dan langsung
bertanya.
"Apa di sini ada obat luka?" tanyanya langsung.
"Ada. Tapi, untuk apa?" tanya Yuki heran.
"Ada seseorang yang terluka di luar" Yuki mengerti
dan langsung pergi.
Yuki kembali dengan membawa apa yang dipinta oleh Natsumi
tadi. Yuki memberikannya pada Natsumi. Gadis itu tersenyum dan berterima kasih.
"Terima kasih. Kau ke ruanganmu saja, nanti aku akan
menyusul"
"Baik. Tapi, jika kau tidak tahu, tanyakan saja pada
pegawai di sini" Natsumi langsung mengangguk membalasnya.
Natsumi kembali keluar dari rumah sakit, dan menemukan
perempuan paruh baya itu yang masih berdiri bersama dengan anak yang tadi. Ia
menghampiri keduanya.
"Bibi! Ayo, aku akan mengobati luka bibi"
panggilnya.
"Arigatou"
"Sama-sama bibi" kata Natsumi dan mereka duduk di
tempat duduk yang ada di rumah sakit itu, dan Natsumi mulai mengobati luka
perempuan paruh baya itu.
"Apa kau seorang dokter?" tanya perempuan itu pada
Natsumi.
"Hai. Aku seorang
dokter di Fukuoka, tapi mungkin akan bekerja di rumah sakit ini" kata
Natsumi membalas.
"Siapa namamu?" tanya perempuan itu lagi.
"Kodama Natsumi. Siapa nama bibi?" tanya Natsumi.
"Shimazaki Haruna" kata perempuan itu membalas.
"Lalu siapa namamu, anak manis?" tanya Natsumi pada
anak itu.
"O-wa-wa-da Na-na-na" kata gadis itu membalas.
"Soukka!"
***
"Arigatou, Haruki!"
"Sama-sama, Sakura" kata Haruki membalas.
Malam mungkin, sudah menunjukan pukul 9 lebih 30 menit.
Haruki, ternyata dia juga mengantarkan Sakura pulang sampai ke rumah gadis itu.
Sebenarnya, Sakura ingin sekali menginap di rumah Yuki, karena sejujurnya dia
masih merindukan Paruru.
Tapi, dia masih menahan egonya. Ia tidak ingin, meninggalkan
keluarganya. Toh, besok dia masih bisa melihat Paruru, karena besok adalah hari
liburnya. Dia bisa bersama Mayu pergi ke rumah Yuki, untuk melihat kakak
ketiganya.
"Haruki"
"Hai?"
"Besok, kau bisa kemari lagi?" tanya Sakura.
"Aku akan selalu mengantarmu kemana pun kamu pergi"
kata Haruki membuat Sakura tersenyum malu.
"Aku ingin ke rumah Yuki sensei, bersama Mayu nii-chan"
balanya kemudian.
"Baik, aku akan membawa mobil kalau begitu" kata
Haruki membalas.
"Memang kau bisa memakai mobil?" tanya Sakura
heran.
"Tentu saja bisa. Sudah, sana kau pulang, nanti kau
sakit lagi karena kedinginan"
"Hai. Sekali lagi,
terima kasih" Haruki mengangguk.
"Good Night,
Sakura. Besok, aku akan kemari untuk menjemputmu"
"Aku menunggumu" Haruki mengangguk.
Sakura berbalik dan kemudian, ia berjalan menuju rumahnya. Ia
tersenyum, melihat perlakuan Haruki yang sangat baik kepadanya. Itu benar-benar
membuatnya sangat nyaman.
Pemuda yang sangat baik dan
tampan. Dia juga sangat manis.
Dia masuk ke dalam rumahnya. Dia menemukan ibunya yang duduk
di kursi kayu. Ia lega, karena malam ini tidak ada perdebatan antara kedua
orang tuanya.
"Ibu" panggilnya.
"Kau sudah pulang?" Sakura mengangguk dan duduk di
samping ibunya.
"Ibu kenapa?" tanya Sakura yang menyadari sikap ibunya.
"Tidak ada, ibu hanya pusing" kata ibunya membalas.
"Ibu, aku tahu ibu sangat membenci Haruka nee-chan.
Tapi, setidaknya lihatlah nee-chan. Dia membutuhkan ibu dan ayah, dan
aku juga merindukan di saat-saat kita berkumpul lagi seperti dulu. Aku merindukan
semua itu, ibu" kata Sakura panjang lebar.
Ibunya masih terdiam. Ibu mengingat sesuatu. Perkataan gadis
bernama Kodama Natsumi, masih terngiang di kepalanya. Itu hanya kata-kata, tapi
entah kenapa kata-kata gadis itu bisa membuatnya seperti ini.
Mungkinkah, dia luluh dan menerima anak ketiganya? Dia belum
tahu, dia sama sekali belum tahu apa yang ada di dalam hatinya sekarang ini.
Tapi, ia memang merasakan ada suatu perasaan yang berbeda dari hatinya. Ia
harus tahu, perasaan apa itu.
***
Haruki
masuk ke dalam rumah. Ia menemukan sang kakak yang tengah berbicara dengan
seorang gadis yang sama sekali tidak ia kenal. Haruki mendekat.
"Nee-chan, siapa
dia?"
"Owada Nana. Dia gagap, maka dari itu nee-chan,
meminta Yuki untuk memperbolehkan dirinya untuk tinggal di sini agar aku bisa
merawatnya"
"Soukka!"
"Lalu, kau sendiri dari mana?" tanya kakaknya.
"Baru saja aku mengantarkan Sakura pulang, dan aku
langsung pulang"
"Sakura?" Haruki mengangguk.
"Aku jatuh hati dengannya" kata Haruki.
"Pantas saja, kau selalu memperhatikan Sakura waktu
itu" Haruki hanya tersenyum mendengarnya.
"Aku ke dalam dulu, nee-chan" Natsumi mengangguk.
***
~Atsuko
Pov~
Malam yang indah, tapi justruh aku merasakan suatu firasat
lagi. Firasat ini sangat berbeda dari firasat kemarin, ketika Paruru akan
pulang. Beda sekali.
Apa yang akan terjadi besok? Kenapa, aku tidak tenang seperti
ini? Aku menoleh dan melihat Paruru yang sudah tertidur sangat lelap. Apa ini
tentang dia? Aku harap, tidak akan terjadi sesuatu yang aneh-aneh padanya.
Aku duduk di sebelahnya. Aku mengelus kepalanya dengan
lembut. Sayang, aku harap tidak akan terjadi padamu. Aku sangat menyayangimu,
Paru. Aku tidak ingin lagi kau mendapat masalah. Aku harap, kau selalu
baik-baik saja.
Aku akan selalu menjamu, sayang. Aku berjanji. Aku tidak akan
membiarkan seseorang menyentuhmu dengan cara yang kasar lagi. Aku mencium
keningnya dengan lembut dan kemudian, aku terbaring di sebelahnya. Tidur dengan
posisi memeluk tubuhnya dengan sangat erat.
To Be Continue....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar