Sabtu, 21 Mei 2016

Story Of My Life (Chapter 16)

Title : Story Of My Life Chapter 16
Author : Rena-chan
Genre : Gender-bender, Sad, Family, Love, 

Main cast :
  • Shimazaki Haruka 
  • Shimazaki Atsuko 
  • Shimazaki Mayu 
  • Shimazaki Sakura
Support Cast :
  • Matsui Rena 
  • Takahashi Kai 
  • Yokoyama Yui 
  • And Others

Happy Reading All...

~---0---~




Paruru melangkah keluar rumah. Dia menemukan Haruki yang sekarang tengah bermain bola baksetnya. Dia mendekati pemuda itu yang tengah asyik bermain sendiri. Di rumah Yuki, memang hanya Haruki yang laki-laki.
Ketika bola terlempar, Paruru mendapatkan bola itu. Haruki memandangnya dan kemudian mendekatinya. 

"Paru, kenapa kau keluar?" tanya Haruki.
"Memang tidak boleh?" tanya Paru balik.
"Boleh sih." Kata Haruki sambil menggaruk kepala bagian belakang yang tidak gatal.

Paruru hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Haruki. Paruru mengambil sesuatu dari sakunya, dan kemudian memberikan sesuatu itu kepada Haruki. Haruki hanya bisa memandangnya aneh dan mengambil benda itu.

"Kunci apa ini?" tanya Haruki tidak mengerti.
"Motor" balas Paruru singkat.
"For What?" tanya Haruki bingung.
"Sekarang pastinya Sakura sudah menunggumu" hanya itu balasan Paruru kepada Haruki.
"Sakura?" Paruru mengangguk.
"Berangkat sekarang ke sekolahnya. Dia akan bekerja sebentar lagi. Ah.. iya, itu kunci motor Yuki sensei, motornya ada di garasi" kata Paruru tersenyum.

Haruki mengangguk mantap. Ia berbalik dan hendak pergi meninggalkan Paruru, namun dia mengingat sesuatu dan kembali berbalik pada Paruru.
"Sekolah adikmu di mana?" tanya Haruki.
Paruru mendekat dan kemudian, ia memberi tahu arah sekolah Sakura pada Haruki. Mudah-mudahan Haruki tidak salah jalan, nantinya. 

"Aku harap kau tidak salah jalan, Haruki"
"Tenang. Aku tidak akan salah jalan, arigatou" ucapnya.
"Semoga kau beruntung." 

Setelah Haruki sudah benar-benar tidak terlihat. Paruru menunjukan wajah masamnya, dia mengingat sesuatu. Entah kenapa, pikiran itu terlintas begitu saja di pikirannya.
Kedua orang tuanya.
Apa mereka, masih membenci dirinya? Apa mereka, masih tidak mau menerimanya? Paruru sangat ingin, di peluk oleh mamanya. Tapi, kenapa mereka tidak pernah menyayangi dirinya sama sekali? Apa mungkin, kedua orang tuanya masih tidak ingin mengakuinya? 

Tapi, Paruru sudah sembuh sekarang. Bahkan, dia normal seperti anak yang lain. Dia masih ingin merasakan di sayang oleh kedua orang tuanya. Itu adalah keinginan seorang anak. Apa itu salah? Tidak, itu tidak salah sama sekali. Semua anak pastinya, menginginkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
"Apa aku masih tidak diharapkan?" tanyanya sendiri.
Dia mengingat kejadian tadi malam. Atsuko, kakak pertamanya itu sudah menjelaskan kepadanya, atas semua yang terjadi selama Paruru berada di Fukuoka. 

Atsuko menceritakan, jika kedua orang tuanya bangkrut. Sebenarnya, itu hanyalah rencana Atsuko untuk membuat kedua orang tuanya sadar. Tapi, sampai sekarang juga kedua orang tuanya tidak pernah menunjukan jika mereka sudah berubah.

"Paru" dia menoleh.
"Nee-chan" sapanya tersenyum.
"Kau kenapa? Kelihatannya, kau sedang memikirkan sesuatu? Apa yang kau pikirkan sayang?" tanya Atsuko.
"Aku hanya sedang memikirkan nasib kedua orang tua kita, nee-chan" jujurnya sambil menunduk.

Atsuko mendesah. Kemudian, ia mendekap Paruru dalam pelukannya. Ia tahu, apa yang ada di pikiran adiknya sekarang ini. Pastinya, Paruru membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya. Namun, kedua orang tua mereka masih belum bisa menerima adik keduanya itu.

"Sabar ya, Paru? Mayu dan Sakura, masih berusaha membuat kedua orang tua kita kembali menerimamu" Atsuko mengecup pucuk kepala adiknya.
"Hai. Apa aku memang tidak pantas untuk menjadi keluarga Shimazaki, nee-chan?"
"Sstt.... jangan bicara seperti itu! Kau adalah adikku yang sangat aku sayangi, kau adalah adik yang sangat baik di dunia ini, Paru. Aku, Mayu dan Sakura menyayangimu. Jangan berbicara seperti itu, lagi!" kata Atsuko.
"Arigatou, onee-chan"
"Untukmu, apa pun akan aku lakukan Paru" Paruru semakin mengeratkan pelukannya.

***

"Jadi, ini rumah sakit tempatmu bekerja?" 
"Hai. Apa kau berniat untuk bekerja di sini, Natsumi?" tanya Yuki pada Natsumi.
"Hmm.... aku sangat suka dengan rumah sakit ini, dan sepertinya aku akan betah bekerja di sini" kata Natsumi membalas.
"Kalau begitu, pindah saja di sini dan bekerjalah denganku di rumah sakit ini" tawar Yuki.
"Bisa aku atur nanti" kata Natsumi membalas.
"Ayo!" Natsumi mengangguk.

Mereka berjalan ke arah ruangan Yuki, namun di perjalanan, Natsumi berhenti. Ia teringat sesuatu, dan sesuatu itu sepertinya, tertinggal di mobil.

"Ada apa?" tanya Yuki heran.
"Sepertinya, ponselku tertinggal di mobilmu" kata Natsumi.
"Lalu?"
"Aku akan mengambilnya, kau pergi saja dulu!" kata Natsumi.
"Aku akan menunggumu di sini"
"Hai. Hanya sebentar" Yuki mengangguk.

Natsumi keluar dari rumah sakit itu. Ia mengambil ponselnya yang tertinggal di mobil Yuki. Ia menemukan ponselnya yang tergeletak di kursi mobil. Syukurlah, jadi ponselnya tidak hilang. Ia pikir, ponselnya hilang.
Ketika ia hendak masuk kembali ke dalam rumah sakit, langkah kakinya tertahan. Ia menoleh, dan melihat seseorang yang tengah berlari. Entah kenapa, Natsumi penasaran dengan wanita paruh baya itu. 

"Nona, tolong saya!" kata wanita paruh baya itu.
"Memang ada apa, bibi?" tanyanya heran.
"Ada yang mengejar saya." Natsumi menoleh dan menemukan orang-orang yang sekarang berlarian menghampiri mereka dan wanita paruh baya itu.
"Hei... dasar maling" ketus salah satu orang itu.
"Ada apa ini?" tanya Natsumi.
"Ibu-ibu itu maling, makanya kita kejar dia!" kata orang itu membalas.
"Saya bukan maling!" timpal perempuan paruh baya itu tidak terima.
"Jelas-jelas sudah ada buktinya!"
"Mana buktinya?" tanya Natsumi.

Orang-orang itu melihat perempuan paruh baya itu. Mereka seperti mencari sesuatu dari wanita itu, namun mereka tidak melihat barang yang mereka lihat sebelumnya. Aneh.

"Aneh! Kenapa, barangnya tidak ada di tangannya lagi?" tanya salah satu dari mereka.
"Tidak ada bukan? Sekarang, kalian bubar saja. Jangan lagi, menganggap orang maling, sebelum kalian benar-benar tahu kebenarannya!" kata Natsumi yang langsung membuat orang-orang itu pergi.

Perempuan paruh baya itu menghela nafas lega. Ia tersenyum, karena akhirnya ia selamat juga dari kejaran orang-orang itu. 
Natsumi menoleh melihat perempuan paruh baya itu, ia tersenyum dan langsung di balas dengan senyuman oleh perempuan itu. Jika dilihat dari wajah perempuan itu, perempuan itu seperti mengingatkannya pada seseorang. Tapi, siapa?

"Terima kasih, nak" kata perempuan itu.
"Sama-sama bibi. Tapi, kenapa bibi bisa dikejar seperti tadi?" tanya Natsumi sopan.
"Biasa, mereka salah paham" Natsumi hanya mengangguk membalasnya.

Natsumi menoleh, ketika ada anak yang memanggil dirinya. Ia melihat anak itu. Dari bajunya, ia yakin anak itu hanyalah anak orang miskin. Tangan anak itu diangkat, seperti meminta sesuatu dari Natsumi.

"To-to-lo-long sa-sa-ya, nee-chan. Su-su-da-dah be-be-be-ra-ra-pa ha-ha-ri i-i-ni, sa-sa-ya ti-ti-dak ma-ma-kan" kata anak itu memelas.
"Kasihan sekali" kata Natsumi iba.

Natsumi mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Beberapa lembar uang kertas, dan ia langsung memberikannya pada anak itu. Anak itu tersenyum, dan langsung menerima uang yang di berikan Natsumi padanya.

"A-a-ri-ga-ga-tou, nee-chan"
"Sama-sama. Oh iya, kau gagap?" anak itu mengangguk.
"I-i-ya, su-su-dah da-da-ri ke-ke-ci-cil" kata anak itu membalas.
"Dimana kedua orang tuamu?" tanya Natsumi lagi.
"A-a-ku hi-hi-dup se-sen-di-ri" 
"Ah... gomen. Aku benar-benar tidak tahu" anak itu mengangguk sambil tersenyum membalasnya.
"Ti-ti-dak ma-ma-sa-sa-lah" 
"Oh iya, bagaimana jika kau aku rawat?" tanya Natsumi menawarkan.
"Eh?" anak itu terheran.
"Aku akan merawatmu sampai kau bisa berbicara lancar" kata Natsumi tersenyum.
"Ho-hon-to?" tanya anak itu antusias.
"Tentu saja. Mau?" anak itu mengangguk membalasnya.

Perempuan paruh baya itu, hanya menatap Natsumi aneh. Padahal, Natsumi kaya dan gadis itu juga sangat cantik. Tapi, kenapa gadis itu mau saja merawat anak gagap seperti anak itu? Pertanyaan itu, terlintas begitu saja di pikiran perempuan paruh baya itu.

"Apa kau tidak akan susah, untuk merawat anak gagap ini?" Natsumi menoleh dan ia tersenyum.
"Tentu tidak bibi. Aku sangat senang, merawat seseorang." Kata Natsumi.
"Anak gagap seperti dia, hanya bisanya menyusahkan keluarga mereka" balas perempuan itu membuat Natsumi mengkerutkan keningnya heran.
"Bibi, di dunia ini tidak ada kata mengeluh untuk kita berbuat baik, kepada seseorang" kata Natsumi menjelaskan.
"Kau yakin sekali" perempuan itu heran.
"Tentu saja. Karena, aku selalu membantu mereka dengan ikhlas dan tanpa mengeluh. Bahkan, aku pernah merawat temanku yang gagap sampai sembuh." Kata Natsumi tersenyum.
"Aku bahkan mempunyai seorang anak gagap, tapi aku membencinya" kata perempuan itu.
"Bibi, tidak baik jika bibi membenci anak bibi sendiri! Anak yang lahir di dunia ini semuanya suci, dan anak itu pastinya membutuhkan kasih sayang keluarganya" kata Natsumi menjelaskan.
"Apa bibi, tidak pernah memikirkan jika anak bibi itu membutuhkan kasih sayang dari keluarganya?" kata Natsumi bertanya.
"Maksudmu?" tanya perempuan itu tidak mengerti.
"Semua anak yang ditelantarkan oleh kedua orang tuanya itu, pastinya akan merasakan sakit. Mereka, tidak pernah merasakan kebahagiaan. Mereka, hanya menginginkan kasih sayang dari kedua orang tuanya dan keluarganya."
"I-i-tu be-be-nar" kata anak yang berada di samping Natsumi, dan di balas senyum oleh Natsumi.
"Bibi, pikirkankanlah baik-baik secara jernih. Jangan dengarkan kata-kata orang yang membicarakan keluarga bibi, tapi lihatlah anak bibi sendiri. Dia pastinya membutuhkan kasih sayang dari bibi"

Perempuan itu hanya diam, ketika mendengarkan ucapan Natsumi. Ada setitik perasaan yang perempuan itu rasakan. Entah rasa apa itu? Hanya perempuan paruh baya itu, yang merasakannya. Wajah perempuan itu, terbilang sangat sedih, dan mungkin ada rasa sesal.

"Bibi, luka yang berada di lututmu perlu di obati" kata Natsumi melihat luka yang berada di lutut perempuan itu.
"Ini..."
"Tunggu, aku akan kembali. Kau tunggu di sini ya?" anak itu mengangguk membalasnya.

Natsumi kembali ke dalam dan ia menemukan Yuki yang masih berdiri di tempat tadi. Natsumi segera menghampiri gadis itu dan langsung bertanya.

"Apa di sini ada obat luka?" tanyanya langsung.
"Ada. Tapi, untuk apa?" tanya Yuki heran.
"Ada seseorang yang terluka di luar" Yuki mengerti dan langsung pergi.

Yuki kembali dengan membawa apa yang dipinta oleh Natsumi tadi. Yuki memberikannya pada Natsumi. Gadis itu tersenyum dan berterima kasih.

"Terima kasih. Kau ke ruanganmu saja, nanti aku akan menyusul"
"Baik. Tapi, jika kau tidak tahu, tanyakan saja pada pegawai di sini" Natsumi langsung mengangguk membalasnya.

Natsumi kembali keluar dari rumah sakit, dan menemukan perempuan paruh baya itu yang masih berdiri bersama dengan anak yang tadi. Ia menghampiri keduanya.

"Bibi! Ayo, aku akan mengobati luka bibi" panggilnya.
"Arigatou"
"Sama-sama bibi" kata Natsumi dan mereka duduk di tempat duduk yang ada di rumah sakit itu, dan Natsumi mulai mengobati luka perempuan paruh baya itu.
"Apa kau seorang dokter?" tanya perempuan itu pada Natsumi.
"Hai. Aku seorang dokter di Fukuoka, tapi mungkin akan bekerja di rumah sakit ini" kata Natsumi membalas.
"Siapa namamu?" tanya perempuan itu lagi.
"Kodama Natsumi. Siapa nama bibi?" tanya Natsumi.
"Shimazaki Haruna" kata perempuan itu membalas.
"Lalu siapa namamu, anak manis?" tanya Natsumi pada anak itu.
"O-wa-wa-da Na-na-na" kata gadis itu membalas.
"Soukka!"

***

"Arigatou, Haruki!"
"Sama-sama, Sakura" kata Haruki membalas.

Malam mungkin, sudah menunjukan pukul 9 lebih 30 menit. Haruki, ternyata dia juga mengantarkan Sakura pulang sampai ke rumah gadis itu. Sebenarnya, Sakura ingin sekali menginap di rumah Yuki, karena sejujurnya dia masih merindukan Paruru.
Tapi, dia masih menahan egonya. Ia tidak ingin, meninggalkan keluarganya. Toh, besok dia masih bisa melihat Paruru, karena besok adalah hari liburnya. Dia bisa bersama Mayu pergi ke rumah Yuki, untuk melihat kakak ketiganya.

"Haruki"
"Hai?"
"Besok, kau bisa kemari lagi?" tanya Sakura.
"Aku akan selalu mengantarmu kemana pun kamu pergi" kata Haruki membuat Sakura tersenyum malu.
"Aku ingin ke rumah Yuki sensei, bersama Mayu nii-chan" balanya kemudian.
"Baik, aku akan membawa mobil kalau begitu" kata Haruki membalas.
"Memang kau bisa memakai mobil?" tanya Sakura heran.
"Tentu saja bisa. Sudah, sana kau pulang, nanti kau sakit lagi karena kedinginan"
"Hai. Sekali lagi, terima kasih" Haruki mengangguk.
"Good Night, Sakura. Besok, aku akan kemari untuk menjemputmu"
"Aku menunggumu" Haruki mengangguk.

Sakura berbalik dan kemudian, ia berjalan menuju rumahnya. Ia tersenyum, melihat perlakuan Haruki yang sangat baik kepadanya. Itu benar-benar membuatnya sangat nyaman.
Pemuda yang sangat baik dan tampan. Dia juga sangat manis.
Dia masuk ke dalam rumahnya. Dia menemukan ibunya yang duduk di kursi kayu. Ia lega, karena malam ini tidak ada perdebatan antara kedua orang tuanya.

"Ibu" panggilnya.
"Kau sudah pulang?" Sakura mengangguk dan duduk di samping ibunya.
"Ibu kenapa?" tanya Sakura yang menyadari sikap ibunya.
"Tidak ada, ibu hanya pusing" kata ibunya membalas.
"Ibu, aku tahu ibu sangat membenci Haruka nee-chan. Tapi, setidaknya lihatlah nee-chan. Dia membutuhkan ibu dan ayah, dan aku juga merindukan di saat-saat kita berkumpul lagi seperti dulu. Aku merindukan semua itu, ibu" kata Sakura panjang lebar.

Ibunya masih terdiam. Ibu mengingat sesuatu. Perkataan gadis bernama Kodama Natsumi, masih terngiang di kepalanya. Itu hanya kata-kata, tapi entah kenapa kata-kata gadis itu bisa membuatnya seperti ini.
Mungkinkah, dia luluh dan menerima anak ketiganya? Dia belum tahu, dia sama sekali belum tahu apa yang ada di dalam hatinya sekarang ini. Tapi, ia memang merasakan ada suatu perasaan yang berbeda dari hatinya. Ia harus tahu, perasaan apa itu.

***

Haruki masuk ke dalam rumah. Ia menemukan sang kakak yang tengah berbicara dengan seorang gadis yang sama sekali tidak ia kenal. Haruki mendekat.

"Nee-chan, siapa dia?"
"Owada Nana. Dia gagap, maka dari itu nee-chan, meminta Yuki untuk memperbolehkan dirinya untuk tinggal di sini agar aku bisa merawatnya"
"Soukka!"
"Lalu, kau sendiri dari mana?" tanya kakaknya.
"Baru saja aku mengantarkan Sakura pulang, dan aku langsung pulang"
"Sakura?" Haruki mengangguk.
"Aku jatuh hati dengannya" kata Haruki.
"Pantas saja, kau selalu memperhatikan Sakura waktu itu" Haruki hanya tersenyum mendengarnya.
"Aku ke dalam dulu, nee-chan" Natsumi mengangguk.

***

~Atsuko Pov~

Malam yang indah, tapi justruh aku merasakan suatu firasat lagi. Firasat ini sangat berbeda dari firasat kemarin, ketika Paruru akan pulang. Beda sekali.
Apa yang akan terjadi besok? Kenapa, aku tidak tenang seperti ini? Aku menoleh dan melihat Paruru yang sudah tertidur sangat lelap. Apa ini tentang dia? Aku harap, tidak akan terjadi sesuatu yang aneh-aneh padanya.

Aku duduk di sebelahnya. Aku mengelus kepalanya dengan lembut. Sayang, aku harap tidak akan terjadi padamu. Aku sangat menyayangimu, Paru. Aku tidak ingin lagi kau mendapat masalah. Aku harap, kau selalu baik-baik saja.
Aku akan selalu menjamu, sayang. Aku berjanji. Aku tidak akan membiarkan seseorang menyentuhmu dengan cara yang kasar lagi. Aku mencium keningnya dengan lembut dan kemudian, aku terbaring di sebelahnya. Tidur dengan posisi memeluk tubuhnya dengan sangat erat. 



To Be Continue....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar