Kamis, 26 Mei 2016

May, I Love You ? (Chapter 09 - END)

Title : May, I Love You ? Chapter 09 END
Author : Rena-chan
Genre : Gender-bender, love, roman, Happy-End

Cast :
  • Matsui Rena
  • Matsui Jun
Support Cast :
  • Shimazaki Haruka
  • Matsui Yui

Happy Reading All.......


~---0---~




Hidup itu terkadang memang seperti sebuah sinetron, terkadang kita mempunyai akhir yang bahagia, terkadang juga menyedihkan. Jalan hidup itu memang sangat susah untuk di tebak. Terkadang kita di bawah terkadang juga kita berada di atas. Kau pernah merasakan semua itu? Apa yang kau lakukan ketika sebuah masalah datang? Kita akan menyelesaikannya dan menemukan akhir yang bahagia, bukan? Bahagia itu memang menjadi semua keinginan setiap insan di dunia ini. Hidup yang berakhir bahagia.

***

~Jun Pov~

"Hei, jagoan kecilku" sapaku pada Yui yang menutup kedua matanya.

Setelah kejadian itu, kata dokter dia kehilangan banyak darah dan setelah dia mendapat donor darah yang sama dengan darahnya, justruh sampai sekarang dia belum sadarkan diri. Aku selalu kemari menjenguknya, berharap dia membuka kedua matanya. Melihatnya tersenyum, adalah kebahagiaan untukku. Sungguh.

"Kau tahu Yui? Haruka merindukanmu, dia ingin bermain lagi denganmu seperti dulu, jadi bangunlah jagoan kecilku. Jangan tertidur terus menerus seperti ini. Kau tidak ingin lagi, melihat wajah tampan kakakmu ini?" 

Air mataku kembali mengalir dari kedua mataku. Entah sampai kapan, dia harus tertidur seperti ini. Satu minggu tidak membuka kedua matanya. Aku benar-benar khawatir dengannya. 

"Yui sayang, bangunlah" pekikku sambil terus menangis. Aku memang cengeng.
"Jun-kun" aku menoleh melihat Rena yang tengah menggendong Haruka.
"Papa, nii-chan sudah bangun?" 
"Belum sayang."
"Kenapa nii-chan sangat lama tertidur, papa?" tanyanya sambil menunjukan raut wajah sedihnya.
"Tenanglah, dia akan bangun sayang. Kau berdoa saja ya?" dia hanya mengangguk sedih.
"Sabar ya" kata Rena.
"Iya." aku menoleh melihat Yui yang masih memejamkan kedua matanya.

***

~Author Pov~

Haruka membuka pintu rumah, ketika ada yang mengetuk pintu. Ia mendongak melihat dua orang yang sekarang tersenyum kepadanya.

"Kakek nenek" sapanya riang.
"Hallo sayang, mama di mana?" tanya wanita paruh baya itu yang adalah ibu kandung Rena. Mereka sudah kembali.
"Mama ada di dalam, nek" kata Haruka tersenyum.

Wanita itu menggendong Haruka dan kemudian, mereka masuk di ikuti ayah Rena dari belakang. Mereka melihat Rena yang tengah berjalan, dan sekarang menyapa kedua orang tuanya dengan senyum di bibirnya yang merekah.

"Ayah ibu, syukurlah kalian sudah pulang" kata Rena tersenyum.
"Iya nak! Maaf ya, karena kami terlalu lama meninggalkan kalian"
"Tidak masalah ibu, aku dan Haruka baik-baik di sini. Iya kan, sayang?" Haruka mengangguk.
"Jadi, di mana laki-laki yang akan meminangmu, itu?" tanya ibunya. Ibu memang sudah tahu, karena Rena pernah mengabari kedua orang tuanya.
"Dia ada di rumah sakit, ibu. Adiknya kecelakaan, jadinya dia harus menemani adiknya terlebih dahulu" kata Rena.
"Mudah-mudahan adiknya cepat sembuh. Lalu, kapan kalian akan menikah?" tanya sang ayah.
"Ah... itu, sebenarnya satu bulan lagi. Tapi, karena adiknya belum sembuh, jadi di undur. Mungkin, sekitar 4 atau 5 bulan lagi. Apa ayah dan ibu setuju?" tanya Rena.
"Untuk kebahagiaanmu, kenapa tidak?" Rena tersenyum membalasnya.
"Terima kasih ayah ibu" kedua orang tuanya mengangguk.

***

~Rena Pov~

"Mama, kita ke rumah sakit, kan?" tanya Haruka yang langsung aku balas dengan anggukan.
"Iya sayang. Nii-chan, juga sudah sadar" balasku.

Baru saja, Jun mengabariku jika Yui sudah sadar. Padahal, aku akan mengajak Haruka berjalan-jalan, tapi sepertinya Haruka lebih memilih untuk menemui Yui, daripada berjalan-jalan. Aku rasa, dia merindukan teman kecilnya itu.

"Haruka"
"Iya mama, ada apa?" tanyanya menoleh kepadaku.
"Jika Haruka sudah besar nanti, Haruka mau menjadi teman hidup Yui nii-chan?" sebenarnya aku hanya iseng melontarkan pertanyaan ini kepada Haruka. 
Tapi, aku masih ingat dengan perkataan nyonya Matsui, yang akan menjodohkan Haruka dengan putranya Yui. Kalian tentunya masih ingat, bukan? 
"Haruka mau mama, Haruka selalu ingin menjadi teman Yui nii-chan" aku rasa dia masih menganggap teman biasa, bukan teman hidup yang aku maksudkan. Menikah, kau mengerti bukan?

Aku tidak lagi bertanya, aku hanya tersenyum melihatnya yang asyik dengan bonekanya. Aku kembali fokus menyetir. 
Dan setelah sampai, aku turun dan menurunkan Haruka dari mobil. Aku menggendongnya dan masuk ke dalam rumah sakit. Berjalan, menuju ke ruangan Yui. Setelah sampai di sana, aku melihat Yui dan Jun yang tengah bercengkrama.

"Nii-chan"
"Haruka, apa kabar?" tanya Yui. Nadanya masih lemah. Aku yakin, dia masih sakit sebenarnya. 
"Baik nii-chan. Nii-chan, akhirnya kau sadar juga." aku mendengar suaranya yang lega.

Aku mendekat dan melihat keadaan Yui. Wajahnya masih sangat pucat. Tapi, syukurlah, setidaknya dia sudah sadar, sekarang ini.

"Sensei"
"Sayang, akhirnya kau sadar juga. Masih sakit?" tanyaku.
"Iya sensei. Di pundak, masih sangat sakit" katanya.
"Banyak beristirahat ya? Jangan banyak gerak dulu" 
"Iya sensei"

Aku menurunkan Haruka dari gendonganku, dan aku menaruhnya di kamar. Dia duduk dan memandang Yui, dengan kedua matanya yang berbinar. Aku tidak pernah melihatnya yang sangat senang seperti ini.

"Kita bisa main lagi, nii-chan?"
"Tidak untuk sekarang, Haruka. Nii-chan, masih sakit" balasku padanya.
"Iya mama!" 

Aku menoleh melihat Jun. Dari wajahnya, dia hanya fokus menatap Yui. Bibirnya tersenyum simpul, mungkin, dia senang dengan Yui yang sudah sadar.

"Jun-kun" panggilku dan dia menoleh.
"Nani?" tanyanya.
"Ibu dan ayahku sudah datang, mereka ingin bertemu denganmu. Dan mereka juga sudah merestui hubungan kita yang akan menikah"
"Maaf ya, karena pernikahannya harus di undur?" ucapnya sesal.
"Tidak masalah. Aku mengerti dengan kondisimu, Jun-kun. Lagi pula, kau juga harus bertemu dengan ibu dan ayahku dulu, kan?" dia tersenyum dan mengangguk.
"Aku akan melamarmu di depan kedua orang tua kita" 
"Iya. Aku akan menunggu kedatanganmu, Jun-kun" dia tersenyum membalasnya.
"Aku akan menjadi pewaris juga di salah satu perusahaan ayah. Kata ayah, walau aku bukan anak kandung mereka, mereka masih mempercayaiku. Dan Yui, dia juga akan di tempatkan perusahaan ayah yang lain, di saat dia sudah berumur 22 tahun" katanya panjang lebar.
"Yokatta!" balasku.

***

4 bulan kemudian

Tiak terasa waktu begitu sangat cepat berlalu, dan sekarang aku sudah benar-benar menjadi istrinya. Yah... karena aku sudah menjadi istrinya, aku akan ikut bersamanya. Tinggal bersamanya, dan tentunya Haruka ikut bersamaku. 
Bukannya tidak percaya dengan kedua orang tuaku. Tapi, aku memang sangat menyayanginya. Selama satu tahun, ketika kedua orang tuaku pergi, aku yang menjaganya. Dan dia juga tidak mau berpisah dengan aku.

Malam pertama, aku terlebih dahulu untuk menimang Haruka. Dia benar-benar sangat lelah, dan tertidur dalam gendonganku begitu lelap. Aku harap, aku bisa cepat mengandung. Dengan begitu, dia akan memiliki seorang adik. 

"Sayang" aku mendongak melihat Jun yang datang.
"Nani?" tanyaku langsung.
"Apa Haruka sudah tidur?" tanyanya melihat Haruka.
"Sudah. Sepertinya, dia kelelahan" balasku padanya.
"Baringkan saja dia di kamar. Kau juga harus tidur" aku mengangguk.

Aku melangkah dan masuk ke dalam kamarnya. Aku membaringkan tubuh Haruka di kamar itu. Aku melihat wajah polosnya yang benar-benar sangat menggemaskan. Oyasumi sayang. Semoga kau bermimpi indah. Aku mengecup keningnya dengan lembut. Kemudian, aku meninggalkannya.
Aku kembali ke kamar dan mengganti bajuku dengan baju piyama. Setelah itu, terbaring di kamar. Aku menunggu Jun, yang masih di luar. Entah apa yang di lakukan olehnya.

"Sayang" 
"Ayo tidur. Kau harus bekerja bukan, besok?" tanyaku.
"Iya. Tapi, aku mau melakukan sesuatu padamu" dia tersenyum jahil.
"Jangan sekarang, aku lelah" aku tahu yang ada di pikirannya, maka dari itu aku langsung menolak.
"Yakin?" aku mengangguk.

Aku melihatnya yang terbaring di sebelahku. Kemudian, mendekatkan dirinya kepadaku. Semakin dekat, dan sekarang dia memelukku. 

"Jun-kun"
"Ayolah, aku ingin sekarang!" bisiknya tepat di telingaku.
"Besok. Setelah menjadi suami istri, kau menjadi seperti ini, ya? Aku sangat heran, kepadamu" keluhku.
"Tidak apa-apa, bukan?" dia menutupi tubuh kami dengan selimut. 
"Jun-kun...." teriakku ketika dia benar-benar melakukan semua itu kepadaku.

Dia membuatku ketagihan, dan aku hanya bisa pasrah. Dan akhinya, kita melewati malam yang mungkin sangat panjang. Desahanku dan teriakanku benar-benar menggema di kamar ini. Hingga kami kelelahan dan tertidur tanpa benang.


END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar