Title : May, I Love You ? Chapter 09 END
Author : Rena-chan
Genre : Gender-bender, love, roman, Happy-End
Cast :
- Matsui Rena
- Matsui Jun
Support Cast :
- Shimazaki Haruka
- Matsui Yui
~---0---~
Hidup
itu terkadang memang seperti sebuah sinetron, terkadang kita mempunyai akhir
yang bahagia, terkadang juga menyedihkan. Jalan hidup itu memang sangat susah
untuk di tebak. Terkadang kita di bawah terkadang juga kita berada di atas. Kau
pernah merasakan semua itu? Apa yang kau lakukan ketika sebuah masalah datang?
Kita akan menyelesaikannya dan menemukan akhir yang bahagia, bukan? Bahagia itu
memang menjadi semua keinginan setiap insan di dunia ini. Hidup yang berakhir
bahagia.
***
~Jun
Pov~
"Hei, jagoan kecilku" sapaku pada Yui yang menutup
kedua matanya.
Setelah kejadian itu, kata dokter dia kehilangan banyak darah
dan setelah dia mendapat donor darah yang sama dengan darahnya, justruh sampai
sekarang dia belum sadarkan diri. Aku selalu kemari menjenguknya, berharap dia
membuka kedua matanya. Melihatnya tersenyum, adalah kebahagiaan untukku.
Sungguh.
"Kau tahu Yui? Haruka merindukanmu, dia ingin bermain
lagi denganmu seperti dulu, jadi bangunlah jagoan kecilku. Jangan tertidur
terus menerus seperti ini. Kau tidak ingin lagi, melihat wajah tampan kakakmu
ini?"
Air mataku kembali mengalir dari kedua mataku. Entah sampai
kapan, dia harus tertidur seperti ini. Satu minggu tidak membuka kedua matanya.
Aku benar-benar khawatir dengannya.
"Yui sayang, bangunlah" pekikku sambil terus
menangis. Aku memang cengeng.
"Jun-kun" aku menoleh melihat Rena yang tengah
menggendong Haruka.
"Papa, nii-chan sudah bangun?"
"Belum sayang."
"Kenapa nii-chan sangat
lama tertidur, papa?" tanyanya sambil menunjukan raut wajah sedihnya.
"Tenanglah, dia akan bangun sayang. Kau berdoa saja
ya?" dia hanya mengangguk sedih.
"Sabar ya" kata Rena.
"Iya." aku menoleh melihat Yui yang masih
memejamkan kedua matanya.
***
~Author
Pov~
Haruka membuka pintu rumah, ketika ada yang mengetuk pintu.
Ia mendongak melihat dua orang yang sekarang tersenyum kepadanya.
"Kakek nenek" sapanya riang.
"Hallo sayang, mama di mana?" tanya wanita paruh
baya itu yang adalah ibu kandung Rena. Mereka sudah kembali.
"Mama ada di dalam, nek" kata Haruka tersenyum.
Wanita itu menggendong Haruka dan kemudian, mereka masuk di
ikuti ayah Rena dari belakang. Mereka melihat Rena yang tengah berjalan, dan
sekarang menyapa kedua orang tuanya dengan senyum di bibirnya yang merekah.
"Ayah ibu, syukurlah kalian sudah pulang" kata Rena
tersenyum.
"Iya nak! Maaf ya, karena kami terlalu lama meninggalkan
kalian"
"Tidak masalah ibu, aku dan Haruka baik-baik di sini.
Iya kan, sayang?" Haruka mengangguk.
"Jadi, di mana laki-laki yang akan meminangmu,
itu?" tanya ibunya. Ibu memang sudah tahu, karena Rena pernah mengabari
kedua orang tuanya.
"Dia ada di rumah sakit, ibu. Adiknya kecelakaan,
jadinya dia harus menemani adiknya terlebih dahulu" kata Rena.
"Mudah-mudahan adiknya cepat sembuh. Lalu, kapan kalian
akan menikah?" tanya sang ayah.
"Ah... itu, sebenarnya satu bulan lagi. Tapi, karena
adiknya belum sembuh, jadi di undur. Mungkin, sekitar 4 atau 5 bulan lagi. Apa
ayah dan ibu setuju?" tanya Rena.
"Untuk kebahagiaanmu, kenapa tidak?" Rena tersenyum
membalasnya.
"Terima kasih ayah ibu" kedua orang tuanya
mengangguk.
***
~Rena
Pov~
"Mama, kita ke rumah sakit, kan?" tanya Haruka yang
langsung aku balas dengan anggukan.
"Iya sayang. Nii-chan, juga sudah sadar" balasku.
Baru saja, Jun mengabariku jika Yui sudah sadar. Padahal, aku
akan mengajak Haruka berjalan-jalan, tapi sepertinya Haruka lebih memilih untuk
menemui Yui, daripada berjalan-jalan. Aku rasa, dia merindukan teman kecilnya
itu.
"Haruka"
"Iya mama, ada apa?" tanyanya menoleh kepadaku.
"Jika Haruka sudah besar nanti, Haruka mau menjadi teman
hidup Yui nii-chan?"
sebenarnya aku hanya iseng melontarkan pertanyaan ini kepada Haruka.
Tapi, aku masih ingat dengan perkataan nyonya Matsui, yang
akan menjodohkan Haruka dengan putranya Yui. Kalian tentunya masih ingat,
bukan?
"Haruka mau mama, Haruka selalu ingin menjadi teman Yui nii-chan"
aku rasa dia masih menganggap teman biasa, bukan teman hidup yang aku
maksudkan. Menikah, kau mengerti bukan?
Aku tidak lagi bertanya, aku hanya tersenyum melihatnya yang
asyik dengan bonekanya. Aku kembali fokus menyetir.
Dan setelah sampai, aku turun dan menurunkan Haruka dari
mobil. Aku menggendongnya dan masuk ke dalam rumah sakit. Berjalan, menuju ke
ruangan Yui. Setelah sampai di sana, aku melihat Yui dan Jun yang tengah
bercengkrama.
"Nii-chan"
"Haruka, apa kabar?" tanya Yui. Nadanya masih
lemah. Aku yakin, dia masih sakit sebenarnya.
"Baik nii-chan. Nii-chan, akhirnya kau sadar juga." aku
mendengar suaranya yang lega.
Aku mendekat dan melihat keadaan Yui. Wajahnya masih sangat
pucat. Tapi, syukurlah, setidaknya dia sudah sadar, sekarang ini.
"Sensei"
"Sayang, akhirnya kau sadar juga. Masih sakit?"
tanyaku.
"Iya sensei. Di pundak, masih sangat sakit"
katanya.
"Banyak beristirahat ya? Jangan banyak gerak
dulu"
"Iya sensei"
Aku menurunkan Haruka dari gendonganku, dan aku menaruhnya di
kamar. Dia duduk dan memandang Yui, dengan kedua matanya yang berbinar. Aku
tidak pernah melihatnya yang sangat senang seperti ini.
"Kita bisa main lagi, nii-chan?"
"Tidak untuk sekarang, Haruka. Nii-chan,
masih sakit" balasku padanya.
"Iya mama!"
Aku menoleh melihat Jun. Dari wajahnya, dia hanya fokus
menatap Yui. Bibirnya tersenyum simpul, mungkin, dia senang dengan Yui yang sudah
sadar.
"Jun-kun" panggilku dan dia menoleh.
"Nani?"
tanyanya.
"Ibu dan ayahku sudah datang, mereka ingin bertemu
denganmu. Dan mereka juga sudah merestui hubungan kita yang akan menikah"
"Maaf ya, karena pernikahannya harus di undur?"
ucapnya sesal.
"Tidak masalah. Aku mengerti dengan kondisimu, Jun-kun.
Lagi pula, kau juga harus bertemu dengan ibu dan ayahku dulu, kan?" dia
tersenyum dan mengangguk.
"Aku akan melamarmu di depan kedua orang tua
kita"
"Iya. Aku akan menunggu kedatanganmu, Jun-kun" dia tersenyum
membalasnya.
"Aku akan menjadi pewaris juga di salah satu perusahaan
ayah. Kata ayah, walau aku bukan anak kandung mereka, mereka masih
mempercayaiku. Dan Yui, dia juga akan di tempatkan perusahaan ayah yang lain,
di saat dia sudah berumur 22 tahun" katanya panjang lebar.
"Yokatta!" balasku.
***
4
bulan kemudian
Tiak terasa waktu begitu sangat cepat berlalu, dan sekarang
aku sudah benar-benar menjadi istrinya. Yah... karena aku sudah menjadi
istrinya, aku akan ikut bersamanya. Tinggal bersamanya, dan tentunya Haruka
ikut bersamaku.
Bukannya tidak percaya dengan kedua orang tuaku. Tapi, aku
memang sangat menyayanginya. Selama satu tahun, ketika kedua orang tuaku pergi,
aku yang menjaganya. Dan dia juga tidak mau berpisah dengan aku.
Malam pertama, aku terlebih dahulu untuk menimang Haruka. Dia
benar-benar sangat lelah, dan tertidur dalam gendonganku begitu lelap. Aku
harap, aku bisa cepat mengandung. Dengan begitu, dia akan memiliki seorang
adik.
"Sayang" aku mendongak melihat Jun yang datang.
"Nani?"
tanyaku langsung.
"Apa Haruka sudah tidur?" tanyanya melihat Haruka.
"Sudah. Sepertinya, dia kelelahan" balasku padanya.
"Baringkan saja dia di kamar. Kau juga harus tidur"
aku mengangguk.
Aku melangkah dan masuk ke dalam kamarnya. Aku membaringkan
tubuh Haruka di kamar itu. Aku melihat wajah polosnya yang benar-benar sangat
menggemaskan. Oyasumi sayang.
Semoga kau bermimpi indah. Aku mengecup keningnya dengan lembut. Kemudian, aku
meninggalkannya.
Aku kembali ke kamar dan mengganti bajuku dengan baju piyama.
Setelah itu, terbaring di kamar. Aku menunggu Jun, yang masih di luar. Entah
apa yang di lakukan olehnya.
"Sayang"
"Ayo tidur. Kau harus bekerja bukan, besok?"
tanyaku.
"Iya. Tapi, aku mau melakukan sesuatu padamu" dia
tersenyum jahil.
"Jangan sekarang, aku lelah" aku tahu yang ada di
pikirannya, maka dari itu aku langsung menolak.
"Yakin?" aku mengangguk.
Aku melihatnya yang terbaring di sebelahku. Kemudian,
mendekatkan dirinya kepadaku. Semakin dekat, dan sekarang dia memelukku.
"Jun-kun"
"Ayolah, aku ingin sekarang!" bisiknya tepat di
telingaku.
"Besok. Setelah menjadi suami istri, kau menjadi seperti
ini, ya? Aku sangat heran, kepadamu" keluhku.
"Tidak apa-apa, bukan?" dia menutupi tubuh kami
dengan selimut.
"Jun-kun...." teriakku ketika dia benar-benar
melakukan semua itu kepadaku.
Dia membuatku ketagihan, dan aku hanya bisa pasrah. Dan
akhinya, kita melewati malam yang mungkin sangat panjang. Desahanku dan
teriakanku benar-benar menggema di kamar ini. Hingga kami kelelahan dan
tertidur tanpa benang.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar