Sabtu, 28 Mei 2016

Is This Love ? (Bagian Dua)

Title : Is This Love (Bagian Dua)
Author : Rena-chan
Genre : Love, gxg

Main cast :
  • Matsui Jurina
  • Matsui Rena
Other Cast :
  • Yokoyama Yui

Ada bagian cerita yang nantinya ada unsur 'itu' lho.... jadi, kalau ada yang gak suka, kalian gak usah baca ya? heheh..... Gak tahu bagian berapa nantinya hehe....

Happy Reading All....



~---0---~




~Jurina Pov~

Sampai di rumah, Rena membaringkan aku di kamarku. Dia menyelimuti tubuhku dengan selimut. Aku hanya diam, sambil melihat wajah cantiknya. Kata-kata Yui tadi, masih terngiang di kepalaku. Aku benar-benar tidak tahu, apa aku harus melakukannya atau tidak. Tapi, aku takut. Kau tahu, kan? Mana mungkin, dia akan menerima aku sebagai pacarnya?

ITU TIDAK MUNGKIN.

"Jurina, sekarang kau tidur dulu, ya?" katanya lembut.

Nafasnya bisa aku rasakan, karena wajahnya sangat dekat dengan wajahku. Senyuman manisnya, sungguh benar-benar membuatku tenang. Aku tidak mau, jika harus kehilangan dirinya. Aku tidak rela, jika dia harus pergi dari kehidupanku.

"Rena-chan, temani aku malam ini" rengekku sambil mengguncang-guncang tangannya.
"Iya, malam ini, aku akan menemanimu. Aku tidak ingin, kau kenapa-napa." Aku tersenyum mendengarnya. 

Kau lihat bukan? Bagaimana sikapnya kepadaku? Begitu sangat perhatian. Tapi, aku tahu jika dia melakukan ini semua, karena hanya menganggapku sebagai adiknya. Sebenarnya, aku ingin lebih dari seorang adik. Tapi, aku tidak yakin, jika itu akan terjadi secara nyata.
Aku melihatnya yang sekarang, meletakkan tas sekolahku di tempatnya. Dan kemudian, ia juga melepas sepatuku. Rasanya, aku benar-benar menjadi adik, yang tengah diperhatikan oleh kakaknya. Aku tahu, dia melakukannya dengan senang hati. 

Aku bahagia, karena dirinya. Aku hanya bisa tersenyum, ketika aku melihatnya. Dan, aku akan selalu tetap mencintainya. Sampai akhir hayatku, aku akan tetap mencintai dirinya. Karena hatiku telah memilihnya.

"Rena-chan" panggilku manja.
"Nani?" tanyanya yang sekarang duduk di dekatku.
"Aku ingin makan, aku lapar" 
"Baiklah. Tunggu di sini, ya? Aku akan membuatkan makanan untukmu" aku mengangguk.
Aku melihatnya yang kemudian keluar dari kamarku. Aku mendesah. Tuhan, apa perasaanku ini salah? Kenapa, aku bisa merasakan semua ini padanya? 

Aku takut, jika nanti seandainya dia tahu tentang perasaan ini. Aku tidak mau dia marah atau pun menjauhiku. Melihatnya yang marah sedikit saja, aku tidak bisa. Apalagi, jika dia harus menjauhiku. Aku tidak bisa. Hatiku akan sangat sakit, jika itu terjadi.
Aku bangkit dari tidurku. Aku melangkah keluar dari kamarku. Bajuku? Aku sangat malas mengganti baju. Lebih baik, aku menghampiri saja Rena. Aku melihatnya yang tengah memasak di dapur. 

Lihatlah, gadis yang sangat aku sukai. Dia cantik, pandai memasak, dan satu lagi, dambaan semua orang. Jika ada yang mendapatkannya, pasti sangat beruntung. Aku tersenyum melihatnya yang serius memasak untukku. 
Aku melangkah ke arahnya. Aku melangkah seperti anak kecil, yang menghampiri ibunya dengan senyum lebar. Aku tidak akan pernah bosan bersikap manja kepadanya. Kenapa? Karena, dia selalu menuruti kemauanku. Apapun itu. 

Tapi, kalau masalah hatiku. Seperti yang aku bilang tadi, itu tidak akan mungkin. Itu benar-benar permintaan yang konyol dan gila. Aku dan dia mungkin, tidak akan pernah ditakdirkan bersama, bersatu dalam satu keluarga. Tapi, hanya sebatas antara kakak dan adik.

"Rena-chan" lagi-lagi aku memanggilnya dengan nada manja.
"Jurina, kau mengagetkanku" katanya mengeluh. 

Aku hanya tersenyum, dan memeluknya dari belakang. Dia tidak memberontak sama sekali. Ini sudah menjadi kelakuanku terhapadnya. Aku memang selalu beruntung di saat-saat seperti ini. Aku suka dan dia melayaniku. 
Aku melihatnya yang tersenyum manis kepadaku. Kemudian, ia berbalik dan mengelus kepalaku. Ah... senyumannya itu, benar-benar membuatku lemah. Ingin sekali, aku mencium bibirnya itu. Tapi, aku masih bisa menahan nafsuku.

Jika itu terjadi. Aku tidak bisa membayangkan, apa yang akan dia lakukan padaku. Marah? Jangan, aku tidak ingin itu terjadi. 

"Seharusnya kau istirahat, Juju. Bukan keluar seperti ini." ucapnya tersenyum sambil terus mengusap kepalaku.
"Hmm.... aku bosan." Keluhku.
"Tadi kan kamu bilangnya sakit, maka dari itu, kamu istirahat terlebih dahulu" balasnya kemudian.
"Aku ingin makan." aku mengalihkan topik.
"Sebentar ya, sayangku. Sebentar lagi, makannnya jadi" aku mengangguk semangat.

***

~Rena Pov~

Setelah memasak, aku menyajikannya di meja makan. Aku menyuruhnya untuk duduk, dan setelah itu aku mengambilkan nasi untuknya. 
Dari wajahnya, dia benar-benar terlihat kelelahan. Aku tidak pernah, melihatnya yang seperti ini. Aku tidak ingin, jika terjadi sesuatu padanya. Aku terlalu menyayanginya, sungguh. Hanya dia yang selama ini menemaniku. Adik yang sangat aku sayangi.

"Suapin aku" dia merengek lagi.
"Iya." Dan seperti biasa, aku sama sekali tidak bisa menolak keingannya.

Aku menyuapinya, seperti aku menyuapinya di sekolah tadi. Kalian tahu? Cara dia makan, seperti anak kecil. Mulutnya belepotan. Ada nasi yang menempel di samping bibirnya. Dia selalu saja seperti itu. 
Tingkahnya dari dulu tidak pernah berubah sama sekali, padahal dia sudah kelas 1 SMA. Mungkin, karena aku terlalu begitu memanjakan dirinya, dia menjadi seperti itu. 

"Jurina, bersihkan bibirmu, ada bekas nasi" seruku mengingatkan.
"Tidak mau!" balasnya.
"Kenapa? Itu kotor, kau tahu?" ucapku sedikit kesal.
"Rena-chan, yang harus membersihkannya" manjanya sambil menekuk wajahnya.

Selalu saja seperti itu. Aku mengambil tisu, kemudian membersihkan kotoran yang ada di samping bibirnya. Seharusnya, aku tidak memanjakannya. Tapi, sudahlah.

***

Pagi kembali tiba, seperti biasa aku membangunkan adik kecilku. Setelah itu mandi dan berganti baju, dan kemudian makan bersama dengan ibuku. Dan setelah itu, aku berangkat bersama dengannya. Seperti biasa, dia kembali menceritakan apa saja yang ia alami selama eskul basket. Menurutnya, itu sangat menyenangkan.
Di jalan juga, terkadang dia memainkan bola basketnya. Dan, seperti kemarin, dia memintaku untuk membawakan bekalnya.

"Sudah ya? Sekarang, kau harus ke kelas" aku mengusap kepalanya. Itu selalu aku lakukan, sebelum aku meninggalkannya ke kelasku.
"Rena-chan, nanti ke kelas kan?" 
"Kau selalu menanyakan hal yang sama. Bukankah, aku selalu ke kelasmu ketika istirahat?" dia mengangguk.
"Aku hanya memastikan, saja" katanya lagi membalas.
"Iya Juju sayang, aku akan kelasmu nanti! Sudah, kau masuk sekarang"
"Sampai nanti, Rena-chan"

Setelah aku melihatnya yang pergi, aku melanjutkan jalanku. Aku masuk ke dalam kelas, dan menemukan kedua temanku yang duduk di kursi masing-masing. Mereka menyapaku dan aku membalas sapaan mereka.
Aku duduk di depan mereka. Mejaku berada di urutan kedua. Aku selalu semangat untuk menjalani aktifitas di kelas. 

"Rena-chan"
"Ada apa?" tanyaku. Aku menoleh melihat kedua sahabatku. Takayanagi Akane dan satunya Kizaki Yuria.
"Apa kau berangkat bersama dengan Jurina?" aku mengangguk heran.
"Tentu saja. Setiap hari aku selalu berangkat bersama dengannya. Kalian seperti tidak tahu saja, aktifitas kami" ucapku pada mereka.
"Apa kau tidak pernah sadar, jika ada yang berbeda dari Jurina?" tanya Yuria.
"Maksudnya?" tanyaku mulai tidak mengerti.
"Dia menyukaimu" suka?

Suka? Apa maksudnya suka dalam artian antara kakak dan adik? Tapi, buatku itu masalah. Karena, aku juga sangat menyukainya. Dia lucu, baik dan sangat membuatku kagum dengannya.
"Dia menyukaimu, lebih dari seorang kakak dan adiknya" apa?
Itu tidak mungkin. Aku tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Bahkan, aku hanya berharap hubungan kami hanya sebatas antara kakak dan adiknya.

Lucu juga jika aku dan dia pacaran. Tidak mungkin itu terjadi, bukan? Apa kata ayah dan ibu nanti, jika dia memang menyukai aku? Aku rasa, mereka terlalu berlebihan menilai pandangan Jurina. Aku yakin, jika Jurina itu juga normal sama seperti kebanyakan gadis.

"Itu tidak mungkin, akane" ucapku.
"Mungkin bagimu, Rena. Tapi, jika itu benar?" aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan?
"Aku pusing" ucapku.
"Tapi, jika aku menjadi kamu, aku akan sangat bahagia" huh? apa yang dia bilang?
"Apa yang kau maksud?" tanyaku tidak mengerti.
"Jurina, dia gadis yang tinggi, baik, dan dia bisa di bilang ikemen. Kau lihat bukan? Ketika dia berhadapan dengan kakak kelas waktu itu? Dia menang Rena" jelasnya lagi.

Aku juga melihat pertandingannya waktu itu. Jurina, dia memang bisa mengalahkan para senioranya. Bahkan, dia juga pernah mengalahkan anggota bola basket putra. Dan, yang membuatku lebih tercengang lagi, ketika dia dengan lihainya bisa membodohi seniornya.
Dan semenjak itu pula, dia menjadi gadis yang terkenal dalam bidang olahraga. Banyak yang menyukai keahliannya, banyak juga yang menjadi fansnya. Dari para laki-laki sampai perempuan sekaligus. 

"Kalian menyukai Jurina?" tanyaku akhirnya dengan kesal.
"Tentu saja. Kami sangat menyukainya, Rena. Tapi, mungkin kau lebih beruntung daripada kami" ck. Ada-ada saja.
"Dia itu adikku. Dan itu, tidak lebih. Kalian mengerti?" ucapku menekan perkataanku.
"Tidak, kami percaya jika kau sebenarnya juga sangat menyukainya. Hanya saja, kau belum sadar sepenuhnya dengan perasaanmu, Rena-chan" Huft.... tapi, aku memang menganggapnya sebagai adik, dan itu tidak lebih.

***

~Author Pov~

Rena duduk di belakang sekolah. Di sampingnya, Jurina juga duduk dengan memakan bekalnya. Sedari tadi, mereka hanya diam. Selama diam, Rena memperhatikan Jurina. Perkataan Yuria dan Akane, terngiang jelas di pikirannya.
Apa benar, jika dia menyukai Jurina?
Padahal, selama ini dia merasa, jika dia hanya menganggap Jurina sebagai adiknya. Bahkan, tidak pernah terlintas pun, jika dia ingin memiliki Jurina. Apalagi menjadi kekasih dari adik kecilnya itu. Dia menyayangi gadis itu, hanya karena sebatas antara kakak dan adiknya. Dan, itu tidak lebih.

"Rena-chan, kenapa diam?" tanya Jurina membuyarkan lamunan Rena.
"Tidak. Teruskan saja makanannya" kata Rena menyuruh.
"Rena-chan, sakit ya?" tanya Jurina yang langsung dibalas gelengan kepala oleh Rena.
"Tidak. Aku tidak apa-apa. Aku juga tidak sakit" kata Rena tersenyum tipis. Tapi, Jurina tahu jika ada yang disembunyikan Rena darinya.

Jurina hanya memilih diam. Ia tidak mau bertanya lagi. Jurina hanya takut, jika nanti ada pertanyaan yang salah, yang ia lontarkan terhadap Rena. Dan nanti, akan berakibat buruk baginya dan Rena. 

"Rena-chan" panggilnya dengan nada lirih.
"Ada apa?" tanya Rena.
"Jika nanti, ada sesuatu yang terjadi pada kita, kau tidak akan pernah meninggalkan aku, bukan?" kata Jurina bertanya.

Rena sedikit terkejut dengan ucapan Jurina, tapi tak lama ia bisa menormalkan dirinya kembali. Dan kemudian, ia langsung membalas ucapan Jurina.

"Tentu tidak. Lagi pula, kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Rena lembut.
"Aku tidak ingin kehilangan, Rena-chan. Aku menyayangi, Rena-chan." Rena tersenyum membalasnya.

Rena memeluk tubuh gadis itu dengan erat, ia membelai pucuk kepala Jurina. Menenangkan Jurina, agar gadis itu tenang, dan tidak terlalu memikirkan banyak masalah. Sejujurnya, dia juga tidak ingin berpisah dengan Jurina.
Ada setitik perasaan yang ada di dalam hati Rena. Suatu perasaan yang sama sekali tidak Rena mengerti. Namun, hatinya juga tidak mau, jika seandainya akan terjadi sesuatu yang buruk antara dia dan Jurina.

Dalam pelukan Rena, Jurina masih mengingat kata-kata dari Yui. Gadis itu bilang, dia harus mengatakan perasaannya pada Rena. Tapi, dia masih belum bisa mengatakan hal itu.
"Tidak baik memendam perasaan yang sangat lama, lebih baik kau bilang kepadanya"
Jurina masih belum bisa. Ia tidak ingin, apa yang dia takutkan itu akan terjadi. Dia tidak bisa melihat Rena menjauhinya. Dia memeluk Rena sangat erat, seakan ia tidak ingin kehilangan gadis itu. Tapi, itu memang yang ia rasakan sekarang ini.

Jurina tidak mau, jika nantinya dia kehilangan Rena. Rena gadis yang sangat berharga untuknya. Bila nanti, Rena tidak bisa membalas perasaannya, ia akan lebih memilih menjadi adik untuk Rena. Yang terpenting, dia tidak kehilangan Rena.

Aku menyayangimu, Rena-chan. Aku mencintaimu. Perasaan ini sepenuhnya dari hatiku, dan aku tidak mau kehilangan dirimu.



To Be Continue......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar