Title : Story Of My Life Chapter 05
Author : Rena-chan
Genre : Gender-bender, Sad, Family, Love,
Main cast :
- Shimazaki Haruka
- Shimazaki Atsuko
- Shimazaki Mayu
- Shimazaki Sakura
Support Cast :
- Matsui Rena
- Takahashi Kai
- Yokoyama Yui
- And Others
Happy Reading All...
~---0---~
~---0---~
"Uhuk... uhuk"
Pagi-pagi seperti ini, Rena harus
mendengar suara batuk. Ia yakin, itu pasti Paruru. Kenapa dia? Apa majikannya
itu sakit?. Sekilas tadi malam, ia melihat wajah Paruru yang pucat setelah
pulang bersama dengan kakak pertamanya.
Khawatir, ia segera masuk dan
melihat Paruru yang meringkuk dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Tubuh
gadis itu menggigil. Segera saja Rena menghampiri Paruru dan memeriksa
keningnya. Tubuhnya hangat sekali, pikirnya.
"Nona sakit?" tanyanya
khawatir, namun Paruru tidak membalas.
"Sebentar ya nona" kata
Rena lagi.
Rena bangkit dan keluar dari
kamar Paruru. Ia berlari dan menaiki tangga untuk menuju lantai dua. Ia
berhenti di depan kamar Atsuko. Dan tanpa pikir panjang lagi, ia mengetuk pintu
kamar gadis itu. Tak lama pintu terbuka, memperlihatkan Atsuko yang sudah rapi.
"Rena, kau kenapa?"
tanya Atsuko bingung melihat sikap Rena pagi ini.
"Nona Haruka, nona..."
kata Rena tidak bisa menyelesaikan ucapannya.
"Paruru? Dia kenapa?"
walau Rena belum bisa menyelesaikan ucapannya, namun itu berhasil membuat
Atsuko khawatir.
"Sepertinya dia sakit,
tubuhnya menggigil nona" tanpa pikir panjang lagi Atsuko berlari.
Kenapa dia? Apa mungkin dia
kedinginan? Apa dia sakit lagi seperti kemarin? Ku mohon, jangan sampai dia
kenapa-napa tuhan.
Dia masuk ke dalam kamar Paruru,
dan menemukan adiknya yang meringkuk dengan keadaan tubuhnya yang tertutup
selimut dan tubuhnya juga menggigil. Dia mendekat dan menyentuh kening adik
keduanya. Sangat panas.
"Paruru kau kenapa? Tubuhmu
sangat panas" kata Atsuko khawatir. Paruru hanya menggeleng lemah
membalasnya.
"Kita ke rumah sakit ya
sekarang? Rena bantu aku untuk membawa Paruru, ke mobil" Rena mengangguk
dan ia membantu Atsuko untuk membawa Paruru keluar dari kamar.
Mereka membantu Paruru untuk
masuk ke dalam mobil bagian belakang, agar Paruru bisa terbaring selama
perjalanan nanti.
"Rena, kau ikut aku saja biar bibi yang memasak
untuk keluarga" Rena mengangguk.
Sebelum pergi, Atsuko memanggil
pelayannya yang lain dan menyuruh pelayannya itu untuk menggantikan Rena untuk
memasak. Setelah itu mereka berangkat.
Diperjalanan, sesekali Atsuko
mendecak sebal karena jalanan yang macet dan dia juga menoleh ke arah adiknya
yang terbaring di belakang. Ia benar-benar tidak tega melihat Paruru yang
menggigil seperti orang yang kedinginan seperti itu.
Beberapa menit di perjalanan,
akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Ketika Atsuko turun dari mobil, ia melihat
Yuki yang juga baru datang ke rumah sakit. Ia memanggil sahabatnya itu dan Yuki
menghampirinya.
"Doustano Acchan?"
tanya Yuki.
"Adikku dia sakit, tolong
dia Yuki" Yuki mengangguk dan memanggil petugas rumah sakit.
Setelah itu Yuki membantu Atsuko
untuk membantu Paruru keluar dari mobil. Sejenak Yuki menyentuh kening gadis
itu. Benar-benar sangat panas pikirnya.
Setelah berada di kamar. Yuki
kembali mengecek keadaan gadis itu. Ia memegang tangan gadis itu untuk mengecek
tensinya. Yuki kembali menyentuh kening gadis itu. Memeriksanya lebih teliti.
Ia benar-benar merasa kasihan pada gadis itu.
"Apa kau merasa sangat
sakit?" tanya Yuki dan Paruru mengangguk.
"Tenanglah, kau tidak
apa-apa. Aku akan memberikan resep obat untuk kakakmu agar dia membeli obat
untukmu, dan ingat kau harus memakan obat itu dan teratur ya, dan satu lagi
jangan pernah lewatkan makananmu, karena itu juga salah satu alasan kenapa kau
sakit" Paruru kembali mengangguk.
"Hari ini kau boleh pulang,
tapi jangan kemana-mana tubuhmu belum sembuh total" lagi-lagi Paruru
mengangguk.
"Apa kakimu sedikit
bermasalah?" tanya Yuki dan Paruru kembali mengangguk.
"Da-da-ri ke-ke-ci-cil,
ka-ka-ki-ki-ku su-su-dah se-se-pe-per-ti-ti i-i-ni" kata Paruru membalas.
"Boleh ku periksa
kakimu?" Paruru mengangguk lagi.
Yuki kembali memeriksa Paruru.
Kali ini dia memeriksa kaki gadis itu, apa yang menyebabkan kaki gadis itu
sedikit bermasalah. Setelah selesai dia kembali melihat Paruru yang masih
menggigil kedinginan.
"Kakimu bisa saja
sembuh" kata Yuki tersenyum.
"Ho-hon-to?" Yuki
mengangguk dan kembali tersenyum.
"Ta-ta-pi ka-ka-ta,-"
ucapannya terpotong.
"Aku sudah tahu dari Acchan,
kata Acchan kakimu tidak bisa sembuh benar?" Paruru mengangguk.
"Tapi, mungkin itu kesalahan
teknis saat dokter memeriksa kakimu" kata Yuki lagi menjelaskan.
"La-la-lu a-a-pa ya-yang
ha-ha-ru-rus a-a-ku la-ku-ku-kan?" tanya Paruru lagi.
"Tidak ada. Jika kau memang
menginginkan kakimu untuk sembuh seperti semula, kau harus banyak-banyak
berlatih berjalan, dan jangan memaksakan ketika kakimu sudah dalam kondisi
lelah, itu tidak baik bagi kondisi kakimu" Paruru mengangguk.
"Se-sen-sei" kata
Paruru lagi.
"Doustano?" tanya Yuki
melihatnya.
"A-a-pa a-a-ku bo-bo-le-leh
pu-pu-la-lang?" tanya Paruru.
"Kau tidak betah ya berada
di rumah sakit?" Paruru mengangguk.
"Baik, kau boleh pulang
tapi, jangan dulu melakukan pekerjaan yang berat, kau masih sakit. Apalagi
tubuhmu masih menggigil seperti itu" Paruru mengangguk dan tersenyum.
"Aku keluar dulu untuk
berbicara pada kakakmu, ya. Kau tunggu disini, beristirahatlah sejenak, sampai
kakakmu kemari dan membawamu pulang" Paruru kembali mengangguk.
Setelah itu Yuki keluar dari
kamar Paruru, membiarkan Paruru dalam kondisi terbaring. Dan diluar ia melihat
Atsuko dan Rena yang masih menunggu dengan cemas.
"Yuki, bagaimana
keadaannya?" tanya Atsuko langsung.
"Acchan, sepertinya kau
harus benar-benar memperhatikan kondisi adikmu itu" kata Yuki membalas.
"Dia harus banyak-banyak
istirahat terlebih dahulu, kemudian jangan sampai adikmu telat makan, dan ada
kabar baik untukmu" kata Yuki lagi.
"Apa itu?" tanya
Atsuko.
"Kaki adikmu bisa saja
sembuh, Acchan" Atsuko tersenyum.
"Honto? Kau tidak bohong,
kan?" Yuki menggeleng.
"Adikmu harus banyak-banyak
berlatih berjalan, hanya itu yang harus di lakukan olehnya. Dan kau harus
selalu mengawasinya" Atsuko mengangguk.
"Dan ini resep obat untuk
adikmu, pastikan dia teratur meminumnya dan suruh pelayanmu untuk menyiapkan
baju hangat untuk adikmu" Atsuko kembali mengangguk.
"Arigatou" Yuki
mengangguk.
"Kau masuklah, sepertinya
adikmu membutuhkanmu. Dan dia juga tidak betah terus menerus berada di rumah
sakit" Atsuko mengangguk.
"Sebenarnya dia juga bisa
sembuh dari gagapnya Acchan, hanya saja sepertinya kau tidak menyadarinya,
banyak cara untuk menyembuhkan gagap Acchan, kenapa kau tidak mencarinya di
internet?" kata Yuki tersenyum.
"Aaa.... sepertinya aku
melupakan sesuatu Yuki, dan kau berhasil membuatku sadar" Yuki tersenyum
dan menggeleng melihat kelakuan Acchan.
"Kau sudah menemukan
jawabannya?" Acchan mengangguk.
"Matsui Jun" Yuki
kembali tersenyum.
***
~Paruru Pov~
Pulang dari rumah sakit, aku
masuk ke dalam rumah bersama dengan kakak dan Rena. Tubuhku sedikit lebih baik
daripada tadi. Tapi, pusing juga ku rasakan. Memang semalaman, aku kedinginan
dan hujan juga. Maka dari itu aku kedinginan, selimut yang ku pakai terlalu
tipis dan juga pendek.
"Atsuko" aku mendongak
ketika aku mendengar suara yang memanggil kakak pertamaku.
"Okasan" aku bisa
mendengar lirihan kakakku yang berada di sampingku.
Aku tahu apa yang akan terjadi
nantinya, pasti nee-chan akan di marahi habis-habisan oleh ibu dan ayah. Tidak,
itu tidak akan ku biarkan. Aku tidak mau nee-chan mendapat kemarahan dari ibu
dan ayah. Salahku juga kenapa aku harus sakit seperti tadi.
"Doustano okasan?"
tanya nee-chan pada ibu kami.
Aku melihat ayah dan ibu yang
berjalan menghampiri kami. Aku masih diam, sampai ayah dan ibu berhenti di
depan kami. Disampingnya ada Sakura dan Mayu nii-chan.
Aku yakin, nee-chan pasti akan
mendapat kemarahan besar karena telah menolongku dan terlihat sangat dekat
denganku. Aku harus bisa menolong nee,-
Plak...
Kurasakan tangan yang mendarat di
pipiku. Ahh.... sakit, ini cukup sangat keras untuk ku rasakan. Dan ini juga
pertama kalinya ayah menyentuhku. Menyentuhku dengan cara yang kasar seperti
ini. Aku tahu, bukan hanya nee-chan tapi aku juga akan mendapat kemarahan dari
ayah. Aku harus kuat dengan semua itu.
"Otosan, kenapa otosan
menampar Haruka?" tanya nee-chan. Aku hanya diam sambil menyentuh pipiku
yang mungkin memerah.
"Karena dia telah membuatmu
masuk ke dalam masalahnya" kata ayah membalas.
"Ayah, Haruka sedang sakit
dan aku harus membawanya ke rumah sakit, aku takut terjadi sesuatu
dengannya" kata nee-chan membalas.
"Apa urusannya denganmu?
Jika dia mati-pun, kita tidak ada urusan dengan gadis seperti itu" jujur,
itu membuatku sangat sakit.
Aku rasa aku sudah sangat sakit
sekarang, dan rasa sakitku benar-benar sangat besar. Benar-benar sangat besar,
dan mungkin bisa lebih besar setelah aku melihat wajah adikku yang mungkin sangat
senang melihat ayah yang menamparku, tadi.
"Ayah... dia salah satu
keluarga kita juga" kata nee-chan.
"Bagi ayah tidak sama
sekali, Atsuko" kata ayah.
"A-a-ri-ri-ga-tou"
ucapku tersenyum dan ayah melihatku dengan bingung.
"Te-te-ri-ma-ma ka-ka-si-sih
su-su-da-dah me-mem-be-be-ri-ka-kan a-a-ku ha-ha-di-di-ah di ha-ha-ri
i-i-ni" kataku lagi dan masih tersenyum. Senyum yang sangat menyakitkan
untukku.
"Apa maksudmu?" tanya
ayah tidak mengerti.
"A-a-ku lu-lu-pa, a-a-yah eh
bu-bu-ka-kan pa-pa-man" aku tersenyum memandang ayah.
"Pa-pas-ti an-an-da
lu-lu-pa, ji-ji-ka i-i-ni ha-ha-ri u-la-lang ta-ta-hun-ku" iya ayah pasti
melupakan hari ulang tahunku. Hanya ulang tahunku.
"Pe-per-mi-mi-si" aku
melangkah tertatih melewati mereka.
Air mataku mengalir begitu saja
dari kedua mataku. Ahh... air mata ini, memang selalu menjadi sahabatku disaat
aku tengah terluka seperti ini. Iya hanya air mata yang aku punya sekarang ini,
hanya dialah temanku. Tapi, terkadang dia pergi. Mengering begitu saja,
meninggalkanku dalam kesendirian dan memendam rasa sakit di hatiku.
***
~Atsuko Pov~
Ulang tahun. Iya dia memang ulang
tahun hari ini. Hampir saja aku melupakannya, karena sibuk mengurus
kesehatannya tadi. Tapi, aku benar-benar khawatir dengannya. Dia melangkah
begitu saja melewatiku, bukan hanya aku tapi dia juga melewati Rena, ayah, ibu,
Sakura dan Mayu.
Aku tahu, hatimu pasti sangat
rapuh sekarang Paruru. Kau menyembunyikannya dengan sangat sempurna. Kau
membuatku kagum, sekaligus merasa bersalah. Aku akan membahagiakanmu, Paruru.
Kau adalah adikku, kau adalah bagian dari keluarga Shimazaki. Dan itu tidak
pernah berubah, hanya maut yang akan memisahkan kita.
Ku langkahkan kakiku. Aku ingin
melihatnya, pasti dia menangis sekarang ini. Aku tahu, karena aku melihat
bahunya yang naik turun tadi. Dan dia juga mengangkat tangannya. Dan aku yakin,
dia menghapus air matanya.
"Atsuko" ku hentikan
langkahku dan menoleh.
"Kau mau kemana?" tanya
ayah dan aku menatap ayah dengan pandangan sedih.
"Menemui adikku. Disaat
seperti ini, dia sangat membutuhkanku" ucapku datar.
"Dengar dia bukan adikmu,
ayah tidak pernah mempunyai anak yang gagap dan tidak bisa berbuat apa-apa
seperti dirinya" aku tersenyum sinis mendengarnya.
"Ayah sudah menunjukan sifat
ayah yang sebenarnya, dan itu sudah membuatku tahu atas jawaban dari ayah"
kataku lagi dan kemudian berbalik.
"Apa maksudmu?" tanya
ayah.
"Bukankah tugas dari orang
tua itu untuk merawat anaknya? Tapi, ayah melupakan satu anak ayah yang paling
menderita diantara anak ayah yang lain" kataku tanpa menoleh.
"Dia menderita, dia menangis
sendiri, dan dia menahan lukanya sendiri" jelasku lagi.
"Apa ayah tidak bisa melihat
ke dalam hatinya sedikit? Dia sudah begitu menderita karena sering kita
asingkan dari kecil, dan lebih parahnya ayah membiarkan Sakura menyiksanya,
lebih banyak derita yang ia rasakan, dan aku tidak bisa melihatnya yang terluka
sangat parah seperti itu" seruku lagi.
"Rasa sakit di tubuhnya
sekarang, mungkin tidak sebanding dengan sakit yang ada di hatinya" setelah
itu aku kembali melangkah.
"Nona" aku menoleh
melihat Rena.
"Aku ingin menjenguk
adikku" dia mengangguk.
Setelah berada di dapur, aku
melangkah ke kamarnya. Dan kemudian, aku memegang gagang pintu kamarnya dan
membuka pintu itu.
Ku lihat dia meringkuk di kamar,
dengan tubuhnya yang tertutup selimut. Aku yakin, dia masih menggigil, apalagi
setelah ayah menamparnya tadi. Ku rasa sakitnya bertambah, bukan hanya di
tubuhnya melainkan di hatinya juga bertambah.
"Rena, tolong siapkan baju
hangat untuknya" suruhku.
"Baik nona" dia
melangkah pergi.
Aku mendekat ke arah adikku yang
masih terbaring lemah di kasur tipis itu. Aku duduk di dekatnya dan menatapnya
yang tersenyum kepadaku. Senyum lirihnya bisa ku artikan. Dia memang menyukai
keberadaanku, namun dalam senyumnya terdapat rasa sakit yang ia rasakan
sendiri.
"Paruru" ucapku
melihatnya.
"Kau masih sakit,
sayang?" tanyaku.
"I-Iie" jawabnya
singkat.
"Nanti malam kau ikut aku
ya?" dia mengangguk.
"Aku akan membuatmu bahagia
malam ini" dia tersenyum dan kembali mengangguk.
"Nona, ini bajunya" aku
menoleh. Kemudian mengambil baju dari tangannya.
"Pakailah baju ini" dia
mengangguk.
Dia bangkit dan duduk di dekatku.
Aku membantunya untuk memakaikan baju itu di tubuhnya, dan setelah itu ku suruh
dia untuk kembali terbaring.
"Rena, tolong siapkan
makanan untuknya" suruhku lagi.
"Baik nona" dia
melangkah keluar.
"Kau makan ya, setelah itu
kau minum obat dan baru kau tidur, ne?" dia mengangguk.
***
~Paruru Pov~
Malam tiba, aku di bimbing oleh
nee-chan untuk keluar dari kamar. Dia tahu aku masih sakit, maka dari itu dia
membimbingku dengan perlahan.
Dan setelah sampai, dia
membimbingku untuk masuk ke dalam mobil. Kemudian, dia juga masuk. Aku melihat
di belakang juga ada Rena. Tak lama mobil berjalan dan menjauh dari rumah kami.
Selama di perjalanan, aku hanya bersandar di kursi mobil.
Sebenarnya aku tidak tahu,
nee-chan akan membawaku kemana. Tapi, tadi dia bilang dia akan membuatku
bahagia. Entah apa yang akan dia lakukan, aku tidka tahu. Tapi, karena aku
tidak ingin mengecewakannya, maka dari itu aku mau saja menerima tawarannya
itu.
Tak lama mobil berhenti. Aku
melihat dari kaca jendela mobil. Taman? Malam-malam seperti ini, ke taman?
Untuk apa nee-chan membawaku ke taman?.
"Paru, ayo keluar" aku
mengangguk.
"Ke-ke-na-na-pa ne-ne-chan
me-mem-ba-ba-wa-wa-ku ke ta-ta-ma-man?" seruku bertanya.
"Nanti kau juga akan tahu,
Paru" dia tersenyum membalas ucapanku.
"Ayo, kita sudah di
tunggu" di tunggu? Berarti sudah ada orang yang ada di taman itu?.
Dengan bantuan Rena, nee-chan
membimbingku untuk berjalan ke taman. Masuk ke dalam taman itu. Kira-kira apa
dan siapa yang ada di taman itu. Kenapa nee-chan malam-malam seperti ini,
membawaku kemari?.
Ku lihat dari jauh, aku melihat
beberapa orang yang berdiri di taman. Mereka semua membelakangi kami. Siapa
kira-kira mereka. Tapi, ku rasa aku bisa menebak salah satu dari mereka. Yui,
iya Yui berada di salah satu orang itu.
Setelah berada di belakang
orang-orang itu, salah satu dari mereka berbalik. Yui, benar bukan dia berada
di salah satu orang itu. Tapi, kenapa bisa dia ada disini? Apa yang sebenarnya
nee-chan rencanakan?. Aku masih belum mengerti, dengan semua ini.
"Paru" aku mendongak
melihat Yui.
"Omedetou" aku mengkerutkan
dahi.
"Un-un-tuk?" dia tidak
menjawab justruh membimbingku.
Aku menoleh ke depan, dan aku
benar-benar terkejut setelah apa yang ku lihat di depan. Sebuah kue ulang
tahun?. Ulang tahun? Aku menoleh melihat nee-chan dan dia tersenyum dan
mendekat ke arahku. Mendaratkan ciuman di keningku dan pipiku.
"Omedetou. Aku bahagia,
karena adikku sekarang sekarang sudah bertambah usianya" aku tersenyum
mendengarnya. Nee-chan tidak melupakan hari ulang tahunku.
"A-a-ri-ga-ga-tou. A-a-ku
ki-ki-ra ne-ne-chan lu-lu-pa" ucapku membalas.
"Awalnya, tapi setelah itu
aku ingat. Dan aku tidak ingin, ulang tahunmu tidak di rayakan seperti tahun
lalu, kau harus happy Paruru" aku kembali tersenyum dan memeluknya.
"Omedetou Paruru" aku
mengangguk.
Ku lihat, ada Kai nii-chan
disini, dan juga Yuki sensei. Walau sederhana, tapi ini sudah cukup untukku.
Dan ini benar-benar membuatku sangat bahagia. Aku benar-benar merasa bersyukur
hari ini. Terima kasih tuhan, terima kasih kakak. Kau benar-benar membuatku
bahagia malam ini.
"Paru" aku menoleh
melihat kakak.
"Ini ponsel baru untukmu,
kau pakai ya? Agar kau bisa menghubungiku" aku mengangguk.
"A-a-ri-ga-ga-tou
ne-ne-chan" dia mengangguk dan tersenyum.
"Kau senang?" aku
mengangguk dengan cepat.
Dia memelukku dengan erat. Aku
bahagia nee-chan. Aku sunggu sangat beruntung mempunyai seorang kakak yang
sangat pengertian seperti dirimu.
***
~Atsuko Pov~
Aku keluar dari kamar. Aku sangat
tenang sekarang, karena aku sudah bisa membuatnya bahagia semalam. Tidak ada
kesedihan yang terpancar dari wajahnya semalam. Justruh aku melihatnya yang
sangat bahagia dan dia juga sangat cantik sekali, semalam.
Aku menuruni anak tangga, dan
tibalah aku di lantai satu. Ku langkahkan kakiku untuk menuju dapur. Dan di
sana, aku bisa melihat Rena yang tengah memasak. Segera, ku hampiri saja
dirinya yang tengah sibuk memasak itu.
"Rena" dia menoleh.
"Dimana adikku?"
tanyaku.
"Dia sedang ganti baju,
nona" aku tersenyum mendengarnya.
Tak lama setelah percakapanku
dengan Rena, aku mendengar suara pintu terbuka. Aku menoleh dan melihat adikku
yang berjalan tertatih ke arahku.
"O-one-ne-chan" dia
tersenyum menyapaku.
"Bagaiamana keadaanmu?"
tanyaku langsung.
"Su-su-da-dah mem-ba-ba-ik
ne-ne-chan" aku kembali tersenyum mendengarnya.
"Syukurlah, banyak makan ya?
Jangan sakit lagi seperti kemarin, nee-chan khawatir denganmu" dia
mengangguk.
"Apa kau yakin, kau akan
pergi ke tempat kerjamu? Memangnya kau sudah lebih baik, Paru? Aku masih
khawatir denganmu" kataku panjang lebar.
"Ja-ja-ngan kha-kha-wa-ti-tir
ne-nee-chan, a-a-ku su-su-da-dah le-le-bi-bih ba-ba-ik se-se-ka-ka-rang"
jawabnya lagi.
"Baiklah, tapi ingat jika
nanti kau sakit, secepatnya hubungi nee-chan kau mengerti?" dia
mengangguk.
***
Setelah tadi aku mengantar paruru, aku langsung bergegas
menuju cafe. Duduk di tempat dan menunggu seseorang. Aku sudah menyuruhnya
datang kemarin, dan dia akan datang hari ini.
Tok... tok...
Pasti itu dia. Ternyata dia sudah
datang, ku suruh saja dia untuk masuk dan sekarang aku bisa melihat seorang pemuda
yang sudah lama menjadi temanku. Teman semasa kuliah. Dia tidak pernah berubah
dari dulu, tetap tampan. Ku akui itu.
"Ada apa Acchan?"
tanyanya setelah ia duduk berhadapan denganku.
"Aku ingin kau membimbing
adikku, Jun" jawabku langsung.
"Adikmu gagap?" aku
mengangguk.
"Kau masih bisa, membuatnya
tidak gagap lagi?" dia mengangguk.
"Seharusnya tanpa aku-pun,
kau pasti bisa Acchan" dia memang benar.
"Gagap, itu sangat mudah di
sembuhkan. Banyak cara untuk menyembuhkan penyakit gagap" sekali lagi
ucapannya memang benar.
"Iya kau memang benar, tapi
kau tahu aku sangat sibuk" dia mengangguk.
"Lalu adikmu sekarang?"
tanyanya lagi.
"Dia bekerja, kau kenal
dengan Yokoyama Yui?" dia mengangguk.
"Tentu saja, aku dan
kakaknya berteman" jawabnya.
"Kau tahu Yui membuka toko
lukisan, bukan?" dia kembali mengangguk.
"Disanalah, tempat adikku
bekerja" ucapku membalas.
"Disana ya? Besok aku akan
kesana dan bertemu dengan adikmu" aku kembali mengangguk.
"Arigatou" dia
mengangguk dan tersenyum.
Paruru, ku harap kau bisa sembuh
sayang. Aku tidak ingin melihatmu menderita lebih lama lagi. Sudah cukup kau
terluka, sudah cukup kau tersiksa. Saatnya kau harus bisa tersenyum dan selalu
bahagia. Senyumanmu adalah hal terindah yang pernah ku lihat. Dan aku ingin kau
selalu tersenyum. Aku tidak ingin melihatmu bersedih lagi, adikku.
To Be Continue.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar