Kamis, 31 Maret 2016

Story Of My Life (Chapter 05)

Title : Story Of My Life Chapter 05
Author : Rena-chan
Genre : Gender-bender, Sad, Family, Love, 

Main cast :
  • Shimazaki Haruka 
  • Shimazaki Atsuko 
  • Shimazaki Mayu 
  • Shimazaki Sakura
Support Cast :
  • Matsui Rena 
  • Takahashi Kai 
  • Yokoyama Yui 
  • And Others

Happy Reading All...




~---0---~




"Uhuk... uhuk"
Pagi-pagi seperti ini, Rena harus mendengar suara batuk. Ia yakin, itu pasti Paruru. Kenapa dia? Apa majikannya itu sakit?. Sekilas tadi malam, ia melihat wajah Paruru yang pucat setelah pulang bersama dengan kakak pertamanya.
Khawatir, ia segera masuk dan melihat Paruru yang meringkuk dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Tubuh gadis itu menggigil. Segera saja Rena menghampiri Paruru dan memeriksa keningnya. Tubuhnya hangat sekali, pikirnya. 

"Nona sakit?" tanyanya khawatir, namun Paruru tidak membalas.
"Sebentar ya nona" kata Rena lagi.

Rena bangkit dan keluar dari kamar Paruru. Ia berlari dan menaiki tangga untuk menuju lantai dua. Ia berhenti di depan kamar Atsuko. Dan tanpa pikir panjang lagi, ia mengetuk pintu kamar gadis itu. Tak lama pintu terbuka, memperlihatkan Atsuko yang sudah rapi.

"Rena, kau kenapa?" tanya Atsuko bingung melihat sikap Rena pagi ini.
"Nona Haruka, nona..." kata Rena tidak bisa menyelesaikan ucapannya.
"Paruru? Dia kenapa?" walau Rena belum bisa menyelesaikan ucapannya, namun itu berhasil membuat Atsuko khawatir.
"Sepertinya dia sakit, tubuhnya menggigil nona" tanpa pikir panjang lagi Atsuko berlari.

Kenapa dia? Apa mungkin dia kedinginan? Apa dia sakit lagi seperti kemarin? Ku mohon, jangan sampai dia kenapa-napa tuhan. 
Dia masuk ke dalam kamar Paruru, dan menemukan adiknya yang meringkuk dengan keadaan tubuhnya yang tertutup selimut dan tubuhnya juga menggigil. Dia mendekat dan menyentuh kening adik keduanya. Sangat panas. 

"Paruru kau kenapa? Tubuhmu sangat panas" kata Atsuko khawatir. Paruru hanya menggeleng lemah membalasnya.
"Kita ke rumah sakit ya sekarang? Rena bantu aku untuk membawa Paruru, ke mobil" Rena mengangguk dan ia membantu Atsuko untuk membawa Paruru keluar dari kamar.

Mereka membantu Paruru untuk masuk ke dalam mobil bagian belakang, agar Paruru bisa terbaring selama perjalanan nanti. 
"Rena, kau ikut aku saja biar bibi yang memasak untuk keluarga" Rena mengangguk.
Sebelum pergi, Atsuko memanggil pelayannya yang lain dan menyuruh pelayannya itu untuk menggantikan Rena untuk memasak. Setelah itu mereka berangkat.

Diperjalanan, sesekali Atsuko mendecak sebal karena jalanan yang macet dan dia juga menoleh ke arah adiknya yang terbaring di belakang. Ia benar-benar tidak tega melihat Paruru yang menggigil seperti orang yang kedinginan seperti itu.
Beberapa menit di perjalanan, akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Ketika Atsuko turun dari mobil, ia melihat Yuki yang juga baru datang ke rumah sakit. Ia memanggil sahabatnya itu dan Yuki menghampirinya.

"Doustano Acchan?" tanya Yuki.
"Adikku dia sakit, tolong dia Yuki" Yuki mengangguk dan memanggil petugas rumah sakit.

Setelah itu Yuki membantu Atsuko untuk membantu Paruru keluar dari mobil. Sejenak Yuki menyentuh kening gadis itu. Benar-benar sangat panas pikirnya.
Setelah berada di kamar. Yuki kembali mengecek keadaan gadis itu. Ia memegang tangan gadis itu untuk mengecek tensinya. Yuki kembali menyentuh kening gadis itu. Memeriksanya lebih teliti. Ia benar-benar merasa kasihan pada gadis itu.

"Apa kau merasa sangat sakit?" tanya Yuki dan Paruru mengangguk.
"Tenanglah, kau tidak apa-apa. Aku akan memberikan resep obat untuk kakakmu agar dia membeli obat untukmu, dan ingat kau harus memakan obat itu dan teratur ya, dan satu lagi jangan pernah lewatkan makananmu, karena itu juga salah satu alasan kenapa kau sakit" Paruru kembali mengangguk.
"Hari ini kau boleh pulang, tapi jangan kemana-mana tubuhmu belum sembuh total" lagi-lagi Paruru mengangguk.
"Apa kakimu sedikit bermasalah?" tanya Yuki dan Paruru kembali mengangguk.
"Da-da-ri ke-ke-ci-cil, ka-ka-ki-ki-ku su-su-dah se-se-pe-per-ti-ti i-i-ni" kata Paruru membalas.
"Boleh ku periksa kakimu?" Paruru mengangguk lagi.

Yuki kembali memeriksa Paruru. Kali ini dia memeriksa kaki gadis itu, apa yang menyebabkan kaki gadis itu sedikit bermasalah. Setelah selesai dia kembali melihat Paruru yang masih menggigil kedinginan. 

"Kakimu bisa saja sembuh" kata Yuki tersenyum.
"Ho-hon-to?" Yuki mengangguk dan kembali tersenyum.
"Ta-ta-pi ka-ka-ta,-" ucapannya terpotong.
"Aku sudah tahu dari Acchan, kata Acchan kakimu tidak bisa sembuh benar?" Paruru mengangguk.
"Tapi, mungkin itu kesalahan teknis saat dokter memeriksa kakimu" kata Yuki lagi menjelaskan.
"La-la-lu a-a-pa ya-yang ha-ha-ru-rus a-a-ku la-ku-ku-kan?" tanya Paruru lagi.
"Tidak ada. Jika kau memang menginginkan kakimu untuk sembuh seperti semula, kau harus banyak-banyak berlatih berjalan, dan jangan memaksakan ketika kakimu sudah dalam kondisi lelah, itu tidak baik bagi kondisi kakimu" Paruru mengangguk.
"Se-sen-sei" kata Paruru lagi.
"Doustano?" tanya Yuki melihatnya.
"A-a-pa a-a-ku bo-bo-le-leh pu-pu-la-lang?" tanya Paruru.
"Kau tidak betah ya berada di rumah sakit?" Paruru mengangguk.
"Baik, kau boleh pulang tapi, jangan dulu melakukan pekerjaan yang berat, kau masih sakit. Apalagi tubuhmu masih menggigil seperti itu" Paruru mengangguk dan tersenyum.
"Aku keluar dulu untuk berbicara pada kakakmu, ya. Kau tunggu disini, beristirahatlah sejenak, sampai kakakmu kemari dan membawamu pulang" Paruru kembali mengangguk.

Setelah itu Yuki keluar dari kamar Paruru, membiarkan Paruru dalam kondisi terbaring. Dan diluar ia melihat Atsuko dan Rena yang masih menunggu dengan cemas.

"Yuki, bagaimana keadaannya?" tanya Atsuko langsung.
"Acchan, sepertinya kau harus benar-benar memperhatikan kondisi adikmu itu" kata Yuki membalas.
"Dia harus banyak-banyak istirahat terlebih dahulu, kemudian jangan sampai adikmu telat makan, dan ada kabar baik untukmu" kata Yuki lagi.
"Apa itu?" tanya Atsuko.
"Kaki adikmu bisa saja sembuh, Acchan" Atsuko tersenyum.
"Honto? Kau tidak bohong, kan?" Yuki menggeleng.
"Adikmu harus banyak-banyak berlatih berjalan, hanya itu yang harus di lakukan olehnya. Dan kau harus selalu mengawasinya" Atsuko mengangguk.
"Dan ini resep obat untuk adikmu, pastikan dia teratur meminumnya dan suruh pelayanmu untuk menyiapkan baju hangat untuk adikmu" Atsuko kembali mengangguk.
"Arigatou" Yuki mengangguk.
"Kau masuklah, sepertinya adikmu membutuhkanmu. Dan dia juga tidak betah terus menerus berada di rumah sakit" Atsuko mengangguk.
"Sebenarnya dia juga bisa sembuh dari gagapnya Acchan, hanya saja sepertinya kau tidak menyadarinya, banyak cara untuk menyembuhkan gagap Acchan, kenapa kau tidak mencarinya di internet?" kata Yuki tersenyum.
"Aaa.... sepertinya aku melupakan sesuatu Yuki, dan kau berhasil membuatku sadar" Yuki tersenyum dan menggeleng melihat kelakuan Acchan.
"Kau sudah menemukan jawabannya?" Acchan mengangguk.
"Matsui Jun" Yuki kembali tersenyum.

***

~Paruru Pov~

Pulang dari rumah sakit, aku masuk ke dalam rumah bersama dengan kakak dan Rena. Tubuhku sedikit lebih baik daripada tadi. Tapi, pusing juga ku rasakan. Memang semalaman, aku kedinginan dan hujan juga. Maka dari itu aku kedinginan, selimut yang ku pakai terlalu tipis dan juga pendek.

"Atsuko" aku mendongak ketika aku mendengar suara yang memanggil kakak pertamaku.
"Okasan" aku bisa mendengar lirihan kakakku yang berada di sampingku.

Aku tahu apa yang akan terjadi nantinya, pasti nee-chan akan di marahi habis-habisan oleh ibu dan ayah. Tidak, itu tidak akan ku biarkan. Aku tidak mau nee-chan mendapat kemarahan dari ibu dan ayah. Salahku juga kenapa aku harus sakit seperti tadi.
"Doustano okasan?" tanya nee-chan pada ibu kami.
Aku melihat ayah dan ibu yang berjalan menghampiri kami. Aku masih diam, sampai ayah dan ibu berhenti di depan kami. Disampingnya ada Sakura dan Mayu nii-chan. 

Aku yakin, nee-chan pasti akan mendapat kemarahan besar karena telah menolongku dan terlihat sangat dekat denganku. Aku harus bisa menolong nee,-
Plak...
Kurasakan tangan yang mendarat di pipiku. Ahh.... sakit, ini cukup sangat keras untuk ku rasakan. Dan ini juga pertama kalinya ayah menyentuhku. Menyentuhku dengan cara yang kasar seperti ini. Aku tahu, bukan hanya nee-chan tapi aku juga akan mendapat kemarahan dari ayah. Aku harus kuat dengan semua itu.

"Otosan, kenapa otosan menampar Haruka?" tanya nee-chan. Aku hanya diam sambil menyentuh pipiku yang mungkin memerah.
"Karena dia telah membuatmu masuk ke dalam masalahnya" kata ayah membalas.
"Ayah, Haruka sedang sakit dan aku harus membawanya ke rumah sakit, aku takut terjadi sesuatu dengannya" kata nee-chan membalas.
"Apa urusannya denganmu? Jika dia mati-pun, kita tidak ada urusan dengan gadis seperti itu" jujur, itu membuatku sangat sakit. 

Aku rasa aku sudah sangat sakit sekarang, dan rasa sakitku benar-benar sangat besar. Benar-benar sangat besar, dan mungkin bisa lebih besar setelah aku melihat wajah adikku yang mungkin sangat senang melihat ayah yang menamparku, tadi.

"Ayah... dia salah satu keluarga kita juga" kata nee-chan.
"Bagi ayah tidak sama sekali, Atsuko" kata ayah.
"A-a-ri-ri-ga-tou" ucapku tersenyum dan ayah melihatku dengan bingung.
"Te-te-ri-ma-ma ka-ka-si-sih su-su-da-dah me-mem-be-be-ri-ka-kan a-a-ku ha-ha-di-di-ah di ha-ha-ri i-i-ni" kataku lagi dan masih tersenyum. Senyum yang sangat menyakitkan untukku.
"Apa maksudmu?" tanya ayah tidak mengerti.
"A-a-ku lu-lu-pa, a-a-yah eh bu-bu-ka-kan pa-pa-man" aku tersenyum memandang ayah.
"Pa-pas-ti an-an-da lu-lu-pa, ji-ji-ka i-i-ni ha-ha-ri u-la-lang ta-ta-hun-ku" iya ayah pasti melupakan hari ulang tahunku. Hanya ulang tahunku.
"Pe-per-mi-mi-si" aku melangkah tertatih melewati mereka.

Air mataku mengalir begitu saja dari kedua mataku. Ahh... air mata ini, memang selalu menjadi sahabatku disaat aku tengah terluka seperti ini. Iya hanya air mata yang aku punya sekarang ini, hanya dialah temanku. Tapi, terkadang dia pergi. Mengering begitu saja, meninggalkanku dalam kesendirian dan memendam rasa sakit di hatiku.

***

~Atsuko Pov~

Ulang tahun. Iya dia memang ulang tahun hari ini. Hampir saja aku melupakannya, karena sibuk mengurus kesehatannya tadi. Tapi, aku benar-benar khawatir dengannya. Dia melangkah begitu saja melewatiku, bukan hanya aku tapi dia juga melewati Rena, ayah, ibu, Sakura dan Mayu.
Aku tahu, hatimu pasti sangat rapuh sekarang Paruru. Kau menyembunyikannya dengan sangat sempurna. Kau membuatku kagum, sekaligus merasa bersalah. Aku akan membahagiakanmu, Paruru. Kau adalah adikku, kau adalah bagian dari keluarga Shimazaki. Dan itu tidak pernah berubah, hanya maut yang akan memisahkan kita.

Ku langkahkan kakiku. Aku ingin melihatnya, pasti dia menangis sekarang ini. Aku tahu, karena aku melihat bahunya yang naik turun tadi. Dan dia juga mengangkat tangannya. Dan aku yakin, dia menghapus air matanya.

"Atsuko" ku hentikan langkahku dan menoleh.
"Kau mau kemana?" tanya ayah dan aku menatap ayah dengan pandangan sedih.
"Menemui adikku. Disaat seperti ini, dia sangat membutuhkanku" ucapku datar.
"Dengar dia bukan adikmu, ayah tidak pernah mempunyai anak yang gagap dan tidak bisa berbuat apa-apa seperti dirinya" aku tersenyum sinis mendengarnya.
"Ayah sudah menunjukan sifat ayah yang sebenarnya, dan itu sudah membuatku tahu atas jawaban dari ayah" kataku lagi dan kemudian berbalik.
"Apa maksudmu?" tanya ayah. 
"Bukankah tugas dari orang tua itu untuk merawat anaknya? Tapi, ayah melupakan satu anak ayah yang paling menderita diantara anak ayah yang lain" kataku tanpa menoleh.
"Dia menderita, dia menangis sendiri, dan dia menahan lukanya sendiri" jelasku lagi.
"Apa ayah tidak bisa melihat ke dalam hatinya sedikit? Dia sudah begitu menderita karena sering kita asingkan dari kecil, dan lebih parahnya ayah membiarkan Sakura menyiksanya, lebih banyak derita yang ia rasakan, dan aku tidak bisa melihatnya yang terluka sangat parah seperti itu" seruku lagi.
"Rasa sakit di tubuhnya sekarang, mungkin tidak sebanding dengan sakit yang ada di hatinya" setelah itu aku kembali melangkah.
"Nona" aku menoleh melihat Rena.
"Aku ingin menjenguk adikku" dia mengangguk.

Setelah berada di dapur, aku melangkah ke kamarnya. Dan kemudian, aku memegang gagang pintu kamarnya dan membuka pintu itu. 
Ku lihat dia meringkuk di kamar, dengan tubuhnya yang tertutup selimut. Aku yakin, dia masih menggigil, apalagi setelah ayah menamparnya tadi. Ku rasa sakitnya bertambah, bukan hanya di tubuhnya melainkan di hatinya juga bertambah.

"Rena, tolong siapkan baju hangat untuknya" suruhku.
"Baik nona" dia melangkah pergi.

Aku mendekat ke arah adikku yang masih terbaring lemah di kasur tipis itu. Aku duduk di dekatnya dan menatapnya yang tersenyum kepadaku. Senyum lirihnya bisa ku artikan. Dia memang menyukai keberadaanku, namun dalam senyumnya terdapat rasa sakit yang ia rasakan sendiri.

"Paruru" ucapku melihatnya.
"Kau masih sakit, sayang?" tanyaku.
"I-Iie" jawabnya singkat.
"Nanti malam kau ikut aku ya?" dia mengangguk.
"Aku akan membuatmu bahagia malam ini" dia tersenyum dan kembali mengangguk.
"Nona, ini bajunya" aku menoleh. Kemudian mengambil baju dari tangannya.
"Pakailah baju ini" dia mengangguk.
Dia bangkit dan duduk di dekatku. Aku membantunya untuk memakaikan baju itu di tubuhnya, dan setelah itu ku suruh dia untuk kembali terbaring.
"Rena, tolong siapkan makanan untuknya" suruhku lagi.
"Baik nona" dia melangkah keluar.
"Kau makan ya, setelah itu kau minum obat dan baru kau tidur, ne?" dia mengangguk.

***

~Paruru Pov~

Malam tiba, aku di bimbing oleh nee-chan untuk keluar dari kamar. Dia tahu aku masih sakit, maka dari itu dia membimbingku dengan perlahan. 
Dan setelah sampai, dia membimbingku untuk masuk ke dalam mobil. Kemudian, dia juga masuk. Aku melihat di belakang juga ada Rena. Tak lama mobil berjalan dan menjauh dari rumah kami. Selama di perjalanan, aku hanya bersandar di kursi mobil.

Sebenarnya aku tidak tahu, nee-chan akan membawaku kemana. Tapi, tadi dia bilang dia akan membuatku bahagia. Entah apa yang akan dia lakukan, aku tidka tahu. Tapi, karena aku tidak ingin mengecewakannya, maka dari itu aku mau saja menerima tawarannya itu. 
Tak lama mobil berhenti. Aku melihat dari kaca jendela mobil. Taman? Malam-malam seperti ini, ke taman? Untuk apa nee-chan membawaku ke taman?. 

"Paru, ayo keluar" aku mengangguk.
"Ke-ke-na-na-pa ne-ne-chan me-mem-ba-ba-wa-wa-ku ke ta-ta-ma-man?" seruku bertanya.
"Nanti kau juga akan tahu, Paru" dia tersenyum membalas ucapanku.
"Ayo, kita sudah di tunggu" di tunggu? Berarti sudah ada orang yang ada di taman itu?.

Dengan bantuan Rena, nee-chan membimbingku untuk berjalan ke taman. Masuk ke dalam taman itu. Kira-kira apa dan siapa yang ada di taman itu. Kenapa nee-chan malam-malam seperti ini, membawaku kemari?.
Ku lihat dari jauh, aku melihat beberapa orang yang berdiri di taman. Mereka semua membelakangi kami. Siapa kira-kira mereka. Tapi, ku rasa aku bisa menebak salah satu dari mereka. Yui, iya Yui berada di salah satu orang itu.

Setelah berada di belakang orang-orang itu, salah satu dari mereka berbalik. Yui, benar bukan dia berada di salah satu orang itu. Tapi, kenapa bisa dia ada disini? Apa yang sebenarnya nee-chan rencanakan?. Aku masih belum mengerti, dengan semua ini.

"Paru" aku mendongak melihat Yui.
"Omedetou" aku mengkerutkan dahi.
"Un-un-tuk?" dia tidak menjawab justruh membimbingku.

Aku menoleh ke depan, dan aku benar-benar terkejut setelah apa yang ku lihat di depan. Sebuah kue ulang tahun?. Ulang tahun? Aku menoleh melihat nee-chan dan dia tersenyum dan mendekat ke arahku. Mendaratkan ciuman di keningku dan pipiku.

"Omedetou. Aku bahagia, karena adikku sekarang sekarang sudah bertambah usianya" aku tersenyum mendengarnya. Nee-chan tidak melupakan hari ulang tahunku.
"A-a-ri-ga-ga-tou. A-a-ku ki-ki-ra ne-ne-chan lu-lu-pa" ucapku membalas.
"Awalnya, tapi setelah itu aku ingat. Dan aku tidak ingin, ulang tahunmu tidak di rayakan seperti tahun lalu, kau harus happy Paruru" aku kembali tersenyum dan memeluknya.
"Omedetou Paruru" aku mengangguk.

Ku lihat, ada Kai nii-chan disini, dan juga Yuki sensei. Walau sederhana, tapi ini sudah cukup untukku. Dan ini benar-benar membuatku sangat bahagia. Aku benar-benar merasa bersyukur hari ini. Terima kasih tuhan, terima kasih kakak. Kau benar-benar membuatku bahagia malam ini.

"Paru" aku menoleh melihat kakak.
"Ini ponsel baru untukmu, kau pakai ya? Agar kau bisa menghubungiku" aku mengangguk.
"A-a-ri-ga-ga-tou ne-ne-chan" dia mengangguk dan tersenyum.
"Kau senang?" aku mengangguk dengan cepat.

Dia memelukku dengan erat. Aku bahagia nee-chan. Aku sunggu sangat beruntung mempunyai seorang kakak yang sangat pengertian seperti dirimu. 

***

~Atsuko Pov~

Aku keluar dari kamar. Aku sangat tenang sekarang, karena aku sudah bisa membuatnya bahagia semalam. Tidak ada kesedihan yang terpancar dari wajahnya semalam. Justruh aku melihatnya yang sangat bahagia dan dia juga sangat cantik sekali, semalam.
Aku menuruni anak tangga, dan tibalah aku di lantai satu. Ku langkahkan kakiku untuk menuju dapur. Dan di sana, aku bisa melihat Rena yang tengah memasak. Segera, ku hampiri saja dirinya yang tengah sibuk memasak itu.

"Rena" dia menoleh.
"Dimana adikku?" tanyaku.
"Dia sedang ganti baju, nona" aku tersenyum mendengarnya.

Tak lama setelah percakapanku dengan Rena, aku mendengar suara pintu terbuka. Aku menoleh dan melihat adikku yang berjalan tertatih ke arahku. 

"O-one-ne-chan" dia tersenyum menyapaku.
"Bagaiamana keadaanmu?" tanyaku langsung.
"Su-su-da-dah mem-ba-ba-ik ne-ne-chan" aku kembali tersenyum mendengarnya.
"Syukurlah, banyak makan ya? Jangan sakit lagi seperti kemarin, nee-chan khawatir denganmu" dia mengangguk.
"Apa kau yakin, kau akan pergi ke tempat kerjamu? Memangnya kau sudah lebih baik, Paru? Aku masih khawatir denganmu" kataku panjang lebar.
"Ja-ja-ngan kha-kha-wa-ti-tir ne-nee-chan, a-a-ku su-su-da-dah le-le-bi-bih ba-ba-ik se-se-ka-ka-rang" jawabnya lagi.
"Baiklah, tapi ingat jika nanti kau sakit, secepatnya hubungi nee-chan kau mengerti?" dia mengangguk.

***

Setelah tadi aku mengantar paruru, aku langsung bergegas menuju cafe. Duduk di tempat dan menunggu seseorang. Aku sudah menyuruhnya datang kemarin, dan dia akan datang hari ini.
Tok... tok...
Pasti itu dia. Ternyata dia sudah datang, ku suruh saja dia untuk masuk dan sekarang aku bisa melihat seorang pemuda yang sudah lama menjadi temanku. Teman semasa kuliah. Dia tidak pernah berubah dari dulu, tetap tampan. Ku akui itu.

"Ada apa Acchan?" tanyanya setelah ia duduk berhadapan denganku.
"Aku ingin kau membimbing adikku, Jun" jawabku langsung.
"Adikmu gagap?" aku mengangguk.
"Kau masih bisa, membuatnya tidak gagap lagi?" dia mengangguk.
"Seharusnya tanpa aku-pun, kau pasti bisa Acchan" dia memang benar.
"Gagap, itu sangat mudah di sembuhkan. Banyak cara untuk menyembuhkan penyakit gagap" sekali lagi ucapannya memang benar.
"Iya kau memang benar, tapi kau tahu aku sangat sibuk" dia mengangguk.
"Lalu adikmu sekarang?" tanyanya lagi.
"Dia bekerja, kau kenal dengan Yokoyama Yui?" dia mengangguk.
"Tentu saja, aku dan kakaknya berteman" jawabnya.
"Kau tahu Yui membuka toko lukisan, bukan?" dia kembali mengangguk.
"Disanalah, tempat adikku bekerja" ucapku membalas.
"Disana ya? Besok aku akan kesana dan bertemu dengan adikmu" aku kembali mengangguk.
"Arigatou" dia mengangguk dan tersenyum.

Paruru, ku harap kau bisa sembuh sayang. Aku tidak ingin melihatmu menderita lebih lama lagi. Sudah cukup kau terluka, sudah cukup kau tersiksa. Saatnya kau harus bisa tersenyum dan selalu bahagia. Senyumanmu adalah hal terindah yang pernah ku lihat. Dan aku ingin kau selalu tersenyum. Aku tidak ingin melihatmu bersedih lagi, adikku.


To Be Continue.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar