Title : Story Of My Life Chapter 03
Author : Rena-chan
Genre : Gender-bender, Sad, Family, Love,
Main cast :
- Shimazaki Haruka
- Shimazaki Atsuko
- Shimazaki Mayu
- Shimazaki Sakura
Support Cast :
- Matsui Rena
- Takahashi Kai
- Yokoyama Yui
- And Others
Happy Reading All...
~---0---~
Rena masuk ke dalam kamar Paruru, ia melihat Paruru yang sudah
dalam kondisi terbaring di kamarnya. Lekas saja dia menghampiri Paruru.
"Nona" sapanya pada gadis yang kini memalingkan
wajahnya ke arahnya.
"Nona makan ya?" Paruru menggeleng lemah.
"Nanti nona sakit, jika nona tidak makan" kata Rena
lagi mengingatkan.
"A-a-ku ti-ti-da-dak la-la-par" balas Paruru singkat.
"Tapi, nona Atsuko yang menyuruhku nona" Paruru
melirik gadis itu.
"Bi-bi-la-lang sa-sa-ja ji-ji-ka a-a-ku su-su-dah
ma-ma-kan, la-la-gi pu-pu-la bu-bu-ka-kan u-u-ru-ru-sa-san-nya ji-ji-ka a-a-ku
ti-ti-dak ma-ma-kan" kata Paruru lagi.
"Nona, jangan bicara seperti itu. Nona Atsuko juga pasti
sangat khawatir dengan nona, jika nona tidak makan, bahkan tadi dia sangat
sedih ketika mendengar penjelasanku, bahwa nona tidak sering makan" kata
Rena panjang lebar.
"A-a-ku ti-ti-dak la-la-pa-par" hanya itu yang di
katakan Paruru sekarang pada Rena.
"Tapi nona,-" ucapannya terpotong.
"To-to-lo-long ja-ja-ngan pa-pak-sa a-a-ku" Rena
menghela nafas.
"Baiklah nona, tapi apa nona ingin di buatkan roti lagi
atau susu hangat?" Paruru menggeleng.
"Ya sudah, nona istirahat ya?" Paruru
mengangguk.
Setelah Rena keluar dari kamarnya, Paruru membaringkan tubuhnya.
Sejenak ia menatap langit kamarnya sendiri, kemudian ia menutup matanya untuk
menjelajahi alam mimpinya.
***
Atsuko keluar dari kamarnya, setelah ia selesai menyiapkan
dirinya. Pertama yang menjadi tujuannya adalah dapur. Disana, ia bisa melihat
Rena yang tengah memasak. Segera saja ia melangkah menghampiri pelayannya
tersebut.
"Rena" gadis itu menoleh melihatnya.
"Doustano nona Atsuko?" tanya Rena sambil meneruskan
masakannya.
"Apa Haruka sudah makan?" tanya Atsuko. Sejenak, dia
bisa melihat Rena terdiam.
"Dia sudah makan, nona" balas Rena kemudian.
"Lalu dimana dia? Apa dia tidur?" tanya Atsuko dan
Rena menggeleng.
"Nona Haruka sudah pergi nona" kata Rena membuat
Atsuko merapatkan kedua alis matanya.
"Kemana dia?" Rena menggeleng tidak tahu.
"Entahlah nona, kata nona Haruka dia hanya ingin pergi ke tempat
kerjanya, aku juga tidak tahu apa dia sudah bekerja atau belum" Atsuko
melebarkan kedua matanya.
Kerja? Adiknya yang malang itu, bekerja? Kerja apa? Bukankah
adik keduanya itu, mempunyai masalah pada kakinya? Dan lagi, setahunya Haruka
tidak bisa melakukan apa-apa dan bodoh. Lalu, pekerjaan apa yang di lakukan
adiknya di luar sana?. Dia benar-benar bingung sekarang, dan jujur dia juga
sangat khawatir.
"Dia kerja apa?" Rena menggeleng.
"Entahlah nona, aku sendiri juga tidak tahu. Tapi, nona
Haruka pernah menggumam jika dia butuh uang" kata Rena lagi.
Uang? Hanya karena uang, adiknya harus bekerja?. Bodoh, kenapa
dia tidak pernah memperhatikan Paruru. Dan sekarang, Paruru harus bekerja
sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.
Ia menoleh melihat pintu. Pintu kamar Paruru. Ia melangkah, dan
kemudian ia memegang gagang pintu itu. Ia membuka pelan dan sekarang, ia bisa
melihat dengan jelas bagaimana kamar yang selama ini Paruru pakai.
Ia melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar adiknya yang
malang itu. Ia membuka mulutnya seakan tidak percaya, sampai-sampai ia menutup
mulutnya yang terbuka itu. Matanya bening, ia ingin menangis namun ia
menahannya.
Apa benar ini kamar adiknya yang malang itu?. Kenapa kamarnya
seperti ini, kenapa kamar ini seperti tidak layak untuk di pakai. Ia mendongak.
Langit atap kamarnya? Oh tuhan, kenapa adiknya bisa betah di tempat seperti
ini?.
Ia melihat kasur tipis disana. Kamar adiknya itu benar-benar
tidak bisa di sebut kamar, ini bahkan lebih buruk dari sebuah kamar. Berbeda
dari kamarnya yang sangat luas dan sangat nyaman, apalagi ada selimut tebal dan
bantal serta guling yang cukup nyaman.
Bila di bandingkan dengan kamar Paruru. Jauh. Jauh berbeda.
Kamar adiknya itu hanya memakai kasur tipis yang langsung bersentuhan dengan
lantai, dan lagi tanpa alas sama sekali. Dan lagi, selimut yang di gunakan
adiknya sangat tipis. Apa adiknya itu tidak kedinginan jika malam hari?
Menggunakan selimut yang tipis seperti itu, pasti masih akan merasa sangat kedingingan.
"Apa kau sangat menderita Haruka? Apa kau tidak mengeluh di
tempatkan di tempat seperti ini?" tanyanya sambil melihat keadaan kamar
adiknya.
***
Atsuko masuk ke dalam panti asuhan bersama Kai, hari ini dia
menyumbangkan uang dan pakaian di panti asuhan itu.
Kai mengajak gadis itu untuk masuk ke dalam sebuah kamar. Kamar
yang luas dan bisa menampung banyak anak disana. Atsuko tersenyum, ia bisa
melihat anak yang sangat lucu-lucu disana. Ingin rasanya, ia memiliki anak
seperti itu kelak jika dia sudah menikah.
Kemudian ia menolehkan pandangannya ke arah kamar yang terletak
di pojok. Ia melihat seorang anak yang duduk, dan di kamar itu terdapat seorang
anak yang terbaring. Ia melangkah menuju ke arah anak itu. Kai yang melihat
tingkah Atsuko yang menurutnya aneh, ia segera mengikuti gadis itu.
"Hei, kenapa dia?" tanya Atsuko pada anak yang mungkin
berusia 10 tahun itu.
"Dia sakit, one-chan" kata anak itu membalas.
"Sakit apa?" tanya Atsuko lagi.
"Sakit demam, maka dari itu aku menemaninya disini, karena
dia adalah adikku satu-satunya" Atsuko mengangguk mengerti mendengarnya.
Ia duduk di dekat anak itu, memperhatikan adik anak itu yang
tengah terbaring dan di keningnya terdapat sebuah kain. Ia melihat wajah anak
itu yang sangat pucat. Benar-benar sangat pucat, jujur ia sangat kasihan pada
anak itu.
"Ah... ini ada buah untuk adikmu, di makan ya?" anak
itu mengangguk.
"Ayame-chan, kau makan buah ini ya?" gadis kecil itu
hanya mengangguk.
Gadis itu menoleh pada kakaknya, ia seperti memberi sebuah
isyarat pada kakaknya. Sang kakak yang mengerti, ia menganggukan kepalanya.
"Baiklah, aku akan menyuapimu" gadis kecil itu
tersenyum.
"Kenapa dia harus memberi isyarat padamu?" tanya
Atsuko bingung.
"Sejak dia lahir, dia sudah bisu dan kedua kakinya buntung,
maka dari itu aku yang merawatnya selama ini. Aku tidak ingin, dia
kenapa-napa" Atsuko terdiam mendengarnya.
Ia kembali teringat pada Haruka, bukankah adiknya itu juga
cacat?. Banyak kekurangan pada diri adiknya, salah satu kakinya yang tidak bisa
di gerakkan. Masih beruntung karena Haruka bisa berjalan walau tertatih. Tapi,
gadis kecil itu. Sama sekali tidak. Bahkan, kakaknya seperti tidak malu
mempunyai adik seperti dirinya.
"Apa kau sangat menyayangi adikmu ini?" tanya Kai pada
anak itu.
"Sangat, aku sangat menyayanginya" jawab anak itu.
"Apa kau tidak malu mempunyai adik sepertinya? Maaf
bukannya ada maksud" kata Kai.
"Aku tidak malu mempunyai adik sepertinya. Kata ibu sebelum
dia meninggal, dia bilang kepadaku jika semua anak yang lahir di dunia ini itu
suci, dan harusnya sebagai keluarga kita harus menyayanginya dan merawatnya.
Jika kita menelantarkan salah satu keluarga kita, itu tindakan yang salah dan
pastinya akan membuatnya menderita dan dia pasti akan merasa sangat
kesepian" kata anak itu panjang lebar.
Bulir-bulir air mata keluar begitu saja, dari mata Atsuko.
Mendengar penjelasan anak itu, ia semakin merasa bersalah pada Haruka, adik
kandungnya sendiri yang memiliki banyak kekurangan. Dan parahnya, adiknya itu
di tempatkan pada tempat yang tidak sepantasnya. Apa itu yang di sebut sebagai
keluarga?.
Keluarganya sangat tega membiarkan Haruka di kamar itu. Kamar
yang sama sekali menurut orang tidak nyaman. Tapi, kenapa ia tega membiarkan
Haruka menempati kamar itu. Kenapa ia tega? Kemana perasaannya sebagai seorang
kakak? Kenapa dia tidak menyayangi Haruka, seperti dia menyayangi Mayu dan
Sakura.
"Acchan, kau kenapa?" Atsuko mendongak melihat Kai
yang berdiri di dekatnya.
"Iie, aku tidak apa-apa" jawabnya.
"Kenapa kau menangis?" tanya Kai lagi.
"Tidak, aku tidak apa-apa. Setelah ini, kau bilang kau
ingin kemana tadi?" tanyanya mengalihkan topik permbicaraan.
"Ke toko lukisan Yui, aku sangat ingin membeli lukisannya.
Kemarin, aku melihat sebuah lukisan yang sangat cantik disana" Atsuko
mengangguk membalasnya.
***
Yui masuk ke dalam ruangannya. Ia melihat Paruru yang masih
belajar melukis. Ia melangkah dan menghampiri gadis itu, kemudian menyapanya
dengan riang.
"Paru" sapanya ceria.
"Y-Yui-kun" sapa Paruru balik dan membalas senyuman
pemuda itu.
"Lihat ini" kata Yui memperlihatkan beberapa lembar
uang.
"Lukisan kita terjual, Paru. Bahkan, pelanggan berani
membelinya dengan harga yang sangat tinggi" kata Yui tersenyum.
"Ini untukmu" kata Yui memberikan beberapa lembar uang
kepada gadis itu.
"Ta-ta-pi a-a-ku be-be-lum a-a-da sa-sa-tu bu-bu-lan di
si-si-ni" kata Paruru membalas.
"Kau pikir ini gajimu?" Paruru mengangguk membalasnya.
"Paru, ini bukan gaji anggap saja ini itu uang kita
sendiri. Lagi pula, kemarin kita bukan yang menggambarnya, jadi kau tenang
saja" kata Yui tersenyum dan menaruh uang itu di tangan Paruru.
"Terima ya? Jangan tidak" kata Yui.
"A-a-ri-ga-ga-tou" Yui mengangguk membalasnya.
Yui duduk disampingnya, pemuda itu melihatnya yang tengah
belajar melukis. Lukisannya memang tidak terlalu bagus, karena Paruru baru
belajar. Tapi, Yui sangat mengagumi gadis itu. Menurutnya, gadis itu pantang
menyerah.
Setelah selesai, Yui mengajak gadis itu keluar dari ruangan itu.
Yui juga memperlihatkan lukisannya yang ia lukis beberapa bulan lalu kepada
Paruru. Terlihat jelas, jika Paruru tersenyum dalam bimbingan Yui.
"Kau suka?" Paruru mengangguk.
"Tuan Yui" mereka menoleh.
"Ah... Fuuko, ada apa?" tanya Yui.
"Disana ada tuan Takahashi menunggu, dia sedang menunggu
tuan" Yui mengangguk.
"Baik, aku akan kesana" Fuuko mengangguk.
"Paruru, aku akan mengenalkanmu kepada teman kakakku. Dia
juga temanku hanya saja aku dan dia berbeda 3 tahun" Paruru mengangguk.
Yui kembali dengan telaten membimbing gadis itu. Pelan-pelan, ia
tidak ingin Paruru memaksakan kedua kakinya yang sedikit susah untuk di
gerakkan.
"Nii-chan" sapa Yui tersenyum pada pemuda yang
memiliki marga Takahashi itu.
"Yui" sapa pemuda itu balik.
Paruru mendongak melihat pemuda yang disapa oleh Yui tadi.
Kemudian, ia menolehkan pandangannya ke arah samping pemuda itu. Tunggu, dia?
Kenapa dia berada disini? Ia seakan tidak percaya dengan apa yang di lihatnya
sekarang ini.
Atsuko. Gadis itu terdiam, ketika melihat adiknya yang berada
dibimbingan Yui. Ia bertanya-tanya kenapa adiknya bisa berada di sini? Tunggu,
ia mengingat kata Rena tadi. Bahwa Paruru bekerja. Apa Paruru bekerja disini?
Lalu dia disini bekerja sebagai apa?.
"Are... siapa gadis ini Yui?" tanya Kai sambil
menunjuk Paruru.
"Ah... ini Shimazaki Haruka nii-chan, dia temanku dan dia
disini juga bekerja membantuku melukis" balas Yui mengenalkan Paruru.
"Takahashi Kai desu, nona" kata Kai memperkenalkan
dirinya yang di balas senyuman oleh Paruru.
"Tunggu Shimazaki? Marga nona sama dengan marga temanku
ini" kata Kai menunjuk Atsuko yang berdiri di sebelahnya.
Atsuko masih terdiam, ia memperhatikan Paruru. Tubuh Paruru
benar-benar kurus, ia melihat wajah adiknya. Putih pucat. Dan kedua kakinya
yang bergetar, apa mungkin Paruru kesakitan jika dia berdiri seperti itu?.
Hanya berdiri, bagaimana jika dia melangkah tanpa bantuan Yui. Apa jadinya, gadis
itu tanpa bimbingan Yui. Apa dia akan terjatuh?.
"Acchan, dia memiliki marga yang sama denganmu" kata
Kai tersenyum.
Bagaimana tidak memiliki marga yang sama. Paruru adiknya, dia
adik Atsuko. Adik kandung gadis itu. Atsuko sangat ingin memeluknya, ia ingin
bilang jika ia sangat menyesal telah membiarkan Haruka selama ini hidup dalam
kesendirian dan penuh penderitaan.
Tubuh Paruru seakan membeku, ia ingin menangis. Tapi, ia
menahannya sekuat tenaga. Ia tidak ingin Yui curiga padanya. Dan ia juga yakin,
bahwa sang kakak pasti tidak akan mengakui statusnya di keluarga.
Tunggu, kenapa pandangannya kabur begitu saja? Ia mendongak
melihat kakaknya yang masih berdiri di depannya. Tapi, kenapa bayang-bayang
sang kakak sama sekali tidak bisa di lihatnya dengan jelas? Pandangannya
benar-benar kabur. Ia berusaha sekuat tenaga untuk memaksakan senyumannya, ia
tidak ingin Yui mengkhawatirkan kondisi tubuhnya.
Tapi tetap saja, ia tidak bisa menahannya. Ia roboh, jika saja
Yui tidak menahannya. Dan sekarang, pemuda itu terlihat panik dengan koandisi
tubuhnya.
"Paruru, kau kenapa?" tanya Yui khawatir.
Gadis itu sama sekali seperti tidak mempunyai tenaga untuk
membalas pertanyaan Yui. Atsuko, dia bergerak dan membantu Yui untuk memapah
adiknya yang malang itu. Kenapa dia seperti ini? Apa dia tidak makan, di rumah
tadi?. Pikirannya sibuk mempertanyakan keadaan adiknya.
***
"Bagaimana keadaannya Yuki?" tanya Atsuko melihat
tubuh Paruru yang terbaring.
"Dia demam Acchan, sepertinya dia kedinginan dan sepertinya
dia tidak pernah makan, maka dari itu dia kehilangan tenaga" kata Yuki
membalas pertanyaannya.
Setelah tadi Paruru pinsan, ia meminta Yui untuk membawa adinya
itu mobil dan mereka bergegas pergi ke rumah sakit terdekat. Dan Atsuko meminta
Yuki, sahabatnya yang menjadi dokter itu memeriksa keadaan Paruru.
"Dia tidak mempunyai penyakit yang parah bukan?" tanya
Atsuko lagi.
"Tidak, dia hanya kecapekan mungkin. Dia harus banyak makan
Acchan, mungkin karena dia tidak terlalu sering makan, maka dari itu dia pinsan
seperti ini. Dan aku juga memeriksanya dengan teliti, dia kedinginan mungkin,
sampai dia seperti ini" kata Yuki panjang lebar.
Atsuko duduk disamping Paruru. Ia memandang wajah adiknya yang
pucat, bibirnya juga sama pucatnya. Ia tidak tega melihat adiknya yang terbaring
lemah seperti itu. Dia juga sempat meminta Yui dan Kai untuk pulang terlebih
dahulu. Dan kedua pemuda itu meng-iyakan, walau Yui sempat mengkhawatirkan
keadaan Paruru.
Namun, Atsuko beralasan jika dia yang akan membawa Paruru
pulang. Setelah keadaan gadis itu membaik, dan Yui langsung
meng-iyakan-nya.
"Kau mengenal gadis ini, Acchan?" tanya Yuki
memandangnya.
"Kau sangat ingin tahu, Yuki?" tanyanya balik.
"Jika kau tidak bisa menceritakannya, tidak perlu kau
ceritakan sekarang Acchan" balas Yuki tersenyum.
"Berjanjilah setelah aku menceritakannya, kau bisa
menyembunyikan rahasiaku" Yuki agak heran dengan permintaan Acchan, namun
kemudian ia mengangguk.
Atsuko menceritakan kisah hidupnya selama ini, di mulai dari
kisahnya semenjak kecil dan ia di karuniai 3 adik. Dan sampai kejadian yang
menyebabkan, salah satu adiknya yang di asingkan dari keluarganya. Dan kini
adiknya harus menderita sambil bekerja sendiri.
Ia juga jujur pada Yuki, jika ia sangat menyesal membiarkan adik
yang malang itu sendiri. Sempat dia bersikap kasar pada adiknya, namun ia sadar
jika adiknya itu pasti akan sangat kesepian jika tidak ada dirinya
disampingnya. Bahkan keluarganya yang terkesan mengejeknya.
"Apa?" Yuki terkejut.
"Iya, dia adikku Yuki. Haruka, adalah adikku yang mempunyai
banyak kekurangan" balas Atsuko.
"Tega sekali dirimu, Acchan bahkan keluargamu. Seharusnya
kalian tidak memperlakukan Haruka seperti itu, kasihan dia. Bahkan sejak dia
kecil dia harus hidup dengan keras, dan itupun dia harus hidup sendiri
Acchan" kata Yuki yang benar-benar tidak menyangka dengan kehidupan
sahabatnya yang sebenarnya.
"Aku menyesal Yuki, aku sangat menyesal membiarkannya hidup
sendiri seperti itu. Aku tahu, aku jahat bahkan aku sadar jika aku tidak pantas
menjadi kakak untuknya. Tapi, aku ingin merubahnya sekarang, aku sangat ingin
membalas semua kesalahanku padanya. Aku akan membuatnya bahagia" kata
Atsuko panjang lebar.
Sejenak dia diam, ia mengambil nafas terlebih dahulu sebelum
melanjutkan ucapannya pada Yuki, yang memandangnya dengan sedih.
"Aku akan mencoba membuat keluargaku seperti dulu. Aku akan
membuat Haruka masuk ke dalam keluarga kita lagi, dan aku juga akan berusaha
membuat ayah, ibu dan kedua adikku untuk menerimanya lagi. Aku berjanji Yuki,
dan aku tidak akan mengingkarinya" kata Atsuko lagi.
Ia menangis, dan kini ia menolehkan pandangannya kepada Paruru
yang masih terbaring lemah di kamar rumah sakit itu.
"Hai, aku percaya denganmu Acchan. Aku akan selalu
mendoakan kalian" hanya itu yang dikatan Yuki padanya.
"Arigatou" lirihnya.
***
~Atsuko Pov~
Haruka, maafkan aku yang telah membuatmu seperti ini. Aku
berjanji, aku akan mengembalikan keluarga kita seperti dulu. Aku akan membuat
keluarga kita berkumpul seperti dulu. Seperti yang kau impikan selama ini. Aku
berjanji Haruka.
Aku menatapnya dengan pandangan sedih. Sudah dua jam dia
terbaring tidak sadarkan diri di rumah sakit ini. Dan aku tidak beranjak dari
dudukku, aku masih sangat ingin menemaninya disini. Aku tidak ingin
meninggalkannya dalam keadaan terbaring tidak sadarkan diri seperti ini.
"Enghh..." aku kembali menatapnya.
Ku lihat dia mengerjapkan kedua matanya. Haruka, kau sadar
sayang?. Ku genggam tangannya yang panas, dia mengerjapkan kedua matanya lagi.
Aku tersenyum ketika dia melihatku.
"Kau sudah sadar?" tanyaku dan dia mengangguk.
"Di-di-ma-ma-na a-a-ku?" tanyanya.
"Kau dirumah sakit Haruka, tadi kau pinsan apa kau masih
ingat?" tanyaku halus dan sejenak ia diam, kemudian ia mengangguk.
Dia mencoba untuk bangun. Aku membantunya, dan kini ia duduk
berhadapan denganku. Oh tuhan, wajahnya sangat pucat sekali, aku tidak tega
melihatnya seperti ini. Apa kau juga kedinginan Haruka?.
Aku memeluknya dengan erat. Mengelus bagian belakang kepalanya
dengan halus. Maafkan aku Haruka, aku sudah membuatmu seperti ini. Maafkan
kesalahanku selama ini kepadamu.
"Haruka, maafkan aku" lirihku sambil mengeratkan
pelukanku di tubuhnya.
"Ke-ke-na-na-pa ka-kau me-mi-min-ta ma-ma-af?" tanyanya.
"Karena aku sudah membuatmu seperti ini, Haruka. Aku
berjanji, aku akan mengembalikan keluarga kita seperti dulu. Aku sangat
menyayangimu, Haruka. Kau adikku, kau juga pantas mendapatkan kasih sayang di
keluarga kita, sayang" jelasku panjang lebar.
Dan sekarang, aku bisa mendengar tangisannya. Aku melepas
pelukan dan menatapnya yang kini mengeluarkan cairan bening dari kedua matanya.
Aku menghapus air matanya, aku tidak ingin melihatnya mengeluarkan air matanya
lagi.
"Jangan menangis Haruka, aku tidak ingin melihatmu
menangis" kataku.
"A-a-ku me-me-ri-rin-du-du-kan-mu o-one-ne-chan" aku
tersenyum membalasnya.
"Iya sayang, aku juga merindukanmu" ku cium pipinya
dan kemudian aku memeluknya kembali.
"Jangan menangis lagi ya, sekarang kau tidak sendiri, aku
akan melindungimu Haruka" dia mengangguk.
"Oh iya, kenapa Yui memanggilmu Paruru?" tanyaku.
"I-i-tu na-na-ma pa-pang-gi-la-lan-ku ne-ne-chan. A-a-ku
ha-ha-nya i-i-se-seng me-men-ca-ca-ri-nya" katanya membuatku tersenyum.
"Boleh aku memanggilmu Paruru?" tanyaku dan dia
mengangguk.
"Ja-ja-ngan ka-ka-si-sih ta-ta-hu du-du-lu pa-pa-da ya-yang
la-la-in" aku mengangguk.
"Hai, hanya aku yang akan memanggilmu Paruru di rumah, kau
tenang saja ya?" dia mengangguk dan kembali memelukku. Ku balas
pelukannya.
To Be Continue......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar