Kamis, 18 Februari 2016

Star Boy (Chapter 01)

Title : Star Boy Chapter 01
Author : Rena Anisa Azahra ~ Rena-chan
Genre : Gender-bender, T, Fantasi, Love

Main Cast :
  • Matsui Jun
  • Matsui Rena
Support Cast :
  • Furukawa Aiji
  • Matsui Kai (Jun Appa)
  • Matsui Atsuko (Jun Amma)

Ini FF keduaku di blog ini guys.... semoga kalian suka ya. Aku juga ada FF baru di wattpad, jika kalian ingin tahu kalian bisa kunjungi FF aku. 

Happy Reading All.....



~----0----~

~Author Pov~

Malam ini entah kenapa langit terlihat berbeda, langit sangat gelap. Bukan gelap, seperti biasanya. Melainkan tidak ada setitik cahaya pun dari langit itu, semua sangat gelap. Bahkan jika ada seseorang yang tengah berjalan pun, mereka pasti akan sangat takut. Mereka mengira, akan terjadi badai kali ini. 

Dua orang tengah berjalan di sekitar daerah itu. Mereka sepasang suami istri, yang tengah ingin pulang kerumah mereka. Namun, karena malam yang sangat pekat. Pandangan mereka harus terganggu. Mereka juga sangat heran, kenapa langit begitu gelap. Tidak ada sinar bulan sama sekali dan juga tidak adan sinar bintang seperti biasanya.
Walau seperti itu memang sudah biasa, karena mereka fikir hujan akan datang. Tapi, malam ini memang sangat pekat. Penglihatan mereka sangat terganggu, dan mereka tidak bisa melihat apa-apa. Tapi, mereka masih berjalan dengan cahaya dari Hanphone wanita itu. Walau tidak terlalu terang, tapi mereka bisa melihat dengan sinar itu. 

"Kenapa malam ini, berbeda sekali daripada malam-malam yang sebelumnya?" tanya wanita itu pada suaminya, yang kemudian dibalas dengan gelengan kepala olehnya.
"Entahlah Atsuko, aku juga tidak tahu. Seharusnya, kita tadi menggunakan kendaraan, agar kita bisa sampai dengan selamat" balas sang suami mengeluh.
"Iya tidak apa-apa, Kai-kun. Sekarang, yang terpenting kita harus sampai dirumah" suami mengangguk meng-iyakan.

Tak lama mereka kembali berjalan, mereka harus dikejutkan dengan suara yang berasal dari atas langit. Mereka mendongak, melihat langit. Ada sebuah cahaya disana, dan cahaya itu mengarah kebawah. Seperti ingin terjatuh. Cahaya itu sangat silau ketika dilihat dari dekat.
Kai dan Atsuko yang melihat cahaya itu hanya bisa menutup kedua matanya, ketika cahaya itu sudah hampir sampai dibumi. Cahaya itu mengeluarkan bunyi seperti bom, ketika mendarat dibumi. Beruntung, karena Kai dan Atsuko, sudah menghindar sehingga mereka tidak terkena akibat dari ledakan cahaya itu.

Mereka melihat ada sebuah kotak berukuran besar, setelah cahaya itu sudah hilang. Mereka memicingkan mata, untuk melihat kotak apa yang mereka lihat sekarang. Karena tadi, setelah cahaya itu menghilang kotak besar itu terlihat dengan tanah yang sudah berantakan dan juga menciptakan sebuah lubang.

Kai mendekat, disusul oleh sang istri karena istrinya sangat takut, jika terjadi sesuatu dengan suaminya itu. Mereka bisa melihat kotak berukuran besar, yang sekarang sudah berada tepat didepan mereka. Kotak itu berwarna perak, dan persegi panjang. 
Perlahan tangan Kai diangkat, ia memegang penutup kotak itu. Kemudian, tanpa pikir panjang lagi dia membuka kotak persegi panjang itu. Mereka melebarkan kedua mata mereka, setelah mereka tahu apa yang berada didalam kotak tersebut.

"Bayi?"

***

Seorang pemuda tengah berjalan di sekitar jalan. Pemuda itu tampak sangat menikmati perjalanannya, ia selalu seperti itu ketika ia akan berangkat ke kampusnya. Dia tidak pernah menggunakan kendaraan jika berangkat maupun pulang dari kampus. Sungguh, dia sangat menyukai dengan aktifitasnya sekarang.

"Aduh.... sudah jam segini. Aku harus segera sampai, atau aku tidak akan diperbolehkan masuk ke dalam kelas" ucapnya setelah mengetahui jam ditangannya.
Pemuda itu berlari, dengan cepat. Tampak sangat jelas, dikedua kaki pemuda itu seperti diselimuti oleh sesuatu yang dari jauh seperti dilihat hanya sebuah cahaya berwarna biru. Dengan cahaya itu, pemuda itu dapat berlari dengan cepat diatas manusia normal dan ia bisa mendahului beberapa kendaraan didepannya.

Sejenak, ia bisa sampai di kampusnya sendiri. Ia masuk, dan kemudian berlari dengan cepat hingga ia berada di depan kelasnya. Ia tidak mempedulikan, jika mahasiswa dan mahasiswi yang terkena imbas akibat ulahnya itu tengah kebingungan. Ia hanya memikirkan nasibnya, jika ia tidak sampai di kelas sekarang maka dia tidak akan diperbolehkan masuk dan dia tidak mau, jika semua itu terjadi.

Dia melangkah masuk, sambil bernafas lega karena sang dosen yang tengah mengajar belum sampai dikelas. Ia memegang dadanya, sambil mengucap syukur. Dan dia duduk di tempatnya, dan para temannya yang menyapanya, sempat ia balas.

***

~Jun Pov~

Aku sangat bersyukur sekali, karena hari ini aku tidak telat. Aku berbeda dari manusia normal lainnya. Aku bisa berlari dengan cepat dan bisa mengeluarkan kekuatan dari dalam tubuhku, dan aku sendiri tidak tahu kenapa aku bisa seperti ini.
Sempat aku bertanya kepada kedua orang tuaku, tapi mereka hanya menjawab, jika kekuatan itu adalah sebuah anugrah dan aku harus menggunakannya dengan baik. Aku hanya percaya saja, dengan cerita mereka. Aku hanya tidak ingin membebani mereka dengan pertanyaan konyol lainnya yang masih ku pendam. Aku tahu mereka sangat sibuk, apalagi ayah. Maka dari itu, aku simpan saja pertanyaan konyolku ini.

Dan sekarang aku tengah berjalan disekitar lingkungan kampus, aku melihat para pemain basket yang hari ini tampak bersemangat dalam menjalani permainan bola besar itu. Sebenarnya aku sangat ingin, bermain bola besar itu. Namun, aku tidak mempunyai nyali untuk mendaftar. Aku masih ragu, apa aku bisa bermain basket atau tidak.
Tak lama, aku melihat seorang gadis. Dia sangat cantik, dengan kulit putihnya. Aku sangat begitu memperhatikannya, dia adalah gadis yang selama ini aku kagumi. Aku sangat menyukai sifatnya yang lemah lembut. Dan dia juga sangat ramah pada semua orang, bila kita bertemu aku selalu menyapanya dan dia juga membalas sapaanku. Senangnya, aku ketika dia menjawab sapaanku. 

Namun, aku tahu aku siapa. Aku tidak mungkin, bisa bersama gadis itu. Dia sangat disukai oleh banyak pemuda, termasuk salah satu pemain basket yang terkenal. Pemuda itu bukan kapten basket, namun dia hanya anggota basket yang terkenal karena dia bermain dengan cukup baik dan energik. Jujur, aku saja juga mengaguminya. Ku akui dia memang sangat pandai bermain basket.

Hap....
Aku berlari dengan cepat, ketika aku melihat gadis itu hampir terjatuh. Beruntung, aku bisa menangkapnya dan dia tidak jadi mencium lantai kampus ini. Dia memang sangat cantik, beruntung aku bisa melihat wajah cantiknya dari sedekat ini. Mimpi, apa aku kemarin? Kenapa hari ini, aku bisa melihat kecantikannya dari sedekat ini. Hembusan nafasnya bisa kurasakan sekarang, dan mungkin juga dia bisa merasakan hembusan nafasku.

"Rena" aku tersentak ketika ada yang memanggil nama gadis yang ku tolong. Segera saja, aku membimbing gadis itu bangkit.
Aku menoleh melihat seorang pemuda yang menghampiri kami. Tatapan matanya sangat dingin jika melihat kearahku. Kemudian, ia menolehkan pandangannya pada gadis yang berdiri didepanku. Dia melihat gadis itu dengan wajah yang khawatir, mungkin. 

"Daijoubu, Rena-chan?" tanyanya pada gadis yang berdiri didepanku. 
"Hai. Daijoubu, Aiji" jawabnya tersenyum kepada pemuda bernama 'Aiji' itu.
"Jun-kun, terima kasih atas pertolonganmu" ucapnya menoleh kearahku. Aku mengangguk dan tersenyum membalas ucapan sekaligus senyuman manisnya.
"Apa perlu ku antar pulang, Rena-san?" tanyaku mencoba. Ku harap dia tidak menolak keinginanku, aku sangat ingin bisa dekat dengannya. Tidak masalah juga, jika aku bisa menjadi sahabat dengannya.
"Tidak perlu, Jun-kun. Aku tidak ingin merepotkanmu" balasnya lagi membuatku tersenyum.
"Daijoubu Rena-san. Lagi pula, arah jalan pulang kita sama bukan?" dia tersenyum dan mengangguk. 
"Baiklah, kita pulang bersama" akhirnya, dia mau juga. 

Dia menoleh kearah Aiji. Aku juga menoleh kearahnya. Tatapan matanya sangat silau denganku, apa mungkin dia tidak menyukai kedekatanku dan Rena-san?. Mungkin saja, dia juga sangat menyukai Rena-san, walau Rena-san menolak cintanya.

"Rena, kau bisa pulang bersamaku" ucapnya yang kemudian melihat Rena-san.
"Iie, tidak perlu Aiji. Lagi pula, arah rumah kita berbeda aku tidak ingin membuatmu, bolak-balik" jawab Rena dengan halus dan masih tersenyum.
"Lalu, kau akan pulang dengan pemuda cupu ini? Lihat, dia tidak menggunakan kendaraan, Rena-chan" balas Aiji. Aku menoleh kearah Rena-san.
"Lagi pula, aku juga tidak menggunakan kendaraan. Jadi, tidak masalah aku berjalan dengannya" aku tersenyum mendengar jawaban Rena pada Aiji.
"Nee.... Jun-kun, ayo kita pulang" aku mengangguk antusias.

***

~Author Pov~

Setelah melakukan kegiatannya di kampus tadi, Jun pulang. Seperti biasa, ia berjalan kaki tidak menggunakan kendaran apapun. Dia memang sangat menyukai aktifitasnya itu, menurutnya itu sangat bisa membuatnya bisa leluasa menghirup udara segar di sore hari dan di pagi hari ketika dia berangkat ke kampus.

Ketika dia tengah asyik berjalan dan masuk ke tempat sepi. Pemuda itu harus terhenti, karena 3 orang pemuda yang memotong perjalanannya. Jun bingung dengan ketiga pemuda itu. Untuk apa ketiga pemuda itu harus memotong jalannya. Dan ini untuk pertama kalinya, ia dihadang oleh seseorang yang tidak ia kenal sama sekali.
Pemuda itu mendekat kearahnya. Kedua mata ketiga pemuda itu mengarah tajam kearahnya, dan Jun hanya bisa diam melihat ketiga pemuda yang berdiri didepannya itu. Beberapa pertanyaan melintas, di benaknya. Ia tidak tahu, apa yang akan dilakukan oleh ketiga pemuda itu kepadanya.

"Mau apa kalian?" tanya Jun risih dengan sikap ketiga pemuda itu.
"Membunuhmu" jawab salah satu pemuda itu. 

Kemudian tanpa basa basi ketiga pemuda itu menyerangnya. Ia melawannya, ia tidak menghindar atau kabur, justruh Jun melawan ketiga pemuda itu. Dengan kecepatan dan kemampuan didalam tubuhnya, ia bisa mengelak dan membalas pukulan ketiga pemuda itu.
Tampak sangat jelas, luka yang tergambar di wajah ketiga pemuda itu. Jun memang sangat pandai, berkelahi apalagi dengan kekuatan aneh didalamnya. Ia mampu, mengatasi masalahnya sendiri. Dan masalah seperti ini sangatlah mudah untuknya.

Sekarang, Jun berdiri tegak didepan ketiga pemuda itu dan melihat ketiga pemuda itu yang sekarang terkapar kesakitan ditanah. Jun tersenyum, kemudian ia berbalik. Ia tidak terlalu suka, dengan perkelahian sebenarnya. Namun, ketiga pemuda itu memaksanya dan mau tidak mau Jun harus melayani mereka.

Setelah sampai dirumah, ia melangkah masuk kedalam rumah dan menemukan ibunya yang tengah menyiapkan makanan. Ia tersenyum kemudian, ia menghampiri ibunya dan menyapa ibunya itu. Ibunya menyapa balik dan tersenyum melihatnya.
Kemudian setelah itu, Jun duduk. Ibunya menaruh nasi dipiringnya, memang selalu seperti itu kehidupan mereka. Jun sangat senang dengan perhatian ibunya, dari kecil dia memang sangat dimanja oleh kedua orang tuanya, namun itu tidak membuatnya menjadi anak yang manja dan selalu berbuat semaunya karena kedua orang tuanya yang begitu memanjakannya.

***

~Jun Pov~

Duduk, dengan buku ditanganku. Aku tengah berada di kantin kampus sekarang, setiap istirahat aku memang kesini untuk mengisi perut. Setelah selesai, baru aku membaca buku. Sebenarnya, hanya untuk menambah pengetahuan saja dan memang inilah hobiku.

"Matsui Jun"Aku mendongak melihat seorang pemuda yang sekarang berdiri didepanku. Ia menatapku dengan datar dan disebelahnya ada dua orang temannya.
Aku berdiri menyamakan posisiku dengan mereka. Jujur, aku sangat bingung dengan sikap mereka bertiga. Tumben sekali, mereka menemuiku. Namun, aku merasa ada suatu perasaan tidak enak dengan pertemuan ini. Apa yang akan mereka lakukan padaku?

"Doustano Furukawa-san?" tanyaku pada Aiji.
"Kau berani sekali mengajak gadisku pergi kemarin" balasnya padaku dengan tampang datar.
"Gadismu? Maksudmu, Matsui Rena-san?" tanyaku dan dia mengangguk.
"Bukankah dia bukan gadismu? Jadi, dia berhak untuk pulang dengan siapa saja yang dia mau, bukan?" tanyaku lagi dan ku lihat dia menghela nafasnya kesal.

Hap..
Beruntung aku menghindar, ketika Aiji melayangkan pukulannya tadi kepadaku. Kenapa dia memukulku, salah apa aku dengannya. Apa yang ku katakan memang benar, bukan? Rena bukan milik siapa-siapa dan dia berhak pulang dengan orang lain, termasuk aku.

"Apa salahku padamu? Hingga kau, ingin memukulku?" tanyaku padanya.
"Karena kau sudah berani mendekati, Rena" dia berlari dan aku kembali mengelak ketika dia ingin memukulku.
"Matte. Tapi, bukan seperti ini juga caranya." ucapku padanya.
"Lalu seperti apa caranya. Kau memang benar-benar pemuda cupu yang tidak tahu diri, Matsui Jun" kembali aku mengelak dari pukulannya. Jujur, aku tidak ingin berkelahi hari ini.

Dia kembali memukulku, namun aku mengelak. Dan itu berulang-ulang kejadiannya, hingga aku menyadari jika dia sangat lelah dengan ulahnya sendiri. Sudah sedari tadi juga aku bilang padanya, jika aku tidak ingin berbuat masalah, hanya saja dia sendiri yang tetap ingin menghajarku. Bukan salahku, bukan?.
Ku lihat dia berdiri. Kedua matanya melihatku dengan tajam. Aku masih diam, menunggu apa yang akan dia lakukan padaku. Kemudian ia kembali berlari, dan aku menjongkok untuk menghindari pukulannya yang memang dilayangkan untukku.

"Berhenti Aiji" aku menoleh melihat Rena yang sekarang menghampiriku.
"Kenapa kau ingin sekali, memukul Jun?" tanya Rena menatap Aiji yang mungkin sekarang tengah kelelahan akibat ulahnya sedari tadi.
"Karena aku tidak suka, dengan kedekatanmu dengan pemuda cupu itu" balas Aiji menatapku dengan kesal.
"Bukankah aku sudah bilang, jika tidak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi, itu bukan urusanmu Aiji" balas Rena ketus.

Ku lihat Aiji kembali berdiri seperti semula, tatapan matanya masih sama tajam. Dia bergerak menghampiri aku dan Rena. Dan berhenti, tepat di depanku.
"Besok ku tantang kau, bermain basket. Siapa yang menang, dia menjadi milik Rena dan mendapatkan ciuman dari Rena" aku melebarkan kedua mataku mendengarnya.
Apa dia gila? Dimana otaknya, Rena bukan barang yang harusnya di pertaruhkan. Dia mempunyai harga diri, dan hati. Aku yakin, Rena pasti terkejut mendengarnya. Aku menoleh, benar bukan dia melebarkan kedua matanya. Tandanya, dia juga terkejut mendengar perkataan Aiji.

"Iie, aku tidak mau. Rena bukan barang, dia sama seperti kita dia manusia dan aku yakin, dia juga tidak mau" tegasku padanya.
"Iya Aiji, kau sangat keterlaluan. Dimana perasaanmu, aku tidak mau kau jadikan taruhan dalam permainanmu, itu" sambung Rena yang menyetujui ucapanku.
"Jika kau tidak mau, maka Rena akan menjadi milikku" balasnya tanpa mendengar penjelasan Rena sama sekali.
"Aiji" teriak Rena dengan kesal.
"Diam Rena, ini urusanku dengan Jun. Kau tidak perlu ikut campur kedalam masalah ini" aku benar-benar geram mendengarnya.

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku harus menerima taruhan itu? Jika iya, sama saja itu berarti aku sudah menyakiti hati Rena. Jika tidak, maka Rena-san akan menjadi milik pemuda itu. Aku menoleh, melihat Rena yang juga melihatku sekarang.
Aku mencoba berkomunikasi lewat mataku. Dia menghela nafas, dan dengan perlahan menganggukan kepalanya. Apa dia serius? Kenapa dia, menyetujuinya?. Matanya bening, aku sungguh tidak tega melihatnya seperti itu.

"Tolong terima Jun, aku tidak ingin menjadi milik pemuda itu. Tolong aku, dan jika kau menang, aku akan menjadi milikmu, aku akan bersamamu dan selalu ada didekatmu, aku berjanji. Dan aku akan pastikan, jika aku tidak berkhianat dan akan selalu mencintaimu, aku mohon terima taruhan itu dan menangkan pertaruhan itu untukku" ucapnya berbisik tepat ditelingaku.
Sungguh, aku sebenarnya tidak tega. Tapi, mau bagaimana lagi itu juga permintaan Rena. Baiklah, aku akan menerima pertaruhan konyol itu, untuk Rena.

"Baik, aku menerimanya" jawabku sambil menatap Aiji. Ku lihat dia tersenyum mendengarnya, dan kemudian berbalik.
"Kalian yang berada disini, menjadi saksinya. Jika aku menang, maka Rena akan menjadi milikku dan dia juga akan menciumku besok, setelah aku dan Jun bermain tapi jika Jun yang menang, dia yang akan menjadi milik Rena dan mendapatkan ciuman dari Rena" aku sungguh kesal mendengarnya.

Dia kembali berbalik dan melihatku dengan senyum yang bisa ku artikan, bahwa senyuman itu adalah senyuman licik yang ia tunjukan. Dia mendekat dan berhenti tepat di hadapanku dan masih tersenyum licik melihatku. Aku sungguh kesal dengan sifatnya itu.
"Bersiaplah untuk kalah, Jun. Kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku" ucapnya dengan sombong.
Kemudian dia berbalik dan pergi bersama kedua temannya. Aku pastikan kau akan kalah, Aiji. Tunggu dan lihatlah besok.

Aku menoleh melihat Rena yang tengah menunduk. Aku tahu hatinya sangat sakit, menjadi taruhan seperti itu memang tidak enak.

"Rena-san, maafkan aku" dia mendongak melihatku.
"Iie, ini bukan salahmu Jun-kun. Kau tidak salah, aku sendiri yang menyuruhmu untuk melakukan itu. Tolong, kau menangkan pertaruhan itu untukku, dan janjiku akan ku tepati" aku menghela nafas kemudian mengangguk membalasnya.

***

~Author Pov~
Keesokan harinya, seperti apa yang dikatakan oleh Aiji, Jun akan berhadapan dengannya di lapangan. Permainan basket, yang memang telah Aiji kuasai. Sebenarnya Jun agak ragu dengan permainan bola besar itu, apa dia bisa atau tidak melakukan permainan itu? Namun, ia masih tetap datang untuk Rena, gadis yang sangat dicintainya selama ini.
Mereka berdiri secara berhadapan ditengah lapangan basket. Aiji tampak tersenyum puas, melihat Jun yang sekarang berdiri didepannya. Dan Jun hanya menatap pemuda itu dengan kesal, karena sejujurnya dia tidak mau kejadian seperti ini terjadi. Ia memikirkan perasaan Rena.

Sementara gadis itu, berdiri di pinggir lapangan dengan kedua teman Aiji yang berada disisi kanan dan kirinya. Ia benar-benar tidak habis pikir, Aiji begitu menjaganya sampai-sampai menyuruh kedua sahabatnya untuk menjaganya agar dia tidak kabur.

Pritt...
Tanda sudah berbunyi. Bola melambung tinggi dan orang yang pertama yang mendapatkan bola itu adalah Aiji. Pertandingan berjalan dan terdengar suara teriakan mendukung Aiji, dan hanya sedikit yang mendukung Jun, karena memang Jun tidak pernah terlihat bermain basket.
4 menit kemudian, Aiji sudah mencetak 1 gol pertamanya. Dia tersenyum puas, melihat Jun yang kesal karena tidak bisa menjaga pertahanannya sendiri. Dan itu membuat Rena khawatir, ia tidak mau dengan pemuda bernama Aiji itu, ia tahu betul sifat pemuda itu. Maka dari itu, ia tidak mau jika kemenangan ada di pihak pemuda itu.

Berselang sekitar 2 menit, Jun berhasil membawa bolanya setelah ia merebut bola itu dari tangan Aiji. Dengan cepat ia berlari dan berhenti tepat dibawah ring basket, ia melempar dan masuk. Bola itu masuk ke ring. Ia tersenyum, dan kembali setelah melihat Aiji tampak kesal dengan terciptanya gol dari Jun. Ia tidak menyangka, jika Jun bisa menciptakan peluangnya sendiri.
Mereka kembali bermain, dan ketika Jun membawa bolanya dengan licik Aiji menyenggol lengan pemuda itu dan membuat Jun harus mencium lapangan itu. Jun benar-benar kecewa dengan permainan Aiji, dia kira selama ini Aiji selalu bersih dalam bermain, namun nyatanya dia salah besar.
"Jun-kun" Jun menoleh melihat Rena yang tampak khawatir dengannya.
Ia kembali berdiri, dan menoleh melihat Aiji yang tersenyum melihatnya. Kemudian, pemuda itu melempar bola dan masuk. Ia tersenyum dan kembali setelah sebelumnya ia memberi senyuman sinis untuk Jun. Benar-benar sangat licik memang pemuda itu.

Permainan itu sudah berjalan selama lebih 20 menit, dan Jun berhasil menyamakan skor Aiji. Dan jika dalam 3 menit, ia tidak menciptakan bola maka Rena akan menjadi milik pemuda itu. Itu semua sudah menjadi sepakatan sejak awal mereka bermain.
Dan dalam menit-menit terakhir, Aiji melakukan permainan itu dengan curang dan itu membuat Jun sangat kesal dengannya. Sedari juga dia belum menggunakan kekuatannya, karena ia pikir Aiji akan bermain dengan bersih, namun ia salah besar ternyata. Sudah beberapa kali, pemuda itu melakukan kecurangan dalam bermain.

Ia tidak ingin lagi kejadian itu terulang. Jun melihat Aiji, pemuda itu tengah memainkan bola besar itu dengan memandang Jun dengan sinis. Kemudian, ia bersiap dan mulai berlari. Ia ingin menghindari Jun, namun bola yang di pegangnya, berhasil direbut oleh Jun.

"Sedikit lagi waktunya akan selesai, aku harus cepat" gumam Jun.
Kemudian, ia mempercepat larinya dan melompat. Lompatan Jun sangat tinggi, berbeda dengan lompatan manusia pada umumnya. Dan ia seolah terbang menghampiri ring basket. Setelah itu, semua mahasiswa bisa melihat Jun memasukan bola dan waktu berakhir.
Jun tersenyum ketika mendengar peluit tanda berakhirnya permainan itu. Ia tidak menyangka jika ia akan berhasil dalam permainan bola besar. Dan sungguh lompatannya itu, membuat para mahasiswa dan mahasiswi yang menatapnya dengan penuh kagum.





To Be Continue....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar