Author : Rena-chan
Genre : Love, Gender-Bender, PG-13
Main cast :
- Yokoyama Yui
- Matsui Jun
- Yokoyama Mayu
- Shimazaki Haruka
- Matsui Rena
- Kashiwagi Yuki
Other Cast :
- Matsui Jurina
- Yokoyama Atsuko
- Yagura Fuuko
- Iriyama Anna
- Tanaka Natsumi
Happy Reading All.......
~---0---~
Ketika
sampai di hotel, Rena langsung masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat rambutnya
yang panjang. Dia mengeluh. Kemudian, ia meletakkan tas di sofa. Rena kembali
mengingat kejadian tadi. Dia seperti merasa ada di Neraka. Kenapa, semua
anak-anak di sekolah itu, tidak menyukainya? Kenapa, dia harus masuk ke sekolah
elit itu? Dia tidak bisa bertahan dengan ucapan mereka yang selalu membullynya.
Walau
ada Jurina yang selalu membelanya, namun temannya selalu mengusilinya. Mereka
seperti tidak pernah lelah untuk mengganggunya. Bahkan, kemarin saja dia harus
tidur di sofa. Ketiga temannya yang satu kamar dengannya, tidak menyukai jika
Rena tidur bersama mereka. Padahal, dia sekolah, hanya untuk belajar dan
mencari teman. Tapi, mereka semua tidak ingin berteman dengannya. Ternyata
benar apa kata teman SMP-nya dulu. Bahwa anak orang kaya itu sombong. Mungkin
tidak semuanya, hanya sebagian atau mungkin lebih banyak. Dia benar-benar ingin
keluar dari sekolah itu. Tapi, ia tidak akan bisa menjawab, jika kedua orang
tuanya bertanya, kenapa dia ingin keluar dari sekolah itu. Padahal, kedua orang
tuanya sangat berharap, jika dia bisa sekolah di sana.
“Rena…”
dia mendongak.
“Iya,
ada apa?” dia hanya bisa berdoa, bahwa Fuuko dan kedua temannya tidak akan
mengerjainya lagi.
“Kau
selamat”
“Maksudnya?”
Rena sama sekali tidak mengerti.
Fuuko
berjalan dan langsung mengambil sesuatu yang ada di bawah kasur. Rena terkejut
melihat benda yang sekarang ada di tangan Fuuko. Fuuko melempar benda itu ke
wajahnya. Rena terkejut. Itu baju kesayangan yang tadi pagi ia cari. Ternyata,
Fuuko yang menyembunyikannya.
“Kenapa
bajuku ada bersamamu?” tanya Rena tidak mengerti.
“Aku
yang menyembunyikannya” kata Fuuko mengaku.
“Eh?”
“Beruntung
kau selamat, karena Jurina membantumu. Tapi, jangan harap hidupmu tenang, Rena”
kata Annin.
Rena
kembali menunduk mendengarnya. Annin menatapnya tajam, kemudian ia mendekati
gadis itu. Rena hanya melihat kaki gadis itu yang perlahan mendekatinya. Rena
hanya bisa berdoa, jika Annin tidak akan melakukan apa-apa. Annin berdiri di
depannya. Kedua tangannya di lipat di dada. Lalu, tangan kanannya mulai
bergerak. Ketika dia ingin menyentuh rambut Rena, pintu terketuk. Natsumi yang
ada di depan pintu, membuka pintu kamar dan terlihatlah seseorang di sana.
“Ayo,
kalian harus makan”
“Hai, senpai”
Mereka
langsung keluar dan mendahului salah satu senior mereka itu. Hanya Rena yang
masih diam di sana. Mayu mulai melangkah mendekatinya. Dia memandang Rena yang
terus menunduk. Dari wajahnya, Mayu sudah bisa menduga, jika Rena sedang ada
masalah. Mayu menghela nafas.
“Rena,
kita makan, ya? Sudah waktunya untuk makan”
“I-iya,
senpai”
Mereka
kemudian keluar. Setelah menutup pintu, Rena melangkah mengikuti Mayu dan
mereka makan bersama dengan yang lain. Rena duduk bersama Mayu dan Jurina serta
ada Jun juga di sana. Mayu yang menyuruhnya untuk duduk bersamanya. Lagipula,
Mayu sudah tahu jika dia tidak akan bisa bergabung dengan temannya yang lain.
Selama makan, dia hanya diam sambil mendengarkan ketiga seniornya bercerita.
Rena
menyadari satu hal. Yui. Pemuda itu sama sekali tidak bersama mereka. Padahal,
mereka sangat dekat. Rena pernah melihat mereka duduk bersama di kantin sekolah
setiap waktu istirahat. Tapi, kali ini Rena tidak melihat Yui sama sekali.
“Yui
senpai di mana?” tanya Rena menoleh
ke arah Mayu.
“Dia
pulang. Kekasihnya masuk ke rumah sakit”
“Kekasihnya
yang waktu itu mengantar kalian ke sekolah?” tanya Rena lagi.
“Hai”
Rena
kembali diam dan meneruskan makanannya. Dia kembali mendengarkan ketiga
seniornya itu berbicara. Dia sangat ingin bisa seperti ini dengan temannya,
tapi mereka semua tidak pernah bisa menerimanya.
***
Paruru
terbangun dari tidurnya. Orang yang pertama kali ia lihat adalah Atsuko yang
tertidur pulas di sampingnya. Dia melihat ke sekelilingnya. Dia juga mencium
bau obat yang menyengat hidungnya. Ruangan ini juga serba putih. Dia mencoba
untuk bangun dan posisinya sekarang duduk. Atsuko terbangun, ketika dia
menggerakkan tubuhnya. Atsuko menatapnya sambil tersenyum.
“Kau
sudah bangun, Paru?” tanya Atsuko.
“Kenapa
aku ada di sini, nee-chan?” tanya
Paruru.
Ketika
sudah di periksa oleh dokter tadi, dokter mengatakan jika Paruru sedang istirahat.
Kondisi psikisnya sangat lemah. Beruntung, karena Atsuko membawanya ke rumah
sakit tepat waktu. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi pada Paruru. Atsuko
menceritakan semuanya yang terjadi padanya. Ketika dia sudah selesai bercerita,
Atsuko bertanya kepadanya.
“Siapa
yang mendorongnmu?” tanya Atsuko ketika sudah mendapat jawaban dari Paruru.
“Tidak
tahu, nee-chan”
Atsuko
terdiam. Dia mencoba menebak siapa yang mencorong Paruru, hingga Paruru masuk
ke dalam kolam renang. Di rumah hanya ada pembantu serta kedua kakak Paruru.
Atsuko bisa menebak, jika yang melakukannya adalah kedua kakak Paruru. Tapi,
dia tidak ingin menceritakannya pada Paruru. Bisa saja, Paruru tidak akan
percaya. Lagipula, Paruru dan mereka bersaudara. Atsuko tidak ingin masalah ini
di perpanjang. Toh, Paruru selamat dari kejadian itu.
Kemudian,
Atsuko langsung menoleh pada Paruru. Paruru hanya menatapnya dengan wajah
polosnya. Dia tersenyum melihat Paruru.
“Kau
merindukan Yui?” Paruru tersenyum dan mengangguk.
“Padahal,
aku ingin belajar masak denganmu, nee-chan.
Aku ingin membuat makanan yang enak untuk Yui nii-chan”
Atsuko
tersenyum mendengarnya. Dia bisa melihat Paruru yang juga tersenyum. Mungkin,
jika kejadian yang membuat Paruru masuk ke rumah sakit tidak terjadi, pastinya
mereka akan sudah mulai belajar memasak. Tapi, yang ada justruh Paruru masuk ke
dalam rumah sakit. Mungkin, beberapa hari dia akan masih di rawat di sini.
“Nee-chan, Yui nii-chan kapan pulang?” tanya Paruru.
“Sebentar
lagi dia akan sampai di sini. Dia mengkhawatirkan keadaanmu dan dia rela
meninggalkan aktifitas sekolahnya”
“Berarti
nii-chan akan pulang secepatnya?”
Atsuko
mengangguk. Paruru tersenyum lebar. Ia memang menginginkan Yui untuk pulang
secepatnya.
Kemudian,
pintu terbuka tanpa di ketuk. Mereka menoleh melihat pintu tersebut. Seseorang
menghampiri Paruru dengan wajah khawatir. Dia langsung memeluk Paruru dengan
erat dan mengelus kepala gadis itu.
“Paru,
kau tidak apa-apa?” tanya Yui.
“Tidak
apa-apa, nii-chan. Akhirnya, nii-chan pulang juga” kata Paruru
tersenyum.
“Iya.
Aku khawatir dengan keadaanmu, sayang” kata Yui mengelus kepalanya.
Atsuko
tersenyum melihat mereka. Kemudian, dia diam-diam keluar dari ruangan rawat
Paruru. Membiarkan Yui berdua dengan Paruru. Setidaknya, sekarang Paruru sudah
ada yang menjaga. Dia sudah ada di tangan orang yang tepat. Yui menatap Paruru.
Wajahnya sekarang sudah tampak tenang, ketika dia melihat senyuman Paruru.
“Kenapa
kau bisa sampai masuk ke rumah sakit seperti ini, Paru?”
“Ketika
aku di dekat kolam renang, ada yang tiba-tiba mendorong kursi rodaku, nii-chan”
“Siapa
yang melakukannya?”
“Aku
tidak tahu” balas Paruru singkat.
Sama
seperti apa yang ada di pikiran Atsuko, Yui mengira jika yang melakukan semua
itu adalah kedua kakak Paruru. Tapi, Yui hanya diam. Dia tidak akan
memberitahukannya pada Paruru. Percuma saja, Paruru tidak akan mempercayainya.
Justruh, dia nantinya akan bertengkar dengan Paruru. Seperti yang terjadi pada
beberapa hari yang lalu. Yui masih ingat, ketika dia marah kepada Paruru,
karena gadis itu tidak mempercayainya. Paruru justruh terjatuh dari kursi
rodanya dan lengannya sedikit lecet. Apalagi, sekarang ini Paruru sedang sakit.
“Aku
ingin pulang, nii-chan. Aku tidak
bisa belajar memasak, jika aku terus berada di sini”
“Untuk
apa kau belajar memasak?” tanya Yui.
“Tentu
saja membuat makanan untuk nii-chan. Aku
tidak mau membohongi nii-chan lagi
seperti dulu. Nanti, nii-chan marah
denganku lagi”
“Aku
tidak akan pernah marah lagi denganmu, Paru”
Paruru
tersenyum, kemudian ia memeluk Yui. Yui hanya diam, dan dia kembali teringat
dengan kata-kata Paruru tadi. Dulu, ketika Yui masih duduk di kelas 1 SMA, Yui
pernah marah dengan gadis itu. Alasannya, karena Paruru pernah memberinya
makanan dan Paruru bilang, jika makanan itu adalah buatan Paruru. Padahal,
makanan itu bukan buatan Paruru melainkan pembantu Paruru.
Waktu
itu, sebenarnya Paruru tidak ingin berbohong dengan Yui. Tapi, karena Rina
menyurunya, bahkan membujuk Paruru, Paruru akhirnya mau membohongi Yui.
Padahal, di balik itu Paruru tidak tahu, jika Rina menjebaknya.
Paruru
menjalankan kursi rodanya, ketika ia mendengar suara ketukan pintu rumah. Ia
membuka pintu tersebut dan terlihatlah seorang laki-laki yang sangat ia
harapkan kedatangannya. Dia tersenyum, tapi laki-laki itu hanya menatapnya
dengan pandangan datar. Paruru mundur, ia memberi ruang untuk laki-laki itu
bisa masuk ke dalam. Kemudian, Paruru langsung mengikutinya masuk. Paruru
menatap laki-laki itu yang sekarang duduk di sofa. Walau wajahnya datar, tapi
Paruru tersenyum begitu lebar. Ia benar-benar sangat senang dengan kedatangan
laki-laki itu.
“Nii-chan,
aku ambilkan makanan untukmu, ya?” kata Paruru tersenyum.
“Hmmm”
kata Yui berdehem.
Paruru
langsung menggerakkan kursi rodanya untuk masuk ke dalam dapur. Di sana, ada
satu piring yang di atasnya sudah ada nasi dan
lauk. Paruru langsung mengambilnya. Tapi, ketika dia ingin kembali pada
Yui, dia terdiam. Paruru menatap Rina yang berdiri di pintu dapur. Rina
menghampirinya. Kemudian, Rina melihat Paruru yang tersenyum kepadanya. Rina
hanya menatapnya datar. Paruru tidak tahu, apa yang membuat Rina ke dapur.
Tapi, dia hanya mengira jika kakaknya akan mengambil minuman atau makanan
ringan. Seperti biasanya.
“Nee-chan
ingin mengambil minuman, ya?” tanyanya, ketika Rina mendekatinya.
“Tidak.
Makanan itu buat siapa?” tanya Rina.
“Untuk
Yui nii-chan.”
Rina
tersenyum sambil menatap makanan yang ada di pangkuan adiknya. Kemudian, dia
duduk. Ia menyamai tingginya dengan Paruru. Kali ini, dia berkata lebih lembut
daripada yang sebelumnya.
“Paru,
ini buatan siapa?” tanya Rina.
“Buatan
pembantu kita, nee-chan” balas Paruru langsung.
“Kau
bilang saja pada Yui, jika makanan ini buatanmu” kata Rina.
“Tapi,
aku tidak ingin berbohong, nee-chan”
Rina
mendesah dan sejenak, ia menatap adiknya dengan tajam. Tapi, dia langsung
kembali tersenyum. Dan berkata dengan lembut.
“Tidak
apa berbohong, Paru. Ini juga demi hubunganmu dengan Yui. Siapa tahu, Yui akan
menyukaimu”
“Honto?”
“Hai”
balas Rina.
“Baik,
nee-chan”
Rina
tersenyum mendengar persetujuan Paruru. Dia berdiri, kemudian membiarkan Paruru
keluar dari dapur. Dia diam-diam mengikuti gadis itu. Paruru meletakkan piring
itu di meja. Yui sedang memegang ponsel, mungkin dia sedang mengirim pesan
singkat kepada temannya. Paruru langsung menghampiri Yui. Dia menatap Yui yang
langsung meliriknya, ketika dia tiba di depan pemuda itu. Paruru hanya bisa
tersenyum memandangnya.
“Nii-chan,
ini di makan. Ini buatanku” kata Paruru dengan polosnya sambil tersenyum.
Yui
hanya diam dan mengambil piring itu. Dia memakannya. Enak. Memang, karena itu
yang membuat adalah ahlinya, dan bukan Paruru. Yui hanya makan masakan itu,
tanpa melihat Paruru. Jujur, karena setelah sekolah, ia langsung ke rumah
Paruru. Dia sama sekali belum makan. Paruru terus tersenyum, ketika melihat Yui
makan. Dia tidak akan mengira, jika Yui akan menyukai masakan itu.
Ketika
selesai makan, Yui langsung menaruh piring itu di meja. Dia sudah sangat
kenyang sekarang. Lalu, Paruru mengambil piring itu. Sebelum mengembalikkan
piringnya, dia menatap Yui dan bertanya.
“Nii-chan
ingin minum?”
“Hai.
Makanan buatamu enak juga” Paruru tersenyum lebar mendengarnya.
“Tunggu
sebentar, nii-chan. Aku akan mengambil minuman untuk nii-chan”
Yui
hanya mengangguk. Kemudian, Paruru kembali ke dapur untuk mengembalikan piring
yang kotor serta mengambil minuman untuk Yui. Sementara Paruru ada di dapur,
Rina langsung menghampiri Yui. Yui mendongak melihatnya. Yui hanya menatapnya
dengan pandangan heran. Kemudian, Rina langsung berbicara pada Yui. Mungkin,
Rina berfikir, Yui akan lebih membenci Paruru.
“Yui,
kau tahu? Sebenarnya, makanan itu bukan buatan Paruru. Tapi, buatanku” kata
Rina.
“Buatanmu?”
Rina mengangguk.
“Iya.
Tadi, Paruru memang sengaja mengakui masakan itu buatannya, karena dia berniat
untuk menarik perhatianmu. Dia ingin kau menyukainya. Sebenarnya, aku sudah
menolak, tapi dia tetap memaksa, Yui” kata Rina dengan wajah sedihnya.
“Jadi,
makanan ini…”
Rina
hanya mengangguk. Kemudian, Yui terlihat sangat kesal. Dia berfikir, gadis
polos seperti Paruru ternyata berani membohonginya. Diam-diam, Rina melihatnya
dengan senyum. Dia sangat puas, karena dia berhasil membuat Yui kesal dengan
Paruru. Rina langsung pergi. Baru setelah itu, Paruru kembali dari dapur. Di
pangkuannya ada nampan, di atas nampan itu ada segelas air untuk Yui.
Yui
menatapnya dengan tajam, sementara Paruru langsung menaruh nampan itu di meja.
Yui duduk, dia memandang tajam gadis polos itu. Paruru menoleh ke arah Yui. Dia
hanya tersenyum, walau Yui memandangnya dengan tajam.
“Makanan
ini bukan buatanmu, bukan?” kata Yui langsung.
“Eh?
Kenapa nii-chan bilang seperti itu?” tanya Paruru terkejut.
“Aku
sudah tahu, jika makanan ini bukan buatanmu. Tadi, Rina bilang kepadaku. Ayo,
mengaku saja, jika makanan itu bukan buatanmu”
Paruru
hanya bisa menunduk. Dia langsung mengangguk kecil dan membuat Yui terkejut.
Setelah itu, Paruru hanya bisa menunduk sambil mendengarkan ucapan Yui. Bisa di
bilang, ucapan Yui membuat Paruru sedih. Sedari tadi, Yui memarahi gadis itu. Paruru
terus menunduk, dan dia sesekali mengangguk membalas ucapan Yui.
“Tapi,
kata Rina nee-chan, berbohong tidak apa-apa” kata Paruru akhirnya.
“Jangan
mengelak!”
Lagi-lagi,
ketika Yui mengeraskan ucapannya, Paruru kembali menunduk. Paruru terlalu takut
dengan suara Yui yang terlalu keras. Bahkan, Paruru juga sangat takut dengan
suara petir. Dia akan ketakutan dan menutup kedua telinganya. Tapi, kali ini
Yui yang tengah marah dengannya. Dan yang dia lakukan hanya bisa menunduk dan
mendengarkan kata-kata Yui dengan setia.
“Maaf,
nii-chan. Lain kali, aku tidak akan berbohong lagi”
“Awas
saja, jika kau melakukannya lagi!” Paruru kembali menunduk. Dia hanya
mengangguk pelan.
Ketika mengingat semua itu, Yui semakin
merasa bersalah pada Paruru. Jika kemarin dia tidak ikut pergi ke acara
sekolahnya, mungkin Yui akan menjaga Paruru dan Paruru tidak akan masuk ke
rumah sakit. Dia terlalu mengkhawatirkan gadis itu. Yui mengeratkan pelukannya
di tubuh Paruru dan mengecup pucuk kepala Paruru.
Hari ini, Yui berjanji akan menjaga
Paruru lebih baik lagi. Dia tidak akan meninggalkan gadis itu. Yui terlalu
takut untuk meninggalkan Paruru. Kemudian, Yui mencoba melihat Paruru. Gadis
itu tersenyum lebar melihatnya. Dia hanya bisa tersenyum, kemudian membelai
pipi gadis itu dengan lembut.
“Nii-chan,
aku lelah” kata Paruru.
“Tidur saja, ya?”
Paruru mengangguk dan mulai terbaring di
kasur. Yui mengelus kepala gadis itu, sampai akhirnya Paruru benar-benar
tertidur pulas di kasur. Dia akan menunggu Paruru.
***
Rena keluar terlebih dahulu dari
kamarnya. Dia melangkahkan kakinya sambil menoleh ke arah kanan dan kirinya.
Masih sepi. Rena memang sangat terlalu pagi bangunnya. Dia bukan gadis yang
selalu terlambat bangun. Jika biasanya dia akan memasak untuk keluarganya,
sekarang Rena harus menunggu. Dia tidak membuat makanan sendiri di hotel,
melainkan mereka akan makan bersama. Mungkin, nanti siang mereka akan kembali
ke Tokyo. Sudah dua hari ini, mereka ada di Okinawa. Belajar, liburan dan
segalanya mereka lakukan bersama-sama. Kecuali untuk Rena yang tidak bisa
merasakan kesenangan. Dia sama sekali tidak pernah tertawa, temannya selalu
menyiksanya.
Bahkan, ketika temannya sedang bermain
dan bercanda, Rena hanya bisa diam dan memandang mereka. Rena sama sekali tidak
punya keberanian untuk bergabung dengan mereka. Rena takut, dia akan menjadi
bahan bullyan. Rena takut, jika dia di campakkan. Rena juga sangat takut, jika
mereka akan menyiramnya air dan memotong rambutnya. Seperti malam itu. Rena
benar-benar sangat takut dengan mereka.
Di luar, dia melihat Jun yang sedang
menikmati angin pagi hari. Jun. Pemuda yang waktu dulu pernah merebut ciuman
pertamanya. Rena bahkan sudah melupakan hari itu. Jun menoleh ke arah belakang,
dan kemudian tatapan mereka bertemu.
Jun tersenyum, dan Rena hanya bisa
membalasnya dengan senyum simpul. Kemudian, Jun menghampirinya. Dia menyeret
Rena dan membawa gadis itu ke pantai. Walau sebelumnya Rena sempat menolak,
tapi Rena akhirnya pasrah di bawa oleh laki-laki itu.
Rena menatap laut. Udara di pagi hari
ini juga sangat sejuk, membuat Rena nyaman ketika dia berada di pantai. Dia
tersenyum. Jun menghentinkan langkah kakinya, dan itu membuat Rena juga
menghentinkan langkah kakinya. Rena menatap Jun yang tersenyum kepadanya. Jun
memutar tubuh Rena. Tubuh Rena kini menjadi membelakanginya, kemudian Jun
melingkarkan tangannya di pinggang Rena. Itu berhasil membuat Rena terkejut,
Rena menjadi semakin gugup, ketika Jun menaruh dagunya di bahu Rena. Jun tahu,
jika Rena gugup. Ia menyuruh Rena agar bisa tenang. Dia berjanji tidak akan
melakukan apa-apa pada Rena.
“Kau sangat dekat dengan Jurina” kata
Jun.
“Jurina senpai sangat baik kepadaku, Jun-kun.
Dia selalu membantuku” balas Rena sedikit gugup.
“Iya. Tapi, Jurina tidak pernah sedekat
itu dengan orang lain.” Timpal Jun kemudian.
Rena diam. Ia tidak bisa membalas ucapan
Jun. Jun tersenyum memandang Rena yang gugup. Wajah gadis itu juga sangat lucu,
ketika dia sedang gugup. Bahkan, dia sangat cantik. Jun membalikkan tubuh Rena
kembali. Dia mengelus pipi Rena dengan lembut. Melihat bibir merah muda itu,
Jun teringat kejadian waktu itu. Ketika mereka ada di dalam mobil. Dengan
berani, Jun mengambil ciuman pertama gadis itu.
Jun tersenyum. Kemudian, ia mendekatkan
dirinya. Entah kenapa, dia menginginkan hal itu kembali. Dia merasa sangat
nyaman, ketika dia mencium gadis itu.
“Jun-kun,
jangan” kata Rena. Kedua tangannya memegang dada Jun.
“Kenapa? Tenang saja, tidak ada orang di
sini” Jun memegang pipi kanannya.
“Aku tidak enak dengan Sakura-san. Bukankah dia itu kekasihmu?”
Rena bertanya.
“Sakura tidak akan tahu semua ini.
Bahkan, dia sudah membuat adikku marah. Sekarang, kita sedang berjauhan”
“Eh?”
Jun hanya tersenyum melihat Rena yang
terkejut. Dia kembali mendekatkan wajahnya. Rena sedikit menjauhkan kepalanya.
Walau begitu, rasanya Rena tidak ingin berciuman dengan Jun. Dia hanya tidak
ingin terjadi sesuatu di antara mereka. Apalagi, jika sampai ada yang melihat
mereka, bisa saja akan salah paham.
“Rena, tidak akan terjadi apa-apa”
“Jangan, Jun-kun”
Jun menghela nafas. Kemudian, ia
menghentikannya. Lalu, dia hanya memeluk tubuh gadis itu dan mencium pucuk
kepalanya. Walau kecewa, tapi dia mengerti, kenapa Rena menolak. Dia mendekap
tubuh Rena dengan erat. Kemudian, ia menutup kedua matanya dan berbicara dengan
Rena. Suaranya memang pelan, tapi Rena bisa mendengar suara Jun.
“Maafkan aku, Rena. Aku tidak akan
mengulanginya lagi. Aku menyayangimu”
To Be Continued...........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar