Rabu, 14 September 2016

Love Story (Tujuh)

Title : Love Story (Tujuh)
Author : Rena-chan
Genre : Love, Gender-Bender, PG-13

Main cast :
  • Yokoyama Yui
  • Matsui Jun
  • Yokoyama Mayu
  • Shimazaki Haruka
  • Matsui Rena
  • Kashiwagi Yuki
Other Cast :
  • Matsui Jurina
  • Yokoyama Atsuko
  • Yagura Fuuko
  • Iriyama Anna
  • Tanaka Natsumi

Happy Reading All.......



~---0---~



Ketika sampai di hotel, Rena langsung masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat rambutnya yang panjang. Dia mengeluh. Kemudian, ia meletakkan tas di sofa. Rena kembali mengingat kejadian tadi. Dia seperti merasa ada di Neraka. Kenapa, semua anak-anak di sekolah itu, tidak menyukainya? Kenapa, dia harus masuk ke sekolah elit itu? Dia tidak bisa bertahan dengan ucapan mereka yang selalu membullynya.
Walau ada Jurina yang selalu membelanya, namun temannya selalu mengusilinya. Mereka seperti tidak pernah lelah untuk mengganggunya. Bahkan, kemarin saja dia harus tidur di sofa. Ketiga temannya yang satu kamar dengannya, tidak menyukai jika Rena tidur bersama mereka. Padahal, dia sekolah, hanya untuk belajar dan mencari teman. Tapi, mereka semua tidak ingin berteman dengannya. Ternyata benar apa kata teman SMP-nya dulu. Bahwa anak orang kaya itu sombong. Mungkin tidak semuanya, hanya sebagian atau mungkin lebih banyak. Dia benar-benar ingin keluar dari sekolah itu. Tapi, ia tidak akan bisa menjawab, jika kedua orang tuanya bertanya, kenapa dia ingin keluar dari sekolah itu. Padahal, kedua orang tuanya sangat berharap, jika dia bisa sekolah di sana.

“Rena…” dia mendongak.
“Iya, ada apa?” dia hanya bisa berdoa, bahwa Fuuko dan kedua temannya tidak akan mengerjainya lagi.
“Kau selamat”
“Maksudnya?” Rena sama sekali tidak mengerti.

Fuuko berjalan dan langsung mengambil sesuatu yang ada di bawah kasur. Rena terkejut melihat benda yang sekarang ada di tangan Fuuko. Fuuko melempar benda itu ke wajahnya. Rena terkejut. Itu baju kesayangan yang tadi pagi ia cari. Ternyata, Fuuko yang menyembunyikannya.

“Kenapa bajuku ada bersamamu?” tanya Rena tidak mengerti.
“Aku yang menyembunyikannya” kata Fuuko mengaku.
“Eh?”
“Beruntung kau selamat, karena Jurina membantumu. Tapi, jangan harap hidupmu tenang, Rena” kata Annin.

Rena kembali menunduk mendengarnya. Annin menatapnya tajam, kemudian ia mendekati gadis itu. Rena hanya melihat kaki gadis itu yang perlahan mendekatinya. Rena hanya bisa berdoa, jika Annin tidak akan melakukan apa-apa. Annin berdiri di depannya. Kedua tangannya di lipat di dada. Lalu, tangan kanannya mulai bergerak. Ketika dia ingin menyentuh rambut Rena, pintu terketuk. Natsumi yang ada di depan pintu, membuka pintu kamar dan terlihatlah seseorang di sana.

“Ayo, kalian harus makan”
Hai, senpai

Mereka langsung keluar dan mendahului salah satu senior mereka itu. Hanya Rena yang masih diam di sana. Mayu mulai melangkah mendekatinya. Dia memandang Rena yang terus menunduk. Dari wajahnya, Mayu sudah bisa menduga, jika Rena sedang ada masalah. Mayu menghela nafas.

“Rena, kita makan, ya? Sudah waktunya untuk makan”
“I-iya, senpai

Mereka kemudian keluar. Setelah menutup pintu, Rena melangkah mengikuti Mayu dan mereka makan bersama dengan yang lain. Rena duduk bersama Mayu dan Jurina serta ada Jun juga di sana. Mayu yang menyuruhnya untuk duduk bersamanya. Lagipula, Mayu sudah tahu jika dia tidak akan bisa bergabung dengan temannya yang lain. Selama makan, dia hanya diam sambil mendengarkan ketiga seniornya bercerita.
Rena menyadari satu hal. Yui. Pemuda itu sama sekali tidak bersama mereka. Padahal, mereka sangat dekat. Rena pernah melihat mereka duduk bersama di kantin sekolah setiap waktu istirahat. Tapi, kali ini Rena tidak melihat Yui sama sekali.

“Yui senpai di mana?” tanya Rena menoleh ke arah Mayu.
“Dia pulang. Kekasihnya masuk ke rumah sakit”
“Kekasihnya yang waktu itu mengantar kalian ke sekolah?” tanya Rena lagi.
Hai

Rena kembali diam dan meneruskan makanannya. Dia kembali mendengarkan ketiga seniornya itu berbicara. Dia sangat ingin bisa seperti ini dengan temannya, tapi mereka semua tidak pernah bisa menerimanya.

***

Paruru terbangun dari tidurnya. Orang yang pertama kali ia lihat adalah Atsuko yang tertidur pulas di sampingnya. Dia melihat ke sekelilingnya. Dia juga mencium bau obat yang menyengat hidungnya. Ruangan ini juga serba putih. Dia mencoba untuk bangun dan posisinya sekarang duduk. Atsuko terbangun, ketika dia menggerakkan tubuhnya. Atsuko menatapnya sambil tersenyum.

“Kau sudah bangun, Paru?” tanya Atsuko.
“Kenapa aku ada di sini, nee-chan?” tanya Paruru.

Ketika sudah di periksa oleh dokter tadi, dokter mengatakan jika Paruru sedang istirahat. Kondisi psikisnya sangat lemah. Beruntung, karena Atsuko membawanya ke rumah sakit tepat waktu. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi pada Paruru. Atsuko menceritakan semuanya yang terjadi padanya. Ketika dia sudah selesai bercerita, Atsuko bertanya kepadanya.

“Siapa yang mendorongnmu?” tanya Atsuko ketika sudah mendapat jawaban dari Paruru.
“Tidak tahu, nee-chan

Atsuko terdiam. Dia mencoba menebak siapa yang mencorong Paruru, hingga Paruru masuk ke dalam kolam renang. Di rumah hanya ada pembantu serta kedua kakak Paruru. Atsuko bisa menebak, jika yang melakukannya adalah kedua kakak Paruru. Tapi, dia tidak ingin menceritakannya pada Paruru. Bisa saja, Paruru tidak akan percaya. Lagipula, Paruru dan mereka bersaudara. Atsuko tidak ingin masalah ini di perpanjang. Toh, Paruru selamat dari kejadian itu.
Kemudian, Atsuko langsung menoleh pada Paruru. Paruru hanya menatapnya dengan wajah polosnya. Dia tersenyum melihat Paruru.

“Kau merindukan Yui?” Paruru tersenyum dan mengangguk.
“Padahal, aku ingin belajar masak denganmu, nee-chan. Aku ingin membuat makanan yang enak untuk Yui nii-chan

Atsuko tersenyum mendengarnya. Dia bisa melihat Paruru yang juga tersenyum. Mungkin, jika kejadian yang membuat Paruru masuk ke rumah sakit tidak terjadi, pastinya mereka akan sudah mulai belajar memasak. Tapi, yang ada justruh Paruru masuk ke dalam rumah sakit. Mungkin, beberapa hari dia akan masih di rawat di sini.

Nee-chan, Yui nii-chan kapan pulang?” tanya Paruru.
“Sebentar lagi dia akan sampai di sini. Dia mengkhawatirkan keadaanmu dan dia rela meninggalkan aktifitas sekolahnya”
“Berarti nii-chan akan pulang secepatnya?”

Atsuko mengangguk. Paruru tersenyum lebar. Ia memang menginginkan Yui untuk pulang secepatnya.
Kemudian, pintu terbuka tanpa di ketuk. Mereka menoleh melihat pintu tersebut. Seseorang menghampiri Paruru dengan wajah khawatir. Dia langsung memeluk Paruru dengan erat dan mengelus kepala gadis itu.

“Paru, kau tidak apa-apa?” tanya Yui.
“Tidak apa-apa, nii-chan. Akhirnya, nii-chan pulang juga” kata Paruru tersenyum.
“Iya. Aku khawatir dengan keadaanmu, sayang” kata Yui mengelus kepalanya.

Atsuko tersenyum melihat mereka. Kemudian, dia diam-diam keluar dari ruangan rawat Paruru. Membiarkan Yui berdua dengan Paruru. Setidaknya, sekarang Paruru sudah ada yang menjaga. Dia sudah ada di tangan orang yang tepat. Yui menatap Paruru. Wajahnya sekarang sudah tampak tenang, ketika dia melihat senyuman Paruru.

“Kenapa kau bisa sampai masuk ke rumah sakit seperti ini, Paru?”
“Ketika aku di dekat kolam renang, ada yang tiba-tiba mendorong kursi rodaku, nii-chan
“Siapa yang melakukannya?”
“Aku tidak tahu” balas Paruru singkat.

Sama seperti apa yang ada di pikiran Atsuko, Yui mengira jika yang melakukan semua itu adalah kedua kakak Paruru. Tapi, Yui hanya diam. Dia tidak akan memberitahukannya pada Paruru. Percuma saja, Paruru tidak akan mempercayainya. Justruh, dia nantinya akan bertengkar dengan Paruru. Seperti yang terjadi pada beberapa hari yang lalu. Yui masih ingat, ketika dia marah kepada Paruru, karena gadis itu tidak mempercayainya. Paruru justruh terjatuh dari kursi rodanya dan lengannya sedikit lecet. Apalagi, sekarang ini Paruru sedang sakit.

“Aku ingin pulang, nii-chan. Aku tidak bisa belajar memasak, jika aku terus berada di sini”
“Untuk apa kau belajar memasak?” tanya Yui.
“Tentu saja membuat makanan untuk nii-chan. Aku tidak mau membohongi nii-chan lagi seperti dulu. Nanti, nii-chan marah denganku lagi”
“Aku tidak akan pernah marah lagi denganmu, Paru”

Paruru tersenyum, kemudian ia memeluk Yui. Yui hanya diam, dan dia kembali teringat dengan kata-kata Paruru tadi. Dulu, ketika Yui masih duduk di kelas 1 SMA, Yui pernah marah dengan gadis itu. Alasannya, karena Paruru pernah memberinya makanan dan Paruru bilang, jika makanan itu adalah buatan Paruru. Padahal, makanan itu bukan buatan Paruru melainkan pembantu Paruru.

Waktu itu, sebenarnya Paruru tidak ingin berbohong dengan Yui. Tapi, karena Rina menyurunya, bahkan membujuk Paruru, Paruru akhirnya mau membohongi Yui. Padahal, di balik itu Paruru tidak tahu, jika Rina menjebaknya.

Paruru menjalankan kursi rodanya, ketika ia mendengar suara ketukan pintu rumah. Ia membuka pintu tersebut dan terlihatlah seorang laki-laki yang sangat ia harapkan kedatangannya. Dia tersenyum, tapi laki-laki itu hanya menatapnya dengan pandangan datar. Paruru mundur, ia memberi ruang untuk laki-laki itu bisa masuk ke dalam. Kemudian, Paruru langsung mengikutinya masuk. Paruru menatap laki-laki itu yang sekarang duduk di sofa. Walau wajahnya datar, tapi Paruru tersenyum begitu lebar. Ia benar-benar sangat senang dengan kedatangan laki-laki itu.

“Nii-chan, aku ambilkan makanan untukmu, ya?” kata Paruru tersenyum.
“Hmmm” kata Yui berdehem.

Paruru langsung menggerakkan kursi rodanya untuk masuk ke dalam dapur. Di sana, ada satu piring yang di atasnya sudah ada nasi dan  lauk. Paruru langsung mengambilnya. Tapi, ketika dia ingin kembali pada Yui, dia terdiam. Paruru menatap Rina yang berdiri di pintu dapur. Rina menghampirinya. Kemudian, Rina melihat Paruru yang tersenyum kepadanya. Rina hanya menatapnya datar. Paruru tidak tahu, apa yang membuat Rina ke dapur. Tapi, dia hanya mengira jika kakaknya akan mengambil minuman atau makanan ringan. Seperti biasanya.

“Nee-chan ingin mengambil minuman, ya?” tanyanya, ketika Rina mendekatinya.
“Tidak. Makanan itu buat siapa?” tanya Rina.
“Untuk Yui nii-chan.”

Rina tersenyum sambil menatap makanan yang ada di pangkuan adiknya. Kemudian, dia duduk. Ia menyamai tingginya dengan Paruru. Kali ini, dia berkata lebih lembut daripada yang sebelumnya.

“Paru, ini buatan siapa?” tanya Rina.
“Buatan pembantu kita, nee-chan” balas Paruru langsung.
“Kau bilang saja pada Yui, jika makanan ini buatanmu” kata Rina.
“Tapi, aku tidak ingin berbohong, nee-chan”

Rina mendesah dan sejenak, ia menatap adiknya dengan tajam. Tapi, dia langsung kembali tersenyum. Dan berkata dengan lembut.

“Tidak apa berbohong, Paru. Ini juga demi hubunganmu dengan Yui. Siapa tahu, Yui akan menyukaimu”
“Honto?”
“Hai” balas Rina.
“Baik, nee-chan”

Rina tersenyum mendengar persetujuan Paruru. Dia berdiri, kemudian membiarkan Paruru keluar dari dapur. Dia diam-diam mengikuti gadis itu. Paruru meletakkan piring itu di meja. Yui sedang memegang ponsel, mungkin dia sedang mengirim pesan singkat kepada temannya. Paruru langsung menghampiri Yui. Dia menatap Yui yang langsung meliriknya, ketika dia tiba di depan pemuda itu. Paruru hanya bisa tersenyum memandangnya.

“Nii-chan, ini di makan. Ini buatanku” kata Paruru dengan polosnya sambil tersenyum.

Yui hanya diam dan mengambil piring itu. Dia memakannya. Enak. Memang, karena itu yang membuat adalah ahlinya, dan bukan Paruru. Yui hanya makan masakan itu, tanpa melihat Paruru. Jujur, karena setelah sekolah, ia langsung ke rumah Paruru. Dia sama sekali belum makan. Paruru terus tersenyum, ketika melihat Yui makan. Dia tidak akan mengira, jika Yui akan menyukai masakan itu.
Ketika selesai makan, Yui langsung menaruh piring itu di meja. Dia sudah sangat kenyang sekarang. Lalu, Paruru mengambil piring itu. Sebelum mengembalikkan piringnya, dia menatap Yui dan bertanya.

“Nii-chan ingin minum?”
“Hai. Makanan buatamu enak juga” Paruru tersenyum lebar mendengarnya.
“Tunggu sebentar, nii-chan. Aku akan mengambil minuman untuk nii-chan”

Yui hanya mengangguk. Kemudian, Paruru kembali ke dapur untuk mengembalikan piring yang kotor serta mengambil minuman untuk Yui. Sementara Paruru ada di dapur, Rina langsung menghampiri Yui. Yui mendongak melihatnya. Yui hanya menatapnya dengan pandangan heran. Kemudian, Rina langsung berbicara pada Yui. Mungkin, Rina berfikir, Yui akan lebih membenci Paruru.

“Yui, kau tahu? Sebenarnya, makanan itu bukan buatan Paruru. Tapi, buatanku” kata Rina.
“Buatanmu?” Rina mengangguk.
“Iya. Tadi, Paruru memang sengaja mengakui masakan itu buatannya, karena dia berniat untuk menarik perhatianmu. Dia ingin kau menyukainya. Sebenarnya, aku sudah menolak, tapi dia tetap memaksa, Yui” kata Rina dengan wajah sedihnya.
“Jadi, makanan ini…”

Rina hanya mengangguk. Kemudian, Yui terlihat sangat kesal. Dia berfikir, gadis polos seperti Paruru ternyata berani membohonginya. Diam-diam, Rina melihatnya dengan senyum. Dia sangat puas, karena dia berhasil membuat Yui kesal dengan Paruru. Rina langsung pergi. Baru setelah itu, Paruru kembali dari dapur. Di pangkuannya ada nampan, di atas nampan itu ada segelas air untuk Yui.
Yui menatapnya dengan tajam, sementara Paruru langsung menaruh nampan itu di meja. Yui duduk, dia memandang tajam gadis polos itu. Paruru menoleh ke arah Yui. Dia hanya tersenyum, walau Yui memandangnya dengan tajam.

“Makanan ini bukan buatanmu, bukan?” kata Yui langsung.
“Eh? Kenapa nii-chan bilang seperti itu?” tanya Paruru terkejut.
“Aku sudah tahu, jika makanan ini bukan buatanmu. Tadi, Rina bilang kepadaku. Ayo, mengaku saja, jika makanan itu bukan buatanmu”

Paruru hanya bisa menunduk. Dia langsung mengangguk kecil dan membuat Yui terkejut. Setelah itu, Paruru hanya bisa menunduk sambil mendengarkan ucapan Yui. Bisa di bilang, ucapan Yui membuat Paruru sedih. Sedari tadi, Yui memarahi gadis itu. Paruru terus menunduk, dan dia sesekali mengangguk membalas ucapan Yui.

“Tapi, kata Rina nee-chan, berbohong tidak apa-apa” kata Paruru akhirnya.
“Jangan mengelak!”

Lagi-lagi, ketika Yui mengeraskan ucapannya, Paruru kembali menunduk. Paruru terlalu takut dengan suara Yui yang terlalu keras. Bahkan, Paruru juga sangat takut dengan suara petir. Dia akan ketakutan dan menutup kedua telinganya. Tapi, kali ini Yui yang tengah marah dengannya. Dan yang dia lakukan hanya bisa menunduk dan mendengarkan kata-kata Yui dengan setia.

“Maaf, nii-chan. Lain kali, aku tidak akan berbohong lagi”
“Awas saja, jika kau melakukannya lagi!” Paruru kembali menunduk. Dia hanya mengangguk pelan.

Ketika mengingat semua itu, Yui semakin merasa bersalah pada Paruru. Jika kemarin dia tidak ikut pergi ke acara sekolahnya, mungkin Yui akan menjaga Paruru dan Paruru tidak akan masuk ke rumah sakit. Dia terlalu mengkhawatirkan gadis itu. Yui mengeratkan pelukannya di tubuh Paruru dan mengecup pucuk kepala Paruru.
Hari ini, Yui berjanji akan menjaga Paruru lebih baik lagi. Dia tidak akan meninggalkan gadis itu. Yui terlalu takut untuk meninggalkan Paruru. Kemudian, Yui mencoba melihat Paruru. Gadis itu tersenyum lebar melihatnya. Dia hanya bisa tersenyum, kemudian membelai pipi gadis itu dengan lembut.

Nii-chan, aku lelah” kata Paruru.
“Tidur saja, ya?”

Paruru mengangguk dan mulai terbaring di kasur. Yui mengelus kepala gadis itu, sampai akhirnya Paruru benar-benar tertidur pulas di kasur. Dia akan menunggu Paruru.

***

Rena keluar terlebih dahulu dari kamarnya. Dia melangkahkan kakinya sambil menoleh ke arah kanan dan kirinya. Masih sepi. Rena memang sangat terlalu pagi bangunnya. Dia bukan gadis yang selalu terlambat bangun. Jika biasanya dia akan memasak untuk keluarganya, sekarang Rena harus menunggu. Dia tidak membuat makanan sendiri di hotel, melainkan mereka akan makan bersama. Mungkin, nanti siang mereka akan kembali ke Tokyo. Sudah dua hari ini, mereka ada di Okinawa. Belajar, liburan dan segalanya mereka lakukan bersama-sama. Kecuali untuk Rena yang tidak bisa merasakan kesenangan. Dia sama sekali tidak pernah tertawa, temannya selalu menyiksanya.
Bahkan, ketika temannya sedang bermain dan bercanda, Rena hanya bisa diam dan memandang mereka. Rena sama sekali tidak punya keberanian untuk bergabung dengan mereka. Rena takut, dia akan menjadi bahan bullyan. Rena takut, jika dia di campakkan. Rena juga sangat takut, jika mereka akan menyiramnya air dan memotong rambutnya. Seperti malam itu. Rena benar-benar sangat takut dengan mereka.

Di luar, dia melihat Jun yang sedang menikmati angin pagi hari. Jun. Pemuda yang waktu dulu pernah merebut ciuman pertamanya. Rena bahkan sudah melupakan hari itu. Jun menoleh ke arah belakang, dan kemudian tatapan mereka bertemu.
Jun tersenyum, dan Rena hanya bisa membalasnya dengan senyum simpul. Kemudian, Jun menghampirinya. Dia menyeret Rena dan membawa gadis itu ke pantai. Walau sebelumnya Rena sempat menolak, tapi Rena akhirnya pasrah di bawa oleh laki-laki itu.

Rena menatap laut. Udara di pagi hari ini juga sangat sejuk, membuat Rena nyaman ketika dia berada di pantai. Dia tersenyum. Jun menghentinkan langkah kakinya, dan itu membuat Rena juga menghentinkan langkah kakinya. Rena menatap Jun yang tersenyum kepadanya. Jun memutar tubuh Rena. Tubuh Rena kini menjadi membelakanginya, kemudian Jun melingkarkan tangannya di pinggang Rena. Itu berhasil membuat Rena terkejut, Rena menjadi semakin gugup, ketika Jun menaruh dagunya di bahu Rena. Jun tahu, jika Rena gugup. Ia menyuruh Rena agar bisa tenang. Dia berjanji tidak akan melakukan apa-apa pada Rena.

“Kau sangat dekat dengan Jurina” kata Jun.
“Jurina senpai sangat baik kepadaku, Jun-kun. Dia selalu membantuku” balas Rena sedikit gugup.
“Iya. Tapi, Jurina tidak pernah sedekat itu dengan orang lain.” Timpal Jun kemudian.

Rena diam. Ia tidak bisa membalas ucapan Jun. Jun tersenyum memandang Rena yang gugup. Wajah gadis itu juga sangat lucu, ketika dia sedang gugup. Bahkan, dia sangat cantik. Jun membalikkan tubuh Rena kembali. Dia mengelus pipi Rena dengan lembut. Melihat bibir merah muda itu, Jun teringat kejadian waktu itu. Ketika mereka ada di dalam mobil. Dengan berani, Jun mengambil ciuman pertama gadis itu.
Jun tersenyum. Kemudian, ia mendekatkan dirinya. Entah kenapa, dia menginginkan hal itu kembali. Dia merasa sangat nyaman, ketika dia mencium gadis itu.

Jun-kun, jangan” kata Rena. Kedua tangannya memegang dada Jun.
“Kenapa? Tenang saja, tidak ada orang di sini” Jun memegang pipi kanannya.
“Aku tidak enak dengan Sakura-san. Bukankah dia itu kekasihmu?” Rena bertanya.
“Sakura tidak akan tahu semua ini. Bahkan, dia sudah membuat adikku marah. Sekarang, kita sedang berjauhan”
“Eh?”

Jun hanya tersenyum melihat Rena yang terkejut. Dia kembali mendekatkan wajahnya. Rena sedikit menjauhkan kepalanya. Walau begitu, rasanya Rena tidak ingin berciuman dengan Jun. Dia hanya tidak ingin terjadi sesuatu di antara mereka. Apalagi, jika sampai ada yang melihat mereka, bisa saja akan salah paham.

“Rena, tidak akan terjadi apa-apa”
“Jangan, Jun-kun

Jun menghela nafas. Kemudian, ia menghentikannya. Lalu, dia hanya memeluk tubuh gadis itu dan mencium pucuk kepalanya. Walau kecewa, tapi dia mengerti, kenapa Rena menolak. Dia mendekap tubuh Rena dengan erat. Kemudian, ia menutup kedua matanya dan berbicara dengan Rena. Suaranya memang pelan, tapi Rena bisa mendengar suara Jun.

“Maafkan aku, Rena. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku menyayangimu”



To Be Continued...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar