Author : Rena-chan
Genre : Love, gxg, Roman
Main cast :
- Matsui Jurina
- Matsui Rena
Other Cast :
- Yokoyama Yui
- Shimazaki Haruka
- And Other
Happy Reading All....
~---0---~
Pagi ini, Jurina dan Rena kembali
berangkat bersama. Jurina terlihat sangat senang berada di dekat Rena. Sesekali
dia memegang tangan Rena dan bermanja kepada gadis itu. Rena hanya tersenyum
senang dan mengelus kepalanya dengan lembut.
Entah kenapa, dia tiba-tiba teringat
perkataan Yui kemarin. Airi, salah satu seniornya yang duduk di kelas 3 B, juga
diam-diam menyukai gadis yang selama ini selalu ia cintai. Ia tidak ingin
kehilangan Rena. Jurina tidak bisa, jika dia harus kehilangan Rena.
“Rena-chan,
aku boleh bertanya kepadamu?” Tanya Jurina yang langsung diangguki oleh Rena.
“Tanya apa?” Rena membelai halus
kepalanya.
“Uhm… aku ingin sekali kita bisa sedekat
ini selamanya, Ren-chan. Tapi, aku
takut jika suatu saat akan ada masalah yang mendatangi kita. Jika itu terjadi,
apa kau akan meninggalkan aku? Apa nantinya, jika kau mengetahui sesuatu dariku
yang selama ini belum pernah kau tahu, apa kau juga akan marah?” Tanya Jurina
bertubi-tubi.
Rena terdiam. Ia memandang wajah Jurina
yang penuh dengan kesedihan. Rena merasa, jika Jurina benar-benar sangat takut
kehilangan dirinya.
Rena kembali teringat perkataan Akane
dan Yuria, jika Jurina memang mencintainya. Ada sedikit keyakinan di dalam
hatinya, jika Jurina memang mencintai. Terlihat begitu jelas dari kedua mata
indah milik Jurina.
“Memangnya jika aku meninggalkanmu suatu
saat, apa yang akan kau lakukan?” Tanya Rena balik.
“Lebih baik aku mati saja, daripada Rena-chan meninggalkan aku” kata Jurina
yang membuat Rena terkejut mendengarnya.
“Jurina, kau tidak boleh seperti itu.
Itu tidak baik, kau mengerti!” kata Rena yang benar-benar tidak mengerti dengan
jalan pikiran gadis kecilnya itu.
“Aku sangat menyayangi Rena-chan, aku tidak mau kehilangan Rena-chan!” kata Jurina lagi dengan
wajah cemberut.
Ada sedikit rasa sakit yang ada di dalam
dirinya, ketika melihat Jurina yang sedih seperti itu. Ia tidak bisa melihat
Jurina sedih atau pun sakit. Tentunya, jika itu terjadi Rena juga akan
merasakan hal yang sama.
Rena memeluk Jurina dan mengelus
kepalanya dengan lembut. Jika Jurina sedang sedih atau pun sakit, dia akan
memeluk gadis itu dan mengelus kepalanya dengan lembut. Kemudian, ia membalas
perkataan Jurina.
“Jurina, aku juga sangat menyayangimu.
Dan, aku juga tidak ingin kehilanganmu. Karena, kau adalah adik kecilku yang
sangat aku sayangi” kata Rena membalas.
Bukan. Bukan itu maksud Jurina. Bukan
adik, melainkan seorang kekasih. Hatinya yang dulu memang menganggap Rena
sebagai kakaknya, sekarang berubah. Hatinya sangat ingin memiliki Rena, bukan
sebagai kakak melainkan sebagai sepasang kekasih.
“Jangan bersedih lagi, ya? Bukankah, aku
sudah berjanji kepadamu?” kata Rena.
“Tapi…..” kata Jurina yang tidak bisa
menyelesaikan ucapannya.
“Tapi apa?” Tanya Rena.
“Tidak apa-apa. Jangan terlalu di
fikirkan” kata Jurina lagi.
Rena tersenyum membalasnya. Ia melepas
pelukannya, dan menarik gadis kecilnya untuk kembali berjalan menuju ke arah
sekolah mereka.
Bukan
itu yang aku maksud, Rena. Tapi, aku mencintaimu. Aku sangat ingin sekali
mengatakannya, namun aku tidak bisa. Aku terlalu takut, untuk mengatakan itu.
***
Mereka sampai di sekolah, namun ada
seseorang yang menghampiri mereka. Atau lebih tepatnya, orang itu menghampiri
Rena. Dan, itu berhasil membuat Jurina memandang orang itu dengan wajah cemburu
dan kesal.
Iya. Gadis itu adalah Furukawa Airi,
orang yang sangat menyukai Rena, selain Jurina. Mungkin, mereka akan bersaing
mendapatkan hati gadis itu.
“Airi, ada apa?” Tanya Rena ramah.
“Apa kau ada waktu untuk nanti siang
setelah pulang sekolah? Aku ingin mengajakmu ke café.” Kata Airi langsung.
“Tidak. Rena akan menungguku selesai
bermain basket. Dan, setelah itu kami akan pulang bersama” kata Jurina dengan
kesal.
Airi tersenyum melihat Jurina. Sedangkan
Jurina, hanya menatap kesal dirinya. Tapi, Airi tidak begitu mempedulikan
Jurina. Ia menatap Rena lagi dan membuat Jurina geram dengannya.
“Apa kau bisa, Rena-chan?” Jurina yang
mendengar itu, mengepalkan tangan kanannya. Rasanya, ia ingin sekali memukul
wajah gadis itu.
“Boleh. Lagi pula, aku bisa kembali ke
sekolah untuk menjemput Jurina” kata Rena membalas. Dan Jurina yang mendengar
itu semakin geram.
Airi tersenyum, tapi tidak dengan
Jurina. Jurina yang kesal, ia segera berjalan menjauh dari mereka. Tapi, ia
berhenti ketika mendengar suara Rena yang berteriak memanggil namanya. Ia
menoleh dan memandang gadis itu dengan kesal.
“Ada apa?” tanyanya ketus. Rena
mendekatinya.
“Kau kenapa?” Tanya Rena.
“Tidak apa-apa. Sudah sana, pergi saja
dengan Airi. Jangan pedulikan aku!” kata Jurina kembali berbalik, namun Rena
segera menahan lengannya.
“Kau kenapa, Juju?” Tanya Rena sedikit
heran.
“Aku tidak apa-apa. Jika kau ingin pergi
dengannya, pergi saja. Tidak usah menjemputku” kata Jurina lagi.
Jurina melepas pegangan tangannya, dan
Jurina pergi meninggalkannya begitu saja. Rena hanya bisa mendesah. Dia
benar-benar bingung, dengan sikap gadis itu yang berubah. Seolah, Jurina merasa
cemburu dengannya.
“Cemburu? Apa dia memang menyukaiku?”
lirih Rena sambil menunduk.
Rena menggelengkan kepalanya. Ia tidak
ingin berfikiran buruk tentang adik kecilnya. Tapi, dia tahu, jika hati Jurina
tengah sakit.
Biasanya, dia selalu menunggu Jurina
setiap pulang sekolah. Tapi, sekarang dia harus menerima tawaran orang lain dan
membiarkan Jurina berlatih sendiri tanpa dirinya. Mungkin, itu yang membuat
Jurina marah dengannya.
“Rena-chan”
dia menoleh melihat Airi.
“Ada apa?” tanyanya.
“Jadi tidak?” Rena mengangguk tersenyum.
“Tentu saja. Sepulang sekolah nanti,
kan? Aku akan menunggumu di depan kelasku” kata Rena lagi.
“Baiklah!”
Airi kemudian pergi meninggalkan
dirinya. Setelah baying-bayang gadis itu pergi, Rena kembali berjalan dengan
wajah sedihnya. Pikirannya masih tertuju pada adik kecilnya. Jurina, kini dia
marah kepadanya.
Aku
akan ke kelasnya nanti ketika istirahat. Mudah-mudahan, dia tidak marah lagi
denganku.
***
~Jurina Pov~
Sialan Airi. Kenapa, dia harus mengajak
Rena ke café? Dan lagi, Rena juga menerimanya. Dan lebih memilih gadis itu
daripada memilihku. Apa dia terlalu lelah, untuk menunggu? Kenapa, dia lebih
memilih gadis itu?
Aku tahu, menunggu itu pastinya sangat
lelah dan membosankan. Tapi, sekarang dia selalu bersama Paruru ketika
menungguku. Tapi, hari ini? Arghh… sialan.
“Jurina” aku menoleh dengan tampang
kesal. Aku melihat Rena yang berdiri di depan kelasku. Aku beranjak dari
dudukku dan menghampirinya.
“Ada apa?” tanyaku.
“Kau kenapa? Apa kau marah denganku,
karena aku menerima tawaran Airi?” tanyanya dan aku langsung mengangguk.
“Hemm” aku berdehem.
“Maafkan aku! Kau jangan marah lagi
seperti itu” ucapnya lagi.
Aku masih diam sambil mengerucutkan
bibirku. Aku benar-benar masih kesal dengannya. Kenapa, dia harus menerima
tawaran gadis itu? Apa pentingnya dia daripada aku? Aku yang setiap hari
membutuhkannya saja, setiap kali ada apa-apa masih merengek kepadanya.
Dan gadis itu? Dengan mudahnya bisa
mengajak Rena. Tentu saja itu membuatku marah. Apa karena Airi itu lebih tua
daripada aku? Atau memang ada sesuatu hal yang lain, di antara mereka? Ah…..
itu tidak mungkin.
“Jangan marah seperti itu lagi, Juju.
Aku akan menuruti semua ucapanmu, aku janji. Tapi, jangan marah seperti itu”
katanya dan aku langsung melihatnya.
“Honto?”
dia mengangguk.
“Aku janji!” aku tersenyum.
“Kalau begitu, kau batalkan saja janjimu
dengan Airi. Dan seperti biasa, kau manunggu aku dan kita pulang bersama, ya?”
seruku tersenyum.
“Aku tidak mungkin membatalkan janjiku
dengan Airi. Apa tidak ada yang lain, yang kau ingin?”
Aku kembali memasang wajah kesalku.
Katanya mau menuruti perkataanku, tapi dia malah tidak mau, ketika aku memintanya
untuk membatalkan janjinya dengan Airi. Aku rasa, Airi sudah meracuni otak Rena-chan.
Aku melangkah melewati dirinya. Aku
benar-benar kesal dengannya. Jika dia mau pergi dengan Airi, pergi saja sana.
Aku tidak peduli lagi dengannya.
***
~Rena Pov~
Ketika aku membalas kemauannya yang
memintaku untuk membatalkan janjiku dengan Airi, aku langsung menolaknya. Mana
mungkin, aku akan membatalkannya. Kemarin, Airi sudah susah payah membantuku
mengantar buku ke perpus dan aku hanya bisa melakukan hal ini kepadanya, untuk
membalas kebaikannya. Hanya hal kecil yang aku lakukan dengannya.
Tapi, setelah Jurina mendengarnya. Dia
justruh langsung pergi melewatiku. Aku melihat wajahnya yang tampak kesal.
Mungkin, karena jawaban yang aku berikan kepadanya. Oh tuhan, gadis kecilku ini
benar-benar sangat susah untuk mengerti keadaan orang lain.
Aku langsung bergegas mengejarnya, dan
tak lupa aku memanggil namanya. Aku menahan lengannya. Dia menoleh ke arahku.
Kedua matanya memandangku dengan kesal. Dia marah denganku. Aku sudah bisa
menebak semua itu.
“Jurina, jangan marah seperti itu. Aku
mohon!” kataku lagi.
“Jika kau ingin pergi dengannya, pergi
saja. Jangan urusi aku” dia melepasnya dengan kasar. Dan kemudian, ia pergi
begitu saja.
“Jurina” lirihku sedih.
Aku tidak pernah melihatnya yang marah
kepadaku. Aku sakit melihatnya seperti itu. Aku jadi tidak enak dengannya. Apa
yang harus aku lakukan untuk mengembalikan dia seperti dulu? Aku tidak ingin
dia terus marah padaku.
“Rena-chan”
“Akane Yuria” sapaku balik dengan lesu.
“Kenapa Jurina pergi meninggalkanmu?”
Tanya Yuria kepadaku.
“Sepertinya, Jurina marah denganku”
balasku lagi lirih.
“Eh? Kenapa bisa?” Tanya Akane yang
mungkin terkejut.
“Tadi pagi Airi mengajakku untuk pergi
dengannya ke café, tapi sepertinya Jurina tidak menyukai hal itu. Maka dari
itu, dia marah padaku. Karena, aku tidak bisa menemaninya pulang bersama
seperti biasa” jelasku panjang lebar.
“Aku yakin dia cemburu. Jika tidak, dia
tidak akan seperti ini, Rena-chan”
“Cemburu?” mereka mengangguk.
“Dia itu mencintaimu. Harusnya, kau
sadar itu Rena-chan”
“Tapi…..”
“Itu nyata, Rena-chan. Jurina itu sudah lama menyukaimu. Mau bagaimana pun kau
mengelak itu memang terjadi. Jurina menyukaimu dari dulu. Itu tidak bisa kau
ingkari. Mau tidak mau kau harus percaya dengan kami”
Huft… benarkah itu? Apa benar Jurina
menyukaiku? Tapi, aku dan dia tidak mungkin bersama. Aku dan dia hanya dekat,
karena kami sudah akrab dari dulu seperti adik dan kakak.
“Aku tahu, kau sulit untuk mempercayai
semua ini. Tapi, aku juga yakin, bahwa sebenarnya kau menyukai Jurina. Hanya
saja, kau terlalu enggan untuk mengatakan hal itu”
“Kenapa kau begitu yakin, jika aku
menyukainya?” Tanya Rena.
“Karena ketika kau memandang Jurina,
tatapanmu sangat berbeda dari biasanya. Dan lagi, kau selalu nyaman di
dekatnya. Satu lagi yang membuatku yakin, jika kau menyukai Jurina”
“Apa itu?” tanyaku ketika melihatnya
berhenti.
“Kau tidak pernah terikat hubungan
dengan siapa pun. Itu alasan hatimu, karena hatimu sudah memilih Jurina.
Mungkin, kau belum sadar sekarang. Tapi, suatu saat nanti kau pasti sadar
Rena.” Kata Akane lagi menjelaskan.
Aku terdiam, seraya berfikir. Apa itu
benar? Apa aku mencintai Jurina? Kenapa, aku tidak yakin?
“Lihat ke dalam hatimu sendiri, Rena.
Jurina selalu menempati hatimu setiap waktu, dan dia tidak akan pernah di
gantikan orang lain!” kata Yuria.
“Majisuka”
tanyaku lirih.
“Iya, itu benar Rena-chan!”
***
~Author Pov~
Jurina memainkan bola basketnya dengan
tampang kesal. Dia benar-benar masih marah dengan Rena, karena gadis itu
benar-benar pergi bersama dengan Airi tadi. Rasanya, ia ingin sekali memukul
sebuah benda, untuk melupkan rasa amarahnya.
Tapi, ia urungkan dan hanya memainkan
bola basketnya saja. Kedua matanya juga memerah, karena melihat Rena dan Airi
yang berjalan secara bersamaan. Dan parahnya, Rena tidak menyapa atau
melihatnya. Itu yang benar-benar membuatnya bertambah kesal dengan Rena.
“Sudah! Kau tidak perlu memikirkannya,
Jurina” dia menoleh melihat Yui.
“Tapi, aku sakit Yui!” kata Jurina membalas.
“Aku tahu. Tapi, bukan berlarut dalam
kesedihan seperti itu. Aku yakin, Airi tidak akan mengungkapkannya sekarang.
Jika itu terjadi, aku yakin Rena menolak.” Kata Yui meyakinkan Jurina.
Jurina terdiam, ia tidak lagi membalas
ucapan Yui. Tapi, ia juga yakin, jika Airi mengungkapkan perasaannya pada Rena,
maka Rena akan menolak. Iya, Jurina yakin itu.
“Pulanglah. Sepertinya, kau membutuhkan
istirahat” kata Yui lagi.
“Tapi, kita belum selesai berlatih” seru
Jurina.
“Sudah selesai. Semuanya, latihan sampai
di sini saja. Besok, kita lanjut lagi.” Seru Yui lantang.
“Baik Yui!” Yui tersenyum mendengarnya
dan kembali menoleh melihat Jurina.
“Selesai bukan?” Tanya Yui enteng.
“Arigatou.
Kau memang sahabat yang baik” Yui mengangguk sambil tersenyum.
Mereka berjalan untuk mengambil tas
mereka. Di dekat tas mereka, Paruru tengah duduk dan menyambut mereka dengan
senyum.
“Cepat sekali selesainya?” tanyanya.
“Iya. Kami sudah lelah, Paru!” Paruru
mengangguk mengerti.
“Jurina, aku dan Paru duluan” Jurina
mengangguk. Setelah itu, dia juga pulang. Namun, sedikit ada yang berbeda.
Mungkin, karena Rena tidak ada bersamanya. Jurina menghela nafas dan berjalan
lagi.
***
Rena masuk ke dalam rumah Jurina tanpa
mengetuk pintu. Rena sudah biasa melakukan hal itu, dan Jurina tidak pernah
marah kepadanya. Itu dia lakukan, ketika kedua orang tua Jurina tengah pergi.
Seperti sekarang ini.
Dia memanggil nama gadis kecilnya
berulang kali. Tapi, ia sama sekali tidak mendengar balasan dari Jurina.
Mungkin, gadis itu masih marah dengannya. Dan akhirnya, Rena melangkah ke arah
kamar gadis itu.
Dia membuka pintu berwarna biru itu.
Kemudian, ia melihat Jurina yang terbaring sambil membaca sebuah novel di
kamarnya.
“Jurina” panggilnya.
“Hmmm?” hanya deheman yang ia dengar
dari Jurina.
“Kau masih marah padaku?” Tanya Rena.
Jurina tidak membalas ucapannya.
Mungkin, Jurina terlalu marah dengannya. Rena menghela nafasnya. Kemudian, ia
melangkah menghampiri gadis kecilnya yang masih terbaring di kasur. Rena duduk
di samping Jurina.
“Jurina, jangan seperti itu. Tadi, aku
menerima tawaran Airi hanya karena membalas kebaikannya saja. Tidak lebih” kata
Rena. Jurina meliriknya.
“Tapi, kau sangat dekat dengannya.
Bahkan, ketika kau pergi, kau sama sekali tidak menyapa, bahkan melihatku saja
tidak!” kata Jurina lagi.
“Maaf! Bukannya, aku bermaksud seperti
itu. Hanya saja, Airi tadi terlalu banyak berbicara. Tidak mungkin, jika aku
mengabaikannya” kata Rena lagi.
Rena mendesah, ketika Jurina tidak
membalas ucapannya. Justruh, Jurina sangat asyik dengan novel yang di bacanya
sekarang.
“Jurina. Aku minta maaf, jika aku
menyakitimu” kata Rena lagi.
“Kau memang tidak pernah memikirkan aku,
bukan?” kata Jurina membalas.
“Aku sayang padamu, Jurina. Aku selalu
berusaha menjagamu, aku tidak ingin kita seperti ini. Maafkan aku, ya?”
Jurina mendesah, ia bangkit dan duduk di
sebelah Rena. Kemudian, ia memalingkan wajahnya kepada Rena. Ia menatap sedih
gadis itu. Perasaanya sangat sakit, ketika melihat kedekatan Rena dan Airi
tadi.
“Apa yang kau ingin, aku akan
melakukannya” kata Rena.
“Aku ingin kau menjauh dari Airi!” Rena
terbelalak mendengarnya.
“Kenapa kau meminta hal itu?” Tanya
Rena.
“Karena aku tidak suka, jika kau dekat
dengannya. Aku sakit melihatnya” kata Jurina lagi.
“Jurina, kau selalu saja egois. Kenapa,
kau tidak pernah berubah? Kau sudah besar sekarang” kata Rena.
“Karena kau tidak pernah mengerti
tentang perasaanku. kau selalu saja menganggapku adik” Jurina menangis.
“Bukankah itu hal biasa? Aku
menyayangimu sebagai adikku, Jurina”
“Tapi, aku tidak mau. Aku tidak ingin
kau menganggapku hanya sebatas adik, aku ingin lebih!” kata Jurina.
“Apa maumu sebenarnya?” Tanya Rena.
“Aku ingin kau menjadi kekasihku.” kataku
yang tidak bisa menahan perasaanku.
“Itu tidak mungkin, Jurina!”
Rena benar-benar tidak percaya, jika
Jurina akan memintanya menjadi kekasihnya. Dan ternyata, dugaan kedua
sahabatnya benar. Jika, Jurina menyukainya. Sekarang, dia benar-benar percaya
dengan ucapan Akane dan Yuria.
“Tapi, kenapa Rena?” Tanya Jurina.
“Aku dan kau tidak pernah bersatu,
Jurina.” Kata Rena lagi.
“Bisa Rena! Itu bisa! Asal, kau dan aku
saling mencintai. Dan, kita akan melewati rintangan apa pun yang akan datang
kepada kita” kata Jurina lagi.
“Tidak. Itu tidak mungkin, Jurina”
Rena bangkit dari duduknya. Sebelum dia
benar-benar melangkah, Jurina menahan lengannya dan menariknya. Sekarang, kedua
wajah mereka sangat dekat. Hanya beberapa centi saja. Jurina langsung mencium
bibir mungil itu, dan membuat Rena terkejut.
Jantungnya berdetak sangat kencang,
ketika Jurina menciumnya dan kini melumat bibirnya dengan lembut. Tubuhnya bergetar
hebat.
Jurina melepas ciuman mereka, dan
menatap mata Rena dengan lembut. Dia menyentuh pipi gadis itu dan membelainya. Kemudian,
ia berkata sangat lirih. Tapi, Rena bisa mendengar kata-katanya.
“Aku benar-benar mencintaimu, Rena!”
To Be Continue......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar